Oya sebelum memulai perkuliahan, Rey sempat tinggal di daerah kampus lain bersama kedua sahabatnya, yaitu Alex dan Aco. Mereka berasal dari sekolah dan kota yang sama. Sewaktu SMA mereka selalu sekelas, kecuali waktu kelas 3, terpisah karena beda jurusan, hanya Rey dan Alex yang tetap sekelas di jurusan IPS. Setelah lulus Merkapun berencana menuntut ilmu (kuliah) diluar Kalimantan yaitu di kota yang sama, Malang Jawa Timur.
Rey tetap melanjutkan kuliah di bidang ekonomi, yaitu STIE di daerah Blimbing Malang. Aco ke Unmer dan terakhir Alex ke sebuah Akademi di jalan Merdeka. Walau kuliah mereka berbeda jurusan, persahabatan mereka tetap erat. Malah mereka mengontrak bertiga. Dan lokasinya dekat dengan kampus si Aco, di daerah bendungan. Sengaja mereka memilih kontrakan dengan lokasi yang crowded warganya. Dengan tujuan supaya kami bisa cepat adaptasi dengan kota destinasi kami.
“Entar sore ke lapangan yuk” kata Aco. Rey yang lagi asyik nonton tv menanggapi ajakan teman ini “ngapain ke lapangan, main bolakah atau cuci mata?”. Teman Rey yang satu lagi si Alex sambil ketawa kecil ikut nimpali “kau nih, klo cewek aja laju sekali ba”.
“Normal tu lex, kemarin aja waktu ada acara di lapangan, anak-anak kos yang cewek pada keluar semua, lumayan kan ga jauh-jauh kita cuci mata” jawab Rey sambil nyengir. “Dasar wong edan!! Itu acara syukuran, ada yang nanggep Reog dan jaranan” kata Alex lagi sedikit kesal. Hari itu memang akan ada acara di lapangan di kampung tempat mereka ngontrak. Ada salah satu warga yang mengadakan syukuran khitan anaknya.
Sementara jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, sebagian warga sudah mulai mendatangi tempat acara tersebut. Sesuai rencana mereka bertiga bersama warga lain berjalan kaki pergi ke lapangan. Aco dan Alex memang antusias dengan acara tersebut karena minimnya hiburan di kontrakan mereka, sementara Rey bukan acara itu yang membuatnya semangat, melainkan ‘pemandangannya’. Ia berharap bisa mendapatkan pemandangan nan indah, minimal menambah wawasan akan indahnya ciptaan Illahi.
Lima menit kemudian tibalah Rey dan kawan-kawan di lapangan acara itu. Banyak warga yang penuh semangat menyaksikan acara tersebut, termasuk si Aco dan Alex. Yang sedang berjualan pun tak kalah heboh dengan acara yang akan berlangsung. Sementara Rey bisa ditebak kemana matanya memandang. Ia menyebarkan pandangannya ke sekeliling warga yang hadir. Ada beberapa yang hadir dari mahasiswi yang turut menyaksikan. Rey belum berani mendekat karena rata-rata mahasiswi tersebut pada berkelompok menontonnya. Terpaksa ia hanya bisa memandang dari kejauhan.
Tak ada kejadian yang aneh sepanjang acara berlangsung. Ketika acara puncak akan dimulai, mereka bertiga pun langsung merapat mendekati acara itu. Dan Rey masih tetap enggan mengalihkan pandangannya pada para mahasiswi yang sedang menyaksikan acara itu.
Neng nang neng gung … Neng nang neng gung … Beralun-alun terdengar suara musik khas Reog Ponorogo. Sementara Rey tetap asik mengamati sekitarnya, berharap mendapatkan sesuatu, yah minimal bisa kenalan dengan seorang gadislah. Sementara si Alex dan Aco sudah tegang duluan menyaksikan Reog dan jaranan itu. Sepintas Rey melihat acara reog itu, beberapa wanita dan pria yang menari mengikuti alunan music tersebut. Ada yang menggunakan media seperti kuda, mungkin ini yang disebut tarian kuda lumping.
Di tengah tengah lapangan itu sudah ada 2 topeng besar berbentuk kepala singa yang diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa, orang orang menyebutnya sebagai "Singa barong". Selain para pemain reog tadi, ada satu sosok yang paling berbeda penampilannya, sepertinya itu dalang para pemain reog tersebut.
Hingga sampailah di acara puncaknya yaitu adegan singa barong dan para pemain kuda lumping, yang biasanya ada adegan kerasukan, dimana orang yang kerasukan biasa makan yang aneh-aneh yaitu pecahan kaca atau kupas kelapa dengan giginya. Nah disinilah timbul kejadian diluar dugaan para pemain termasuk juga dalangnya.
Ketika 2 pemain yang tugasnya mau mengangkat singa barong tadi, tiba tiba singa barong tadi sedikitpun tidak bergerak atau terangkat sedikitpun. Kedua pemain inipun merasa heran. Lalu mereka mencoba lagi, tetap tidak terangkat. Kedua pemain ini saling memandang penuh keheranan.
Sang dalang yang melihat kejadian ini coba mendekati kedua pemainnya. Mereka terlihat sedang berdiskusi, mencari sebab musababnya. Sang dalang kemudian, mengalihkan pandangan ke sekeliling penonton. Seperti CCTV yang berputar, perlahan dia terus melihat dan sampailah pandangannya pada kami bertiga. Rey merasa biasa saja, karena ia memang tak focus pada acara tersebut. Tapi beda halnya dengan si Aco dan Alex, mereka jadi agak sedikit kurang nyaman ketika di pelototin sang dalang dari jauh.
Tak lama kemudian ada 2 penonton sekaligus yang tiba-tiba mengalami kerasukan. Entah apa yang merasuki mereka, yang jelas tingkah mereka seperti monyet. Sang dalang yang belum selesai bingung dengan barongnya, kembali dihadapkan dengan hal aneh ini. Kedua penonton ini lalu mendatangi tempat kami bertiga menonton, orang orang yang ada disekitar kami lalu berhamburan menjauh ketakutan. Si Aco dan Alex posisinya tepat didepan Rey. Begitu 2 orang penonton tadi tiba didepan mereka, kedua temannya mulai, bergeser menjauh pelan-pelan, sepertinya mereka mulai takut juga.
Jadi tertinggallah Rey sendiri berhadapan dengan 2 penonton ini yang raut wajahnya sudah tidak nyaman dengan mata melotot kemerahan. Rey yang sedari tadi sudah di dipelototi belum juga menyadari situasinya. Namun ketika ia sadar, betapa terkejutnya ia. “Waduh ada apa ini, kok menuju ke aku, apa salahku ya?” dalam hati Rey mulai waspada.
Tapi tidak ada rasa takut sedikitpun dalam dirinya. Mau menjauh juga tapi sudah terlanjur depan mata, selain itu jaga gengsi juga dengan penonton, terutama ceweknya. Mau ga mau Rey kudu menghadapinya. Ada hal yang aneh ketika ke 2 penonton tadi sudah berada dihadapan Rey. Ia mengira kedua penonton itu akan menyerang dirinya. Ternyata malah sebaliknya, seketika itu juga mereka sujud di depan Rey. Keduanya menaruh hormat pada sosok Rey.
Para penonton yang menyaksikan kejadian itu, tampak keheranan. Sementara Rey pun tak kalah bingung bagaimana bisa itu terjadi. Sejurus kemudian sang dalang coba mendatangi Rey dengan wajah yang masih tetap dengan wajah kebingungan. Sang dalang kemudian bicara pelan kepadanya. “Sam, neng burimu kui sopo tho??”,(mas, belakang anda itu siapa tho?)
Rey yang sudah bingung hadapi penonton, jadi tambah bingung dengan kata kata sang dalang. Ia pun mencoba menoleh ke belakang, tak ada siapapun yang dimaksud dalang. Rey menjawab sekenanya “ga ada orang Pakde”, ia panggil sang dalang yang buncit itu dengan Pakde. “kui wong hebat sam, mangkane wong-wong yang kesambet iki podo hormat neng awakmu” kata dalang. (Itu orang hebat, makanya ‘orang-orang’ (yang kerasukan tadi) pada hormat semua dengan kamu). Rey yang mendengar omongan pade, rasanya mau ketawa karena ia tidak percaya. Karena menghormati lawan bicaranya maka terpaksa Rey menahan tawanya.
“Wes awakmu balik omah opo nangdi disek yo, engko lek wes mari acarane, balik mrene neh orapopo” kata sang dalang penuh harap. (Sekarang kamu pulang ke rumah atau kemana dulu ya, nanti kalau sudah selesai acaranya balik lagi kesini ga masalah). “Nggih Pakde” terpaksa Rey memenuhi keinginan sang dalang, padahal ia belum puas cuci mata saat itu. Segera Rey meninggalkan acara itu, lalu si Alex dan Aco diberi kode untuk mengikuti langkahnya.
Selama dalam perjalanan pulang, si Aco dan Alex tak hentinya melontarkan banyak pertanyaan di arahkan ke Rey. Belum ia jawab satu, sudah mereka bertanya lagi, seperti kereta api yang tiada putusnya. Rey sendiri tidak mengerti apa yang terjadi tadi dengan dirinya. Sampai di rumah mereka pun tetap terus menanyai Rey. Karena memang tidak tahu, ia pun menjawab sekenanya saja.
Hingga malam tiba, mereka kedatangan tamu, dia teman kuliah si Alex, namanya Adi. Teman alex ini orang yang memiliki ‘kelebihan’, bisa dikatakan seperti indigo. Si Alex yang tau temannya punya kelebihan tersebut, lalu melanjutkan kekepoannya dengan mengajukan banyak pertanyaan mengenai kejadian sore tadi.
Di ruang tamu dan di temani dengan sepiring gorengan yang masih hangat, Adi kemudian menjelaskan panjang lebar pada kami bertiga, kenapa bisa terjadi begitu. Sebenarnya si Adi sudah lama melihat sosok yang ada didekat mereka, tapi ragu untuk bicara. “Terutama kamu Rey, itu sosok hebat dari Demak. Kamu ada turunan dari sana ya?” tanya Adi dengan mimic serius.
“Hahaha, ojo guyon rek, turunan opo to bro?” Rey menanggapi dengan canda, ia tak percaya dengan apa yang dikatakan Adi. Si Adi coba menambahkan bahwa sosok itu adalah salah satu wali yang makamnya ada di Demak dan sepertinya memang ia selalu menjaga Rey. “Makanya klo ada acara seperti itu, klo ada kamu deket situ, pasti ga bakal jadi itu yang kerasukan atau adegannya pasti tidak akan sesuai dengan rencana”. pungkas Adi.
Rey yang mendengar penjelasan adi, lalu tertawa ngakak. Semakin ia tak percaya dengan omongan temannya. Aco dan Alex yang melihatnya semakin keki dengan kelakuan Rey. Karena memang waktu itu Rey tidak terlalu percaya dengan hal hal yang berbau gaib. Setelah lama mereka mengobrol ngalor ngidul, Adi pun pamit pulang. Aco dan Alex hanya melongo melihat diri Rey yang dengan cueknya menanggapi omongan Adi tadi.