Ketika aku sadarkan diri, aku sudah berada di rumah sakit. Ada Ayah, Ibu, Koko dan Cece yang menemani aku di rumah sakit.
"Ya ampun Nak, kok kamu bisa seperti ini? Siapa yang melakukan ini sama kamu, Nak?" tanya Ibu kepadaku.
"Aku tidak apa-apa Ibu, hanya perlu istirahat dan minum obat. Aku pasti akan sembuh, Ibu dan Ayah jangan cemas dan khawatir," ucapku sambil memandangi kedua orang tuaku.
"Maafkan Ayah, ya Nak, karena keluarga kita miskin. Kamu harus menderita seperti ini, maafin Ayah karena tidak becus menjadi kepala keluarga. Maafkan Ayah, Nak," ungkap Ayah sambil menitikkan air mata.
"Ayah tidak perlu meminta maaf, aku tidak apa-apa Ayah. Ini semua bukan salah Ayah, ini semua sudah takdir dan ketentuan Tuhan. Intinya kita harus berusaha lebih ekstra untuk bangkit, untuk berjuang. Adrian janji akan menjadi orang sukses, Adrian akan membawa nama baik keluarga kita," ucapku sambil menitikkan air mata.
Ketika aku, Ayah, Ibu sedang berpelukan tiba-tiba Tante Cindy datang menjenguk. Tante Cindy bukannya memberikan aku buah-buahan atau makanan ketika menjenguk, malahan menghina aku dan keluargaku. Sedangkan Koko dan Cece yang berada, di dalam ruangan membela aku dan keluargaku saat dia mengejekku.
"Maaf iya Adrian, Mbak dan Mas. Cindy menjenguknya telat, Maaf iya - Cindy lupa membawa kue dan makanan. Tetapi nggak perlu kan? Toh, Cindy bukan menjenguk pejabat atau bangsawan. Hanya menjenguk saudara miskin yang tidak penting," ucap Tante Cindy sambil menghina aku dan keluargaku.
"Tidak apa-apa, kok, Dik Cindy, Mbak dan Mas sudah senang melihat kehadiran kamu di sini. Kamu tanpa membawa apapun aku senang," ucap Ayah dan Ibuku secara bersamaan.
Ya Tuhan … kok ada iya orang seperti Tante Cindy? Padahal kan, aku ini keponakannya. Tidak punya hati nurani, aku hanya dapat mengelus d**a.
Bahkan Koko dan Cece saja, yang bukan saudara sepupuku - yang hanya atasanku di tempatku kerja sangat peduli denganku. Bahkan Koko dan Cece, sangat baik sudah membiayai biaya rumah sakit tempatku di rawat. Koko dan Cece juga memberikan sembako kepada keluargaku. Ia bahkan menambah bonusku serta gajiku. Baik sekali kedua atasanku ini.
"Adrian – kok, wajahmu, bisa babak belur seperti ini. Kamu pasti nakal iya? sudah miskin banyak tingkah lagi. Gimana sich, Mas dan Mbak? Nggak becus banget sich, Mengurus anak!" sindir Tante Cindy sambil memanyunkan bibirnya.
"Ibu kok gitu? menjenguk boleh. Tetapi jangan menghina Bu, enggak baik. Mungkin sekarang Ibu sukses dan berjaya, tetapi kita tidak tau ke depannya. Siapa tau Ibu nanti terjatuh tergelincir ke bawah, apalagi Ibu saudaranya Adrian. Seharusnya mendukung Adrian dan keluarganya. Tetapi ini malahan menghina," ucap Koko sambil memberikan pembelaan kepadaku.
"Koko ini siapa iya? Koko kan hanya orang luar, ini urusan keluarga. Tidak perlu ikut campur. Koko itu bukan pihak keluarga kami," ucap Tante Cindy sambil bertolak pinggang.
"Iya … saya memang bukan pihak keluarga. Tetapi saya adalah Bos dari Adrian, di tempatnya kerja. Jadi saya akan membela siapa pun yang menghina dan merendahkan, harga diri bawahan saya beserta keluarganya. Hati saya begitu sakit dan teriris. Apalagi mendengar, Ibu menghina Adrian seperti itu. Padahal Ibu adalah Tante Adrian," sindir Koko, sambil memandangi wajah Tante Cindy.
Mungkin, Tante Cindy merasa tersinggung. Makanya ia pergi. Tante Cindy cemberut dan marah.
"Sudahlah Ibu dan Bapak, tidak usah dipikiri. Biaya rumah sakit sudah saya bayarkan," ucap Koko sambil tersenyum dengan sangat manis.
"Terima kasih banyak Ko, Koko baik sekali sama anak saya. Baik dengan keluarga saya," ucap Ayahku sambil tersenyum ke arah Koko.
"Terima kasih banyak iya Ko," ucap Ibuku sambil tersenyum ke arah Koko.
"Sama sama ya, Bapak dan Ibunya Adrian. Kalau begitu saya dan istri saya pamit dulu," ucap Koko sambil tersenyum ke arah Ayah dan Ibuku.
"Hati’hati di jalan Ko, terima kasih banyak iya Ko. Koko sudah baik sekali," ucapku sambil tersenyum.
Koko dan Cece, akhirnya pamit pulang. Aku berdoa, kepada Tuhan. Sebelum aku tidur, aku berdoa semoga esok akan lebih baik dari hari ini. Semoga aku dapat menyongsong hidup, menyongsong hidup menjadi lebih baik lagi.
Aku ingin masa depanku tertata, aku tidak peduli. Walaupun aku harus, berjuang ekstra lebih keras lagi. Walaupun aku harus menempuh jalan terjal mendaki. Karena aku percaya dan yakin, ketika harus memperoleh kesuksesan. kita harus sakit dulu, tidak ada yang instan demi mencapai kebahagiaan. Tetapi aku percaya, jika kita berusaha dan berkerja keras hingga berdarah darah. Tuhan tidak akan pernah tidur, Tuhan akan memberikan kebahagiaan dari setiap usaha hambanya.
Aku yang tidak dapat tertidur, aku paksakan diri untuk tertidur. Akhirnya aku tertidur, aku terbangun sekitar jam delapan pagi. Aku segera mandi, setelah selesai mandi aku mengenakan pakaianku di bantu oleh Ibuku.
"Terima kasih Ibu, sudah mau membantu Adrian. Untuk mengenakan pakaian, Ibu kenapa menangis? Ibu tidak boleh sedih, harus doakan Adrian. Adrian akan berusaha untuk membahagiakan Ayah dan Ibu, Adrian akan membungkam orang-orang yang menghina keluarga kita. Dengan segudang prestasi yang Adrian miliki," ucapku sambil tersenyum dan memeluk Ibu.
"Tidak Nak, Ibu tidak menangis. Ibu hanya kelilipan nak, pasti Ibu akan selalu mendoakan kamu nak. Semoga kamu sukses nak," ucap Ibu sambil mengecup keningku dengan penuh kelembutan.
Aku tau, Ibu sedang berbohong. Tidak mungkin, Ibu kelilipan. Pasti Ibu menangis, karena keadaan kami. Karena di hina miskin oleh mereka. Memang di dalam kehidupan, ada orang-orang yang suka, ada yang tidak suka kepada kita. Di dunia ini, juga ada dua pilihan. Menjadi orang baik, atau menjadi orang jahat. Tetapi aku memilih menjadi orang baik, orang yang tidak bersikap kasar dan arogansi.
Tetapi aku tidak mau, menjadi orang jahat. Orang yang tidak suka, dengan kita abaikan saja. Kita harus selalu berbuat baik kepada orang lain. Kejahatan tidak harus di balas dengan kejahatan. Tetapi kita harus membalasnya dengan kebaikan. Satu lagi, yang perlu di tambahkan. Balas kejahatan itu, dengan segudang prestasi. Supaya mereka bungkam, dan tidak lagi berani menyepelekan kami.
Hari berlalu dengan baik, aku tidak lagi berada di rumah sakit. Sekarang aku sudah sekolah. Aku senang dan bahagia, karena aku sekarang mendapatkan nilai tertinggi pada saat ulangan.
Aku kira, Toni dan anggotanya yang berada diurutan pertama, nyatanya tidak. Tono sangat murka saat tahu nilainya rendah karena kemarin aku tidak memberikannya jawaban. Sepulang sekolah mereka menghadang dan menghukumku karena sudah berani melawan dengan cara yang halus.
Bersambung.