Six

1219 Words
"Wickley ... sebut namaku seperti itu, Sayang." Bisikan sensual itu bagaikan mantra yang menggerakkan bibir wanita itu terus menjeritkan nama sang pria. "Yeah, begitu jeritkan terus, terus ...." Alona memukul keras kepalanya, membawa tubuhnya beguling-guling di bawah selimut. Pemikiran macam apa itu tadi? Kenapa harus di ingat-ingat. Ia menyumbulkan sedikit wajahnya dari balik selimut, mengawasi keadaan kanan dan kiri, setelahnya kembali beguling-guling sambil menahan jeritan kecilnya, dia persis seperti orang gila saat ini. Beberapa menit kemudian, dirinya mendengar suara bel. Meski merasa heran, Alona tetap berjalan keluar untuk membuka pintu. Seorang petugas apartemen berdiri lengkap dengan seragamnya. "Permisi, Nona, seorang petugas rumah sakit menitipkan ini untuk anda,” ucapnya sopan. "Apa ini?" Alona menautkan alis bingung seraya membolak balik box kecil berlogo rumah sakit Las Vegas di tangannya. Alona akan mengatakan bahwa kiriman ini bukan untuknya atau untuk orang lain kalau saja namanya tidak tertera jelas disana. Benar-benar aneh, pikir Wanita itu. Ada beberapa obat, lengkap dengan aturan minumnya. Alona yang tidak punya ilmu apa-apa tentang kedokteran tentu saja merasa bingung, untuk apa semua obat ini. Entahlah, semuanya terasa membingungkan untuknya. Diletakkannya obat tersebut di dalam laci, dunia itu kejam, dia tidak mau melakukan hal ceroboh. Sebelum petugas tadi pergi, Alona sempat menanyakan tentang p********n obat tersebut, tapi sang petugas hanya menggeleng seraya tersenyum gugup. Sungguh hal yang sangat mencurigakan. --- Alona membanting pintu karena kesal, setelah bersusah payah membujuk petugas CCTV untuk mengizinkannya melihat rekaman kemarin siang di lorong apartemennya Alona malah tak mendapat hasil apa-apa. Tak ada seorang pun yang masuk ke kamarnya, lalu siapa yang membawanya kembali ke apartemen siang itu? Wanita itu sempat berpikir bahwa ada ilmu sihir yang mengelilinginya, tapi cepat-cepat ditepisnya pemikiran tersebut. Ia tak percaya masih ada orang kolot yang melakukan hal tidak masuk akal seperti itu. Alona duduk bersandar di sofa, tangannya sibuk memindahkan channel TV, pikirannya yang semula menerawang jauh tiba-tiba berfokus pada suara seorang reporter yang sedang menyampaikan berita terkini yang menjadi perbincangan hangat banyak orang. Seorang pria yang jarang menampakkan dirinya di publik, kemarin terlihat menginjakkan kaki di atas lantai sebuah gedung yang diberi garis terlarang oleh dirinya sendiri. Wickley Watson, tampak berkunjung ke salah satu pusat perbelanjaan milik ayahnya, yang kita semua tahu bahwa mereka tidak memiliki hubungan yang dapat di kategorikan baik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa perpisahan kedua orangtuanya membuat hubungan ayah dan anak ini merenggang. Lantas, apa yang dilakukan pria yang digadang-gadang sebagai pria yang paling diminati wanita kota Las Vegas itu di sana? Begitulah yang dapat ditangkap indera pendengaran Alona, setelahnya dirinya melihat beberapa foto candid pria itu menggunakan setelan jas serta kacamata hitam sedang berada di sebuah pusat perbelanjaan yang tentu saja terasa familiar untuknya. Perut Alona tiba-tiba terasa mual, dengan tergesa ia menuju kamar mandi. Gejolak itu semakin menjadi hingga kepalanya menjadi pening. Ia bersandar pada dinding sambil terengah, tak sengaja menyentuh sesuatu hingga benda itu jatuh ke lantai dan menumpahkan isinya. Anehnya, harum dari cairan itu membuat perut Alona menjadi tenang, wangi yang terkesan maskulin begitu tidak asing di indera penciumannya, yang tanpa sadar membuatnya merasa nyaman. Setelahnya ia kembali duduk di ruang santai sambil meminum s**u. Suara bel apartemen terdengar, membuatnya mengernyitkan dahi bingung. Wanita itu berjalan mendekati pintu, lalu membukanya lebar. Seketika saja ia memekik senang mendapati seseorang yang ditunggu-tunggunya berdiri tegap di depan pintu apartemen. "Danuuu ...." Alona memekik girang. "Hello, cantik!" Pria itu tersenyum lebar seraya merentangkan tangannya. Langsung saja Alona memeluk tubuh tinggi di depannya dengan penuh rasa senang. "Kenapa lama?" tanya Alona cemberut. "Namanya aku cuma pekerja biasa, Al, harus nurut apa kata bos," sahut pria itu santai. Danu Wibarata, saudara sepupu Alona dari pihak ibu yang beberpa hari ini ia tunggu-tunggu kabarnya. Pria itu punya tubuh yang tinggi, dengan wajah yang bisa membuat para gadis menengok dua kali. Tapi seperti itulah hidup, semua orang punya kelebihan dan kekurangan, termasuk Danu ini, dan kekurangannya hanya Alona yang dipercayai untuk mengetahuinya. Wanita itu menarik Danu masuk, tak sengaja dia melihat seorang bodyguard yang sedang menatapnya sambil menerima telepon. "Kenapa banyak pria seperti itu di depan apartemenmu?" Danu menyadarkan bahu pada lengan sofa. ”Seperti sedang menjaga putri raja saja,” cibirnya. Alona menggeleng tanda tidak tahu. "Mungkin pemilik apartemen di seberang termasuk orang penting," sahut wanita itu. Danu tampak berpikir. "Sangat janggal menurutku," gumamnya. "Jangan mengurusi urusan orang lain, sekarang mana oleh-olehku?" Alona mengulurkan tangan meminta. Danu mendengus. "Dasar perempuan," cibirnya. Alona tak peduli, dia tetap mengulurkan tangan tanpa terpengaruh pada perkataan Danu. Sedari dulu, Alona memang paling dekat dengan sepupunya ini. Bahkan saat rumah mereka bersebelahan, Alona dan Danu selalu bersama, pergi dan pulang sekolah berdua, hingga akhirnya pria ini memutuskan untuk merantau ke luar negeri lima tahun yang lalu. "Aku bakalan kasih, tapi setelah kamu cerita." Danu melipat kedua tangan di d**a. Alona menurunkan tangan seraya tersenyum masam, tahu ke mana arah pembicaraan ini. "Kamu udah tahu." Alona berkata seraya memandangi kukunya. Danu memejamkan mata, terlihat dahinya berkerut dalam tanda ia menahan gejolak di d**a. "Ceritain yang lengkap," pintanya. Alona meremas telapak tangannya, merasa gugup sekaligus ... takut. Dulu, semenjak ayah Alona pergi entah kemana bersama wanita lain, orang yang selalu menjaganya adalah Danu. Setiap ada seorang pria yang berniat main-main, akan segera diberi pelajaran olehnya. Danu tak membiarkan seujung kuku pun dari Alona yang bisa disentuh oleh pria b******k. Tapi sekarang, wanita itu malah melemparkan dirinya sendiri ke dalam kubangan itu. "Aku cerita nanti, tapi kita makan dulu, Aku lapar," ujar Alona ragu-ragu. Pria itu menatapnya lurus untuk beberapa saat sebelum ia menghembuskan napas panjang. "Oke," sahutnya. Keduanya memilih untuk menkmati makan malam di sebuah restoran tengah kota, Alona yang berniat mengulur waktu tak bisa berbuat apa-apa ketika pria di hadapannya kembali menccecarnya dengan mata tajam. "Cerita," ucap pria itu seraya melipat kedua tangan di d**a. Alona meneguk sisa minumannya sambil cemberut. "Aku hamil," cicitnya. Danu menipiskan bibir mendengar pengakuan Alona, dia sudah tahu, tapi mendengar hal ini secara langsung dari bibir adik sepupunya itu membuat rasa kecewa menyentilnya. Dia menyayangi Alona tulus, dan merasa kecewa pada pilihan yang wanita itu ambil. "Al, kamu tahu konsekuensi pilihanmu?" Alona mengangguk mantap. "Kamu yang paling tahu sehancur apa aku karena penghianatan," bisiknya memelas. Danu mengangguk mengerti. "Tapi, bukan berarti semua pria itu seperti ayah kamu." Alona membuang muka. "Dia bukan ayahku!" bantahnya. "Terserah kamu." Danu mengangkat tangan. "Aku mau tanya satu hal." Alona diam menunggu pertanyaan yang akan pria itu ajukan. "Kamu senang hidup tanpa ayah, Al? kamu bahagia waktu ada orang yang jahatin kamu tapi kamu nggak bisa ngadu? Kamu nggak iri sama anak perempuan lainnya yang bisa peluk-peluk ayahnya? Kamu nggak rindu dimanja-manjain ayah kamu?" tanya Danu bertubi-tubi. Wanita itu diam membeku. Bahagiakah ia? Sejujurnya Alona begitu merindu pada masa di mana sang ayah begitu memanjakannya. Mengajari bersepeda, membelikan bermacam-macam boneka. Itu sebabnya dia begitu terluka ketika tahu ayahnya memiliki keluarga baru lagi. Sebuah perasaan yang tidak dimengerti anak seusianya dulu. Alona memilih menggelengkan kepala, tapi matanya sudah berkaca-kaca yang memberi jawaban seratus persen lebih akurat bagi Danu. "Bohong!" Danu meraih kedua pundak wanita itu dan mendekatkan tubuh mereka sehingga Danu bisa menatap jauh ke dalam mata Alona. "Semua anak butuh ayah, Al," ucapnya tegas, "tanpa terkecuali!" Alona terpaku dengan tatapan serius sepupunya itu, sampai akhirnya suara hantaman keras dari sudut ruangan menyadarkan wanita itu. Pandangannya spontan tertuju ke sana, dan yang ada di depan mata Alona membuatnya merinding dan nyaris pingsan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD