Penemu Ponsel Jya

1817 Words
^.^ Setelah beberapa menit yang lalu ruangan kerja Jya kembali sunyi karena sang Tamu tanpa diundang sudah pergi dengan raut wajah kesal karena tidak dapat mencapai tujuannya memerintah Jya untuk menuruti keingannya. Jya menatap pintu tempat terakhir wujud sang Kakak keluar dari ruangannya. Wajah datar Jya beralih menunduk menatap kertas yang tadi sedang digambar bertemankan dengan sebuah pensil yang sedang dia gunakan untuk membentuk pola design gaun yang sedang dia rancang. Tapi tidak tahu kenapa, perasaannya untuk menggambar melanjutkan designnya terganggu dengan perasaan bersalah karena telah berkata cukup kasar pada sang Kakak beberapa menit yang lalu. Tangan menopang kepala Jya di atas meja. Tiba-tiba pandangannya teralihkan kepala sebuah buku tulisannya di atas meja yang sama dengan meja kerjanya yang cukup berantakan dengan kertas yang berceceran, alat tulis, satu set pensil warna polychromos, dan buku sampul berwarna gradasi ungu dan biru tua dengan judul bertuliskan Not Prince and Princess, dengan tebal halaman tak kurang dari 600 halaman. Melihat buku itu dia kembali teringat perkataannya tadi, dan acara sehari sebelumnya. “Bagaimana bisa aku tersesat sampai ke sana?” “Apakah ini takdirku untuk bertemu dengan seseorang yang membuatku mendengar tawanya walau dia sedang tidak ada.” “Apakah aku menjadi gila cuma karena mengagumi seseorang?” “Secara logika, aku tidak seharusnya mengagumi orang seperti dia. Dia sudah dikenal playboy oleh mahasiswanya dan itu terbukti. Tapi kenapa aku ikut mengaguminya?” “Apakah tukang khayal ini bermimpi dicintai oleh seorang pria tampan dan berpendidikan tinggi seperti dia?” “Lucu sekali. Jika Kak Aleta tau ini, dia pasti akan memaksaku untuk datang ke firma hokum itu lagi dan juga menyuruhku untuk melanjutkan pendidikan strata dua.” “Apa tujuannya begitu murni untukku? Hahaha! Kebohongan besar dari pikiranku sendiri.” Tanpa Jya sadari dia melamun berbicara dengan pikirannya sendiri membahas tentang kehidupannya yang membingungkan itu. “Sudah berapa tahun aku tidak bertemu dengannya? Barra aku berharap kita bertemu lagi dengan kondisi yang masih sama, sama-sama sendiri dan saling menunggui.” Lalu Jya bangkit berdiri dan keluar dari ruangannya. Namun, beberapa langkah hendak mencapai pintu keluar dari butik miliknya. Pintu itu sudah terdorong dari luar lebih dulu oleh seseorang yang berasal dari luar. Bukan tidak terlihat jika akan ada yang masuk ke dalam butik itu dari dalam, tapi karena Jya terlihat terlalu sibuk dengan pikirannya sampai-sampai dia tidak menyadari dua sahabatnya berada di luar masuk mengunjungi butik sang Sahabat. “Eh! eh! eh! Mau kemana kamu?” tanya Zika yang tadi mendorong pintu. “Em? Oh hai! Kalian mampir? Dari mana?” tanya Jya saat menyadari Zika sudah berada di depannya tadi menegurnya karena terlihat sekali bahwa Jya sedang berjalan tapi sambil melamun. “Kamu tidak sadar tadi kami masuk?” tanya Rifa. Jya terlihat tersenyum kecil merasa bersalah. “Maaf tadi mungkin aku melamun. Terlalu banyak pikiran sampai tak sadar kalian masuk,” ujar Jya. “Kamu memang selalu banyak pikiran,” timpal Zika. “Eum… kalian cuma berdua? Ada acarakah hari ini?” tanya Jya kebingungan melihat dua sahabatnya yang sedang menatap dia dengan tajam. “Aku melupakan sesuatu ya?” tanya Jya dengan hati-hati sambil menunjukkan tatapan bingung, bertanya, dan juga was-was Zika akan mengamuk. “Hmm…!? Apa gunanya uang banyak! Hp mahal! Tapi kalau tidak bikin kelancaran urusan sih Rif? Heran aku, gini banget punya sahabat, berat banget hidupnya!” keluh Zika. Rifa terkekeh melihat Zika yang terlihat frustasi karena sebenarnya dialah yang paling banyak menghubungi Jya untuk acara mereka hari itu. “Hahaha… kamu gak check hp kamu lagi ya? Atau habis batrai lagi? Lupa ngecharger lagi?” tanya Rifa yang lebih terdengar dengan kesan tudingan. “Tidak! Hpnya aktif kok, Rif. Panggilannya masuk pesan masuk, sengajanya aja gak telepon gak diangkat dan w******p gak dibaca apalagi mau dibalas!” tuding Zika dengan wajah kesal pada Jya. Jya meringis melihat kemarahan Zika padanya. Walau ini bukan kali pertamanya dia melakukan kesalahan seperti ini tapi tetap saja melihat Zika dengan mulut cerewetnya pada Jya sangat membuat Jya merasa dia sangat bersalah di sini. “Maaf-maaf Ka, bukan aku sengaja gak angkat gak baca. Tapi lupa letak hpku itu dimana, suka aku cari minta bantu staff malah tapi tetap gak ketemu. Apalagi mode hp aku waktu itu mode silent karena acara itu aku gak mau bunyi hp aku mengganggu acara. Tapi pas pulang aku malah lupa dimana aku meletak hpku itu,” tutur Jya jujur. Jujur saja ponselnya memang hilang semalam, dia sadar saat hari sudah senja saat dia ingin mengecheck jadwal yang dia miliki untuk beberapa hari ke depan. Tapi sayangnya dia tidak menemukan ponselnya. Pagi ini, staff datang ke butik dia pun meminta bantuan pada staff yang baru datang untuk menghubungi ponselnya yang hilang itu. “Hah? Hpmu hilang?” “Kok bisa?” “Ya bisa, ini buktinya hp aku sudah gak ada. Hilang semalam baru sadar senja pas aku mau check jadwal. Aku juga tidak pulang ke rumah karena aku yakin hp aku tidak di rumah karena sudah dua hari aku tidak pulang ke rumah,” jelas Jya. “Kamu tidak pulang lagi? Kenapa gak bilang sih! Kamu bisa nginap dulu di apartment aku!” ucap Zika tidak suka. “Aku tidak maulah ganggu pengantin baru,” balas Jya. “Jya! Ish kami sudah nikah delapan bulan apanya yang masih baru!” ucap Zika tidak terima. “Ya itu masih baru, iyakan Rif?” tanya Jya meminta dukungan dari Rifa yang dari tadi memperhatikan dua sahabatnya bertengkar. “Iya lumayan baru. Tapi bukan soal itu sekarang ini. Urusan hp kamu, jadi mau kamu cari atau bagaimana?” tanya Rifa sambil menatap Jya. “Eum….” Jya terlihat menggelengkan kepalanya. “Tidak tau. Kalau hp itu masih rezeki aku pasti nanti aku ketemu kok sama hp itu lagi. Kalau tidak aku beli baru aja,” tutur Jya. “Orang kaya! Mah! Enak beli-beli baru aja!” ujar Zika menyindir Jya. “Gak sayang apa dia sama data di dalamnya,” tambahnya. Jya tersenyum mengalihkan pandangannya pada Zika. “Gak papa selagi punya. Jangan pelit-pelit sama diri sendiri. Lagi pula hp itu benda penting buat kerjaan, kalau untuk data. Syukurkan aku selalu bikin cadatang otomatis cuma gak tau itu ada pencadagan terbaru atau engga kemarin,” jelas Jya. “Benar kata Jya. Kamu ini jangan pelit-pelit sama diri sendiri,” tegur Rifa menimpali ucapan Jya yang tertuju pada Zika. “Hei! aku bukan pelit ya… aku cuma hemat aja kok,” sanggah Zika tidak terima. “Iya-iya,” sahut Rifa. “Kam-/” Ucapan Zika terpotong akibat sebuah getaran dan suara halus dari dawai bergetar di dalam tas dia yang apit di ketiaknya. Dia langsung merengkuhnya dan melihat di layar touchscreen nama yang dia kenal sedang menghubunginya. “Ini kontak ponsel kamu yang nelpon,” kata Zika dengan raut bingung. “Mungkin itu yang nemuin hp aku yang hilang!” ujar Jya dengan bersemangat. “Angkat-angkat!” perintah Rifa. “Iya-iya. Hallo? Kamu yang menemukan hp teman saya?” tanya Zika to the point. “Astaga…” Rifa geleng-geleng kepala melihat kelakukan sahabatnya itu. Sedangkan Jya menunggu kelanjutan dari penelpon itu. “….” “Oh… gitu. Memang dia pelupa, maklum ajalah namanya juga sudah tau,” sahut Zika “….” “Anda bersedia mengantarkan?” “….” “Oh… nyuruh orang. Oalah boleh-boleh, terimakasih banget mau direpotkan,” seru Zika yang membuat dua orang yang sedang mendengarkannya bingung apa yang sebenarnya sedang penelpon itu bicarakan pada Zika. “….” “Butique Sera N Jana, Jalan Saranjana. – oalah bukan-bukan! Bukan kota Saranjana itu, dicari di google maps juga gak bakal ketemu… – nama jalannya jalan Saranjana. Jalan besar utama di pusat perbelanjaan Distrik 13 pertokoan fasion− nah iya… bener yang gedung kembar empat tadi bukan kembar siam itu. Di jalan Saranjananya, bukan yang Boya, itu jalan utamanya. – iya-iya, cari aja nanti tulisan Butique Sera N Jana. Dua kata inti dengan satu kata penghubung N dengan huruf bukan tulisan dan bahasa Inggris, bacanya aja yang N. – iya-iya terimakasih sekali lagi mau direpotkan.” Sekilas percakapan yang dapat didengar oleh Jya dan Rifa. Setelah Zika menutup panggilan dari nomor kontak Jya itu, dia kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas. Sedangkan Jya dan Rifa tak henti menatapnya meminta penjelasan. “Apa?” tanya Zika dengan raut wajah menyebalkan. “Penasaran ya…? Kepo ya…?” ujar Zika dengan wajah menjengkelkannya. “Zika, aku tidak mau memecat sahabat cuma gara-gara kamu ya…,” tegur Rifa. “Yiilah Ibu Direktur, jangan marah-marah sabar atuh sebentar,” balas Zika. Sedangkan Jya Nampak menatap Zika dengan pandangan bertanya-tanyanya. “Orang tadi yang nemuin hp aku? Dimana dia?” tanya Jya pada akhirnya dia menyerah menunggu Zika menjelaskan sebelum dia bertanya. “Kampus Lancang Kuning. Katanya tertinggal di gedung auditorium. Ditemuin sama dosen di sana, jadi yang nelpon tadi dosen yang nemuin. Dia sudah nemuin ponsel itu dari semalam cuma dia sibuk jadi lupa balikin ke kamu. Nah nanti dia bakal nyuruh orang buat minta bantuan ngantar itu hp karena kalau dia sendiri belum ada waktu buat pergi-pergi katanya,” jelas Zika. “Jadi nanti ada yang mau mengantar hpnya Jya ke sini?” tanya Rifa memastikan. Zika menganggukkan kepalanya. “He euh, tunggu aja dulu setelah hp kamu sampai baru kita pergi,” kata Zika. Jya tertarik, dia memandang Zika. “Memangnya ada acara apa? Kita mau kemana?” tanya Jya. “Makan siang bareng aja sih,” jawab Zika. “Nadia mau cerita katanya,” tambah Rifa mengatakan. “Tapi sekarang sudah jam makan siang, tidak apa kah Nadia sama Ema menunggu kita? Bisa aja agak lama,” ujar Jya. “Biar aku kasih tau mereka buat nunggu sebentar lagi,” kata Zika. “Oh… ok.” Jadilah mereka menunggu untuk beberapa menit berikutnya di butik Jya, menunggu orang yang akan mengantar ponsel Jya yang tertinggal itu. “Lain kali coba perhatian sedikit dengan hp mu itu, jangan sampai tertinggal sembarangan tempat. Syukur tertinggalnya di kampus dan ditemukan sama orang jujur coba kalau yang menenukan bukan orang jujur, jangan haraplah itu hp kembali lagi ke kamu,” ceramah Zika mengingatkan Jya. “Iya-iya, kemarin terlalu sibuk yang mengantri untuk tanda tangan buku semalam itu cukup panjang,” jelas Jya. “Yang banyak fans emang beda ya Rif.” Zika berujar sambil menoleh melihat kearah Rifa. Rifa tersenyum. “Ada yang menarik gak waktu ngisi seminar semalam?” tanya Rifa pada Jya. “Ha? Yang menarik? Apa yang menarik?” tanya Jya tidak mengerti dengan pertanyaan Rifa. “Itu loh Jya… yang ganteng menarik hati gitu,” timpal Zika, kemudian dia menoleh melihat Rifa. “Tapi masa iya sih Rif, Jya tertarik sama gondrong?” tanya Zika pada Rifa. “Ha? Gondrong?” tanya Jya pula. “Brondong Zik…. Astaga hahaha.. ada-ada saja kau ini.” Rifa gemas melihat kelakuan sahabatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD