"Aku pulang." Isla memasuki rumahnya dan ia langsung merebahkan tubuhnya di atas permukaan sofa dengan kedua mata yang langsung ia pejamkan.
Namun selang beberapa detik setelahnya gadis itu kembali membuka kedua matanya saat menyadari kalau rumahnya dalam keadaan yang begitu sepi, beda seperti biasanya.
Isla langsung meletakkan tasnya asal dan gadis itu pergi ke dapur dan ibunya tak ada di sana.
"Rhys?" panggilnya seraya memeriksa setiap sudut ruangan namun ia tak menemukan anjing di sana. Ia beberapa kali memanggilnya sebelum akhirnya naik ke atas dan memeriksa kamarnya.
"Rhys?" Kamarnya dalam keadaan kosong, tak ada Rhys di sana. Lalu berjalan menuju jendelanya dan melihat ke luar namun Rhys tak ada di sana. "Ke mana dia? Apa dia kembali ke Trollehallar sendirian?" gumamnya. Ia lalu kembali keluar dari kamar untuk memeriksa di belakang rumah.
"Apa dia sedang pergi dengan ibuku?" gumam Isla, namun rupanya dugaannya kali ini salah, karena ia menemukan Rhys tengah duduk di ayunan yang ada di belakang rumahnya.
"Kau di sini rupanya." Isla berjalan mendekati Rhys.
"Ah, kau sudah pulang?" Rhys tersenyum tipis melihat Isla yang berjalan ke arahnya.
"Aku mencarimu. Kupikir kau sudah kembali ke Trollehallar sendirian," ujar Isla seraya mendudukkan tubuhnya di bangku yang ada di sebelah ayunan.
"Maaf, ya." Tiba-tiba Rhys meminta maaf, membuat Isla yang mendengarnya langsung menatapnya dengan kedua alis yang bertaut.
"Kenapa kau tiba-tiba minta maaf?" ujar gadis itu.
"Karena aku tadi tidak menolongmu. Kau pasti mengalami kesulitan menghadapi Tao dan juga Aric."
"Kau ... " Kedua mata Isla membulat, "Ba-bagaimana kau bisa tahu kalau tadi mereka menemuiku?"
"Semuanya bisa dengan jelas terlihat. Salju yang turun tadi pagi, itu tidaklah wajar. Dan— kau masih menyimpan ketakutan dari pertemuan kalian tadi siang hingga saat ini, harusnya aku membantumu tapi yang aku lakukan hanya berdiam diri di sini."
"Ya ampun, kau tidak perlu minta maaf. Oh, iya, sini biar kulihat kakimu." Isla tiba-tiba duduk di depan Rhys dan melihat kaki pria itu. Perbannya sudah dilepas dan bekas lukanya sudah mulai menghilang.
"Masa pemulihanmu lebih cepat dari pada manusia, aku jadi kagum," ujar Isla.
Rhys tersenyum menanggapinya. "Semua mahluk pasti memiliki kelebihannya masing-masing, jadi kita semua harus tetap bersyukur," ujarnya. Di detik berikutnya kedua mata milik Rhys berubah merah dan dengan segera ia berdiri lalu menarik Isla ke belakangnya, membuat gadis itu terkejut.
"A-ada apa?" Isla menatap Rhys yang terlihat memeriksa sekitar dengan kedua mata yang tajam.
"Matanya berubah jadi merah, itu artinya akan terjadi hal yang buruk," batin Isla. Ia ikut mengedarkan pandangannya namun gerakan Rhys terbilang sangat cepat. Pria itu langsung menggendong Isla tepat ketika seseorang muncul di belakang mereka.
"Refleks yang bagus, Rhys. Awalnya aku berpikir kalau kemampuanmu akan berkurang karena tinggal bersama dengan manusia, tapi rupanya dugaanku salah. Gerakanmu semakin cepat, mungkin karena kau tengah melindungi seseorang yang—" Kai menghilang dengan cepat dan langsung berpindah ke tempat lain saat Rhys hampir menyentuh wajahnya dengan sebuah kepalan tangan.
"Kau tidak santai, Rhys. Padahal aku datang ke sini dengan cara yang baik-baik," ujar Kai seraya menatap Isla yang berdiri tidak jauh di belakang Rhys.
Menyadari tatapan Kai mengarah pada Isla, Rhys langsung mengambil tindakan dengan cepat. Ia menghalangi pandangan Kai dan langsung melayangkan salah satu kakinya tepat mengarah pada Kai namun pria itu kembali berhasil menghindar.
"Wah, ini tidak bagus. Lihatlah, Rhys. Kita datang ke sini untuk mengambil beberapa energi untuk Betelgeuse, bukan untuk melindungi manusia."
"Sudah kukatakan padamu kalau kita tidak melakukan kekerasan di sini. Kita tidak akan merampas apa-apa karena tujuan kita ke sini hanya untuk memeriksa," tegas Rhys.
"Tapi kau sendiri membuat kesalahan karena terlibat dengan manusia. Dan aku juga tak keberatan mengubah semua rencana kita. Kau, bisa kulaporkan kepada raja dan— kau akan kami asingkan di sini." Salah satu sudut bibir milik Kai naik.
"Aku tidak bodoh, Kai. Sejak awal, rencana kita memang sudah berubah gara-gara kau!" tukas Rhys. Ia berhasil mendaratkan sebuah pukulan ke permukaan wajah Kai dengan serangan tiba-tiba, membuat Kai tak sempat berteleportasi.
"Dengan menyerah atau tidak Rhys padamu, semuanya akan berakhir sama saja. Kau tetap akan memporak-porandakan planet ini." Isla ikut bersuara, membuat Kai langsung menatap tajam padanya.
"Aku tidak ada urusannya denganmu, jadi sebaiknya kau menutup mulutmu sebelum aku mematahkan tulang-tulangmu—"
"Tutup mulutmu!" Rhys memukuli Kai berkali-kali namun kali ini serangannya bisa ditangkis oleh Kai.
"Hugo!" Kai tersudut dan ia dengan segera mendorong tubuh Rhys dan berlari ke arah lain.
Kedua mata Isla dibuat terpukau pada sebuah burung phoenix api yang tiba-tiba muncul entah dari mana, bersamaan dengan Kai yang berlari padanya.
Rhys mulai disibukkan dengan serangan dari Hugo dan pria itu menyadari dengan betul ke mana tujuan Kai. Ia segera berlari menarik Kai namun pria itu menghilang saat Rhys hampir berhasil menyentuh pakaiannya.
Kai dengan cepat berpindah ke belakang Isla dan hampir saja mendapatkan gadis itu, sebelum akhirnya Isla terlebih dulu sadar dan gadis itu menendang kaki milik Kai hingga pria itu rubuh.
"Kenapa kalian mengincar Isla?!" Rhys menatap Kai dan Hugo secara bergantian.
"Bukan urusanmu." Hugo menyeringai. Burung phoenix di belakangnya seketika mengepakkan sayapnya dan udara berubah menjadi begitu panas, membuat rerumputan di sana berubah menjadi kering.
"Isla, menghindar!"
Isla langsung berlari menjauhi Rhys saat sebuah serangan dilakukan. Beberapa batu dan kayu berterbangan melewati Rhys dan langsung mengarah pada Kai dan juga Hugo, sebelum akhirnya Rhys pergi kembali ke sebelah Isla.
"Tutup matamu," ujar Rhys pelan.
Isla menurut dan gadis itu segera menutup kedua matanya. Ia tak mendengar apa-apa selama beberapa saat sebelum akhirnya semuanya menjadi hening, lalu berubah menjadi begitu bising dan ia bisa dengan jelas mendengar suara angin dan juga petir.
Kedua mata Isla terbuka tanpa diperintah. Ia menatap ke sekitar yang tampak begitu asing. Kepalanya menengadah ke atas, menatap langit yang begitu mendung dengan kilatan-kilatan petir. Ia seperti berada di planet lain yang entah apa namanya.
Jupiter, mungkin? Tapi tak mungkin karena Jupiter terbentuk dari gas yang membuatnya tak mungkin bisa menapakkan kaki di sana terlebih di sana terdapat sebuah daratan.
"Ini ... di mana?" tanyanya pada Rhys yang kini tengah mengatur napas.
"Kau terlalu banyak menggunakan energimu untuk sampai ke sini, Rhys."
Isla menatap ke sumber suara dan ia menemukan Tao di sana.
"Kau membawa gadis itu?" Tao menatap sosok yang ada di belakang Rhys.
Tidak lama setelahnya Kai dan Hugo datang menyusul, dan Rhys menyadari kedatangan mereka berdua.
"Kau membawanya ke dalam bahaya, Rhys." Kai menyeringai tipis.
"Tentu saja ini tidak seperti yang kalian pikir." Rhys langsung memutar tubuhnya mengadap isla dan menutup kedua mata gadis itu dengan tangannya.
"Maaf." Pria itu berujar pelan sebelum akhirnya semua pandangan Isla benar-benar berubah menjadi gelap sepenuhnya.
—TBC