Episode 9
#Kasandra
Petunjuk pertama
"Apa yang kau lakukan? Cepat bereskan kekacauan ini sebelum ada yang melihatnya." bentak Luiz.
Kasandra tersadar dari lamunan. Buru-buru gadis itu membereskan kertas yang berjatuhan berdasarkan warna dan kode yang terdapat dalam kertas tersebut. Setelah selesai merapikan, Kasandra meletakkannya di hadapan Luiz.
"Anggap saja kau tidak melihat dan tidak mendengar apapun yang terjadi hari ini."
"Baik pak."
"Kau boleh pulang." usir Luiz.
Alih-alih pulang, Kasandra memilih ke dapur dan membuat secangkir kopi untuk Luiz. Kasandra yakin, Luiz pasti menghabiskan waktu lebih lama di kantor hari ini. Sesaat gadis itu melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 5 sore.
"Kenapa kau masih disini? Aku sudah memintamu pulang." ujar Luiz acuh.
"Saya pikir bapak pasti butuh kopi untuk sekedar menjernihkan pikiran."
Luiz mengerutkan kening. "Dari mana kau mengetahuinya?"
"Pak Randy yang mengatakan itu. Jika bapak marah-marah, pak Randy meminta saya membuatkan bapak secangkir kopi. Oh iya, soal ponsel ini, saya tetap akan menerimanya meskipun harga ponsel saya tidak sebanding dengan harga ponsel yang bapak beri." jelas Kasandra.
"Apa kau juga akan menerima ponsel dari Leon?" tanya Luiz.
"Tidak pak. Bapak yang bersalah, jadi saya hanya menerima permintaan maaf dari bapak. Soal pak Leon, nanti saya yang akan bicara langsung pada beliau." ujar Kasandra ramah.
Luiz mendengus. "Soal tadi, kau tidak perlu melakukannya. Apapun yang terjadi, jangan berani-berani mendekati Leon. Tadi aku hanya emosi sampai-sampai memintamu merayu kakakku."
Kasandra mengangguk patuh. "Apa saya bahkan tidak boleh berteman dengan pak Leon?"
"Iya! Jauhi Leon dan jauhi orang-orang di sekitarku. Jika kau pintar, kau pasti paham kenapa aku menempatkan kau disini seharian." ujar Luiz dingin.
"Baik pak. Jika bapak bicara terus terang seperti ini, saya tidak akan salah paham lagi terhadap perlakuan bapak."
Luiz membuang muka. Sebenarnya laki-laki itu tak bermaksud menyulitkan Kasandra. Hanya saja, Luiz tidak mau Kasandra menyelidiki soal kematian adiknya. Jika Kasandra melakukan sesuatu, perusahaan mereka akan berada dalam masalah.
***
"Aku mengingatnya dengan jelas. Judul kertas yang sama seperti kertas yang dipegang Karla adalah surat kontrak sewa dan pembelian properti perusahaan Antonius." jelas Kasandra pada Zidan.
Zidan berpikir sesaat sambil meletakkan tangan di bawah dagu.
"Artinya kau hanya harus mengumpulkan orang-orang yang berhubungan dengan kertas itu. Misalnya bagian pemasaran dan pemutusan kontrak. Hanya saja, kertas itu bukan hanya di pegang oleh pihak perusahaan. Pihak penyewa dan pembeli properti, pasti memiliki salinannya." jelas Zidan.
Kasandra menunduk lesu. Jika benar yang di katakan Zidan, artinya pembunuh Karla bisa jadi bukan orang yang bekerja di perusahaan Antonius.
"Tapi kau tidak perlu putus asa Kasandra. Karla memegang kertas itu dengan kuat itu berarti pembunuhnya benar-benar ada hubungan dengan perusahaan tempat kau bekerja. Menurutmu, mungkinkah Karla punya kenalan orang yang bekerja di perusahaan itu?" tanya Zidan.
"Entahlah, aku tidak begitu mengetahui pergaulan Karla. Terimakasih Zidan, sedikit banyak kita punya satu petunjuk."
"Ngomong-ngomong apa ada orang yang kau curigai?" tanya Zidan penasaran.
Kasandra menggeleng. "Sejauh ini belum ada. Ah kau pasti tidak akan percaya jika ku katakan kalau CEO Perusahaan Antonius adalah orang yang Arogan dan berhati batu. Dia membuatku tidak bisa melakukan apapun."
Zidan terkekeh. "Kau benar. Aku tidak begitu ingat siapa namanya, tapi salah satu CEO perusahaan itu memang memiliki karisma yang tidak biasa. Aura dingin dan tidak bersahabat, sangat kental mengelilingi laki-laki itu."
"Kau pasti sedang membicarakan Luiz Gabriel Antonius. Dia penguasa yang sangat diktator dan memuakkan." cecar Kasandra.
"Aku pernah cerita kalau kami menyelidiki kasus suap dan penipuan di perusahaan itu. Tapi pada akhirnya, kami terpaksa berhenti. Salah seorang CEO Antonius, meminta kasusnya di tutup tanpa menimbulkan keributan. Kau tau sendiri, hal-hal seperti itu sangat sensitif terhadap harga saham. Ku rasa kasus Karla juga di redam dengan cara yang sama." jelas Zidan.
"Apa menurutmu seseorang yang sangat berpengaruh di perusahaan itu tau sesuatu? Tidak mungkin perusahaan rela menutup kasus untuk seseorang yang tidak begitu penting." ujar Kasandra.
Zidan mengangguk. "Bisa jadi. Kau pernah menyerahkan bukti itu ke kantor polisi. Di kertas itu jelas tertulis nama perusahaan Antonius. Artinya polisi pernah menghubungi pihak perusahaan untuk mengkonfirmasi. Jika tiba-tiba kasusnya mereda bahkan sebelum sempat di selidiki, ada kemungkinan perusahaan Antonius sudah menutup mulut orang-orang yang bersangkutan. Kau tau, perusahaan itu benar-benar tidak tersentuh hukum."
Kasandra manggut-manggut mendengar penjelasan Zidan.
"Sepertinya hal ini akan semakin rumit. Doakan agar aku baik-baik saja sampai kasus Karla dapat diselesaikan." ucap Kasandra.
"Tentu, jaga diri baik-baik Kasandra. Kalau begitu aku pergi dulu." pamit Zidan.
"Hati-hati dijalan."
Kasandra melambaikan tangan menyaksikan Zidan berlalu. Dengan langkah gontai, wanita itu memesan taksi untuk pulang.
***
Saat hendak mulai bekerja seperti biasa, Kasandra di kejutkan dengan kedatangan Leon yang tiba-tiba. Kasandra memilih tetap mengerjakan pekerjaannya meski bingung kenapa Leon datang ke ruang kerja Luiz pagi-pagi seperti ini.
"Apa malam ini kau punya waktu?" tanya Leon.
"Bapak butuh bantuan?" Kasandra balas bertanya.
Leon berdecak sebal. "Berhenti bersikap formal jika kita cuma berdua Kasandra. Itu terdengar aneh."
"Tapi akan semakin aneh jika saya memanggil bapak dengan sebutan nama. Itu tidak sopan karena bapak atasan saya." balas Kasandra.
"Baiklah aku mengalah. Tapi sebagai gantinya kau harus ikut malam ini." ujar Leon.
"Tapi pak..."
"Aku tidak menerima penolakan Kasandra. Atau kau lebih suka jika aku memaksamu memanggilku dengan sebutan nama?" ancam Leon.
Kasandra menghela napas berat. "Baiklah, saya akan meluangkan waktu pak. Jam berapa?"
"Nanti kau pulang bersamaku. Kita harus mempersiapkan diri sebelum mengunjungi tempat yang akan kita tuju." jelas Leon.
"Kenapa bapak harus mengajak saya?" tanya Kasandra pelan.
Leon tersenyum lembut. "Aku ingin menunjukkan dunia yang berbeda padamu. Terlebih, kau memang pantas mendapatkannya."
"Tapi saya benar-benar tidak butuh imbalan pak Leon. Lagipula apa yang saya dapatkan sekarang, itu karena kemurahan hati bapak." jelas Kasandra dengan kepala tertunduk.
"Pokoknya jangan menolak. Sampai jumpa sore nanti."
Leon berlalu sambil bersiul riang. Kasandra hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Leon.
***
Kasandra buru-buru keluar dari ruang ganti demi untuk menghindari Leon. Siapa sangka, Leon justru sudah menunggu di pintu keluar sambil bersiul dan memutar-mutar kunci mobilnya. Kasandra hanya bisa mendesah pasrah sambil mengikuti langkah atasannya itu. Beberapa pasang mata mulai menatap Kasandra penuh tanya. Tak sedikit yang mulai bergosip dan berbisik tidak jelas.
Kasandra terpaksa menutup wajahnya dengan tas agar sebagai orang tidak menyadari siapa dirinya. Gadis itu baru bernapas lega saat sudah berada dalam mobil milik Leon.
"Seharusnya hari ini kau bisa senang. Bukankah Luiz tidak datang?" ujar Leon.
Kasandra tersenyum kikuk. "Bisa dibilang seperti itu. Karena pak Luiz tidak datang, setidaknya saya bisa duduk ketimbang berdiri seperti patung Pancoran."
Leon terkekeh. "Artinya kau punya tenaga yang cukup untuk menghadiri acara yang ku maksud tadi siang."
"Karena sudah janji, saya tidak akan mengingkarinya pak."
Lagi-lagi Leon berdecak sebal. "Please Kasandra! Kita tidak di kantor. Sekarang kita teman. Jadi, panggil aku Leon."
"Ah kau benar-benar membuatku tidak punya pilihan. Baiklah, mulai sekarang aku akan memperlakukanmu sesuai tempat dan keadaan." putus Kasandra mengalah.
Leon tersenyum senang. Tak berapa lama laki-laki itu menghentikan mobil di sebuah butik terkenal. Kasandra yang tidak tau apa-apa, hanya bisa menurut saat laki-laki itu memaksanya mencoba beberapa gaun.
"Tubuh nona ini benar-benar bagus tuan. Dia bisa memakai gaun apapun. Sepertinya dia cocok jadi model." puji pemilik butik saat Kasandra keluar dengan baju yang tadi di pilih Leon.
"Aku senang kau juga menyadarinya. Tapi sayang, nona ini sama sekali tidak suka dengan hal-hal yang berkilau." canda Leon.
Kasandra berdecak malas. "Sebenarnya kita mau kemana? Apa yang sekarang sudah cocok?"
"Kau cocok menggunakan apapun Kasandra. Tapi gaun berwarna merah marun ini, memiliki pesona yang mampu membuatmu terlihat berkali-kali lipat lebih bersinar." jawab Leon.
"Mata tuan sangat jeli."
Lagi-lagi pemilik butik memuji kecantikan Kasandra.
"Kami akan ambil yang ini." ujar Leon.
Kasandra hanya bisa melongo. Pasalnya, gaun yang saat ini dia pakai, bukan gaun yang bisa dia beli dengan menggunakan uang sebulan gaji.
To be continue...