Alunan Ar-Rahman yang Syahdu

2850 Words
"Kok gue gak pernah liat sih?" tutur gadis berkerudung biru. "Apa? Apa?" tanya temannya yang baru ikut bergabung. Gadis berkerudung hijau itu duduk di depan dua teman sejurusannya. Biasa, akan selalu ramai jika berbicara tentang lelaki kece. "Ituuuu calon ketua BEM fakultas!" teriak si kerudung hijau tapi dengan nada berbisik. Entah masih bisa disebut berbisik atau tidak, yang jelas nada berbisik itu cukup mengusik beberapa teman sekelas mereka yang sampai menoleh ke arah mereka. Anne yang duduk di sebelah gadis berkerudung hijau hanya diam, tidak mau mengikuti atau mendengar gosip itu tapi terlanjur tertangkap oleh telinganya. Alhasil, ia pasrah saja sambil mengerjakan tugasnya yang asli-parah ia lupa mengerjakannya. Ia memang pikun soal tugas juga barang-barang. Jadi jangan pernah menitipkan sesuatu padanya karena dapat dipastikan kalau barang itu tak akan pernah kembali pada pemiliknya. Dan untuk tugas ini, untungnya, ia masih punya waktu satu jam sebelum deadline pengumpulan tepat jam 12 siang nanti. "Siapa? Kak Nathan?" "Bukan! Bukan! Lawannya!" Kening si kerudung hijau mengerut. Ia benar-benar ketinggalan berita gegara bolos saat debat ketua BEM yang dilakukan kemarin sore hingga malam di aula fakultas. Aaah tapi ia memang agak malas sih menyaksikan debat itu. Ada hal lain yang lebih penting dan mendesak. "Oooh! Kak Hamas?!" seru si kerudung pink yang sedari tadi sibuk menyantap seblak yang dibelinya di dekat stasiun. Kedua pasang mata sahabatnya kini menatapnya seolah-olah berkata, 'kok lo tau sih?' "Gue udah kenal lama kali," ia seolah menjawab pertanyaan dua sahabatnya, Nia dan Raina. Walau keduanya tak bertanya langsung. "Tapi kok gue baru liat yak?" tanya si kerudung hijau, namanya Nia. "Iya lah. Setahun pertama, waktu kita masuk, dia ikutan exchange program ke Jepang. Terus balik-balik langsung nyalon deh," jelas si kerudung pink. Terang saja ia tahu karena punya pacar kakak tingkat. Oooh, si Raina mengangguk-angguk. "Ganteng sumpah! Gue baru liat ada cowok yang lebih ganteng dari kak Paijo di fakultas kita!" Sahabatnya, si kerudung pink, tertawa. Lucu mendengar nama Paijo disebut. Asal tahu saja, nama aslinya tentu bukan Paijo tapi Mandala. Entah kenapa berubah jadi Paijo. Mungkin karena nasib atau mukanya yang lawak? "Terus gimana hasil debat kemarin?" tanya Nia. "Gue bisa bilang, seri. Meski setahun gak di sini, Kak Hamas bisa mengejar ketertinggalannya. Dan kewibawaannya selama debat, diakui banyak mahasiswa." "Tapi Kak Nathan kan keren juga, Ji," tutur Raina. "Lu tau dari mana? Nonton aja kagak," semprotnya. Raina terkekeh. Iya sih. Meski diajak Jihan untuk menonton, saat akan tiba di aula, ia malah cabut. Lebih memilih menyingkir dari keramaian demi mengejar WiFi di ruangan kosong untuk drama Korea tercinta. Itu lah urusan pentingnya yang jauh-jauh lebih penting dibanding yang lain. Kalau Anne sih gak usah ditanya. Berhubung ia punya urusan kemarin untuk bantu kakak iparnya di Yayasan Pelangi, tentu saja ia melewatkan debat. Ia sudah berjanji untuk datang menghibur anak-anak di yayasan. Biasanya, ia yang paling terdepan dan selalu melontarkan isi pikirannya yang kritis. Tak pernah ketinggalan pula untuk bertanya ketika sesi bertanya dibuka. Tapi ia absen. "Berarti si Kak Hamas itu harusnya angkatan berapa?" tanya Nia. "Harusnya sih masuk semester tujuh." "Jadinya masuk semester lima?" Jihan mengangguk tapi ia juga tak yakin. Barangkali akan ada kebijakan fakultas. Cowok yang satu itu kan salah satu mahasiswa berprestasi tahun lalu dan mewakili fakultas mereka di tingkat universitas. Walau akhirnya, hanya menjadi pemenang ketiga. Tapi prestasinya patut dipertimbangkan. Barangkali, ia bisa duduk di semester tujuh seperti teman-teman seangkatannya. "Yeeey! Asyik dong kalau semester lima. Masih lama lulusnya! Kan mayan!" seru Nia. Kepalanya langsung ditoyor Raina. Jihan terkekeh melihat keduanya. "Lu, kalau ngaku nge-fans, harusnya seneng sama kabar yang baik-baik. Ini malah seneng dengerin lama lulusnya!" omelnya. Nia hanya mendengus tak bisa membela diri. "Alhamdulillah," gumam Anne yang akhirnya baru saja meng-upload tugasnya di web kampus. Ketiga sahabatnya menoleh lantas geleng-geleng kepala. Anne kalau sudah mengerjakan tugas, tak akan tahu apa-apa yang sedang terjadi. Bahkan meski terjadi gempa bumi sekalipun. "Ada tugas lagi gak?" tanyanya, memastikan. Teman-temannya kompak menghela nafas. @@@ "Ann!" Sesosok lelaki memanggil dari jauh. Lebih tepatnya, dari pintu masuk ruang BEM fakultas. Kebetulan Anne baru saja melintas dan menoleh dengan dramatis ala-ala drama Korea. Sayangnya, Paijo sudah tak terpesona. Hihihi. "Kenapa, Kak Jo?" tanyanya pada Paijo alias Mandala. Cowok ganteng nan kece itu memang lumayan dekat dengannya sampai-sampai banyak gosip-gosip bertebaran di sekeliling mereka. Banyak yang menduga-duga kedekatan keduanya. Meski yah, Anne tak pernah ambil pusing urusan itu. Baginya, untuk sesuatu yang disebut tidak penting tetap lah tidak penting. Ia tidak perlu mengklarifikasi apapun. Lagi pula ia siapa sih? Artiiis? Sampai perlu klarifikasi segala? "Kok lu manggil gue juga begitu sih?" Ia protes dan dibalas tawa oleh Anne. Gadis itu mendekatinya hingga berdiri di dekat pintu masuk BEM fakultas. Lagi pula, Anne merasa aneh kalau memanggilnya dengan nama Mandala. Rasanya kok gak cocok meski tampangnya ganteng ya? Mengingatkan Anne pada salah satu sepupu sablengnya. Jangan disebut deh. Anne takut kena s**l soalnya. Hihihi. "Lu belum ngirim CV ke sini? Gue tunggu-tunggu loh, Ann." Aah! Anne menepuk keningnya. Ia sangat-sangat pikun beberapa hari terakhir ini karena banyak kesibukan. Bahkan tugasnya pun agak terabaikan. Sementara Paijo hanya merasa heran. Karena kemarin-kemarin Anne yang terus menanyakan pendaftaran itu. Ketika pendaftaran dibuka, gadis itu tak kunjung datang untuk melamar. Padahal anak-anak seangkatan Paijo sudah menunggu-nunggu kedatangan Anne loh. Maklum lah, paras Anne yang cantik itu memang cetar membahana hingga menarik banyak perhatian kakak tingkat bahkan sejak awal OSPEK dimulai. "Lupa! Tapi file-nya ada sih. Cuma belum diprint!" "Ya udah lu print gih. Udah deadline banget nih. Penutupannya bentar lagi. Gue tunggu di sini yak," tuturnya yang diangguki Anne. Gadis itu langsung balik badan, berjalan menuju tempat fotokopi langganan yang letaknya masih di gedung fakultas. Sementara Paijo malah geleng-geleng kepala melihat Anne yang sudah terburu-buru berjalan menuju tempat fotokopi. "Tuh. Cakep kaan," tutur Paijo setelah duduk, bergabung dengan kakak tingkatnya yang masih aktif di BEM universitas. "Tuh cewek paling cakep di fakultas ini," tuturnya dengan bangga. Ia sih awalnya juga naksir. Dulu tapi, waktu SMP. Ia kan pernah satu SMP dengan Anne. Tapi makin mengenal Anne dan keluarganya, ia sadar kalau ia jauh dari standar lelaki yang mungkin pantas mendampingi Anne. Soalnya, Anne itu gak kayak perempuan kebanyakan sih. Bedaaa. Gak bisa didekati dnegan berbagai jurus rayuan gombal sampai PDKT ala-ala anak muda jaman sekarang. Mungkin Paijo merasa karena Anne terlalu berharga untuk didekati dengan cara seperti itu. Anne kan kayak mutiara di dasar lautan yang sangat indah hingga mahal sekali harganya. Tak bisa dibeli dengan uang tapi mungkin bisa menebusnya dengan keimanan. Dan harga keimanan, bagaimana cara menebusnya aelain dengan cara-cara taat pada-Nya? Lagi pula, gak cuma Paijo dan cowok-cowok BEM yang heboh soal si Anne. Tapi hampir semua populasi cowok yang ada di kampusnya heboh. Gegara apa? Gegara si Raina mengirim foto Anne ke akun i********: kampus khusus cewek-cewek cakep nan populer. Jadi lah si Anne populer tanpa tahu karena gadis itu malas berurusan dengan hal-hal seperti itu. "Si Dito tuh tadinya mau ngedeketin!" tutur salah satu cowok yang duduk di pojok ruangan. Hal yang membuat semua mata tertuju pada Dito yang kini sudah mengeluarkan beragam sumpah serapah hingga mengundang tawa. "Tadinya, broo, kan gue bilang tadinya!" tuturnya membela diri. Karena ia tahu kalau ia yang disumpahi Dito. "Terus akhirnya dia sadar kalau tampang nya gak pantes bersanding sama Ann!" serunya kemudian yang membuat gaduh ruang BEM itu. Dan bertambah riuh saat Dito menghajarnya yang sudah pasrah terbaring di lantai. Sementara Anne mengeluarkan flashdisk dari ranselnya. Kemudian menyambungkannya ke komputer dan membuka file CV yang sudah ia ubah ke PDF. Setelahnya, ia mencetak itu beberapa kali untuk cadangan. Tak lama, ia keluar dari sana usai membayar. Kemudian balik lagi ke ruang BEM fakultas. Ia muncul dengan mengucap salam dan fokusnya hanya pada Mandala disaat semua mata tertuju padanya. "Udah? Lu ada urusan lagi gak?" Anne menggeleng. "Tapi sorry, Kak. Gue harus pulang," tuturnya. Mandala alias Paijo manut-manut. Ia membiarkan gadis itu pamit dan balik badan. Namun langkah Anne terhalang dengan sosok lelaki yang muncul di depannya dan ingin masuk ke ruang BEM fakultas. Si Anne ke kanan, ia juga. Si Anne ke kiri, ia juga. Kejadian itu berulang beberapa kali hingga mengundang riuh mahasiswa di ruang BEM. Tapi Anne malah menunduk karena tahu kalau di depannya ini lelaki. Kemudian, setelah memahami ritmenya, ia bergerak ke arah yang berlawanan lalu agak meminggirkan badannya sambil melangkah hingga ia berhasil keluar. "Ceileee bisa aja lu, Mas! Mentang-mentang ada cewek cakep!" ledek salah seorang perempuan di sana. Lelaki yang tadi berhadap-hadapan dengan Anne cuma terkekeh. Ia kan gak ada maksud untuk menggoda. Itu hanya kejadian yang kebetulan terjadi walau tak ada yang namanya kebetulan. Namun beneran deh, ia tak sengaja karena tadi sempat hanyut dalam pesona gadis cantik yang menundukan pandangannya saat berhadapan dengan lelaki. Ihiy! Astagfirullah! Ia lupa kalau harus menjaga pandangan. Hihihi. @@@ "Pelan-pelan, Ann!" ingat Ando yang lantas geleng-geleng melihat adiknya keluar terburu-buru. Gadis itu sudah berlari-lari menuju fakultasnya. Sementara Ando kembali mengendarai mobil menuju kantor. Anne memang sering diantar olehnya ke kampus. Itu pun kalau Ando sedang menginap di rumah mommy. Kalau tidak, biasa bersama daddy-nya atau Anne akan lebih sering menaiki commuterline. Tapi kalau Ando yang mengantar tentu akan berbeda. Itu kadang membuat heboh sahabat-sahabat Anne. Apalagi saat pertama kali mereka melihat sosok Ando yang menunggui Anne di parkiran kampus kala itu. Bah! Cowok ganteng yang satu itu memang menarik perhatian tapi langsung patah hati saat Anne memberitahu mereka kalau abangnya sudah menikah. Meski satu-dua diantaranya tak percaya. Pasalnya, Ando masih terlihat sangat-sangat muda setahun kemarin. Kalo setahun ini? Hihihi. Anne berpikir, mungkin abangnya terlalu sibuk menjadi babu daddy-nya di kantor. Hihihi. Pagi ini, Anne mengejar kelas yang seharusnya sudah mulai lima belas menit yang lalu. Namun untungnya, ia bisa bernafas lega. Karena saat tiba di kelas, belum ada dosen galak itu. Kalau sudah masuk, dijamin, Anne tak akan bisa masuk ke kelasnya hari ini. Karena professor yang satu itu sangat-sangat disiplin. Kalau berani masuk, berarti ia siap dipermalukan. Dan akhirnya? Akan dibiarkan masuk oleh si Professor tapi jangan harap selama kelas berlangsung, akan tenang. Karena pasti akan terus menjadi sasaran yang namanya terus dipanggil dan disuruh maju ke depan. Anne lebih membolos jika ia terlambat. Pasalnya, ia malas berbuat rusuh. Ini kampus bukan sekolah menengah atas lagi. Kalau dulu, ia memang sering membuat gaduh terlebih saat abangnya masih satu sekolah dengannya dan belum lulus. Ia bukan anak nakal tentu saja. Tapi jika sesuatu yang menurutnya tidak sesuai peraturan tapi diloloskan, jangan harap ia akan diam. Sekalipun, kepala sekolah yang akan ia hadapi. Anne menghembus nafas lega saat duduk di sebelah Jihan yang sedang fokus mengerjakan tugas biomedik-nya. Membuat peta konsep dengan gambar warna-warni. Padahal akan dikumpul hari ini tapi gadis deadliner itu baru mengerjakannya. Yeah, kadang Anne juga sering mengerjakan tugas mepet deadline kecuali yang berhubungan dengan menggambar. Ia tak pernah lupa tugas itu. "Prof Oku belum dateng?" "Dengar-dengar ada rapat dadakan di fakultas," itu jawaban Jihan. Gadis itu masih fokus dengan gambar antah-berantahnya. Anne menghela nafas lega. Ia beranjak dari kursinya kemudian berjalan masuk ke toilet. Tak lama, ia keluar dari sana dan sengaja memutar ke arah ruangan dosen. Kemudian berhenti di sana, berpura-pura menanyakan absensi yang tentu saja sudah diambil PJ kelasnya, Evan. "Mbak, dosen-dosen pada ke mana sih?" tanyanya. Di sepanjang jalan menuju ke sini, ia sudah melihat banyak kelas yang mahasiswanya berhamburan ke kantin dan tidak ada dosen di dalamnya. "Biasa, rapat." "Ooh, lagi pada rapat? Lama gak, mba?" "Dasar kepo kamu," tutur si Mba Aira, salah satu staf administrasi fakultasnya. Anne terkekeh. Ia cukup akrab dengan beberapa staf administrasi fakultasnya. Lagi pula, wajah cantik Anne juga terkenal di kalangan staf kampus. "Sampe jam 10 kali. Ah ya, barusan prof Oku nitip tugas sih buat kelasmu. Saya udah WA si Evan tapi belum nongol-nongol juga tuh orang." "Sama aku aja deh, mba," tuturnya sambil menengadahkan tangan. Saat menerima selembar kertas yang berisi tulisan prof Oku, ia mengerutkan kening. "Mba, punya aplikasi yang bisa terjemahin tulisan ini gak?" tanyanya yang membuat Mba Aira terbahak sementara ia terkekeh kemudian pamit. Ia hanya bercanda. Tapi beneran deh, ia sama sekali gak bisa membaca tulisannya. Separahnya tulisan Om-nya, Fadlan ketika menulis resep obat, ia masih bisa merabanya. Lah ini? Sepertinya lebih bagus tulisan Adel yang mirip cakar ayam itu. Ah iya, omong-omong gadis kecil itu terus merusuhinya untuk minta diajarkan matematika sekolah dasar. Agha sedang persiapan ujian nasional jadi tak bisa mengajarkannya. Alih-alih meminta bantu Aidan atau Ali, ia malah datang ada Anne. Padahal ia dan Anne sering bertengkar. Karena Adel bawel dan Anne malas meladeni kebawelannya. "Evaaaan!" panggilnya saat hampir tiba di kelas dan malah melihat Evan baru datang dari arah kantin. Tuh cowok pasti memilih nongkrong di kantin. Hadeeeh. Penanggungjawab kelas macam apa itu? "Ada tugas nih dari Prof Oku!" tuturnya yang dibalas wajah kecewa milik Evan. "Yaaah! Ngapa lu ambil sih?" tuturnya yang membuat Anne terkekeh. Emang dasar otak brandal, pikirnya. Evan sering melakukan hal ini akibatnya, kelas mereka sering sekali diambeki dosen karena tidak mengerjakan tugas dengan alasan tidak tahu. Padahal staf administrasi sudah menghubungi PJ (Penanggung Jawab) bahwa ada tugas dari dosen yang berhalangan. "Nih tugasnya. Kudu dikasih tau loh, kalo enggak, gue kasih tahu Prof Oku!" "Ampun, Madame!" tuturnya seraya minta ampun sementara Anne terkekeh kemudian balik badan. "Eh, Ann! Mau ke mana lu?" "Mushola bentar," tuturnya lantas berjalan lagi meninggalkan Evan yang geleng-geleng kepala. Pasti mau Dhuha, pikir Evan. Ia sudah hapal sih kebiasaan Anne. Perempuan solehah yang satu itu sering membuatnya takjub. Tapi sama halnya seperti Paijo alias Mandala, tentu saja mereka tak berani mendekati Anne. Hanya sekedar pernah naksir dan berakhir dengan kekaguman. Lalu selesai. Tak ada kelanjutannya. Karena melihat Anne, kadang membuat mereka berkecil hati. Padahal, Anne tidak sesempurna seperti apa yang mereka pikir kan. Anne pun hanya gadis biasa yang pasti nya pernah dan sering melakukan dosa. Mungkin bedanya, ia berupaya mengistiqomahkan kebaikan-kebaikan yang melekat dan akhirnya menjadi sebuah kebiasaan. Anne tiba di mushola kecil yang terletak diujung gedung fakultasnya. Ia sering kali solat Dhuha di sini karena tidak terlalu besar dan ramai. Saat ia melepaskan sepatu, ia tahu kalau ada sepatu lain di sana. Dilihat dari modelnya, Anne tahu itu sepatu lelaki tapi ia tak ambil pusing. Ia berjalan masuk kemudian mengambil wudhu. Setelahnya, ia berjinjit pelan agar tidak menganggu lelaki yang tampak khusyuk dengan Al-Qur'an-nya. Walau akhirnya membuat jiwa Anne bergetar. Anne bahkan belum melihat wajahnya tapi baru mendengar suara mengajinya dan itu mengingatkannya pada Ando, abangnya. Suara itu begitu meneduhkan dan menggetarkan. Hal yang membuatnya tersenyum kemudian tersadar. Ia nyaris menepuk keningnya sendiri sambil meringis tanpa suara. Lalu segera memulai Dhuha-nya. Selesai empat rakaat yang dilanjut dengan doa dan zikir, ia mulai terganggu dengan suara parau milik lelaki itu. Nada bayati yang diulang-ulang dengan syahdu itu mulai memikat Anne. Walau suaranya kini putus-putus dan didominasi suara serak dan tersedu-sedu. Anne terdiam, menyimak surat mana yang dibacanya. "Fabi'ayyi ālā'i rabbikumā tukażżibān....." Hanya itu yang diulang-ulangnya sambil tersedu-sedu. Anne mengingat-ingat artinya. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Hati Anne bergetar. Sekali lagi ia mendengar.... "Fabi'ayyi ālā'i rabbikumā tukażżibān....." Maka Anne menyambungnya dengan menyebut artinya di dalam hati. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Anne terdiam dan diam-diam tersentuh. Kalimat itu mungkin terdengar sederhana. Namun maknanya sangat-sangat lah dalam. Tahu kenapa ayat itu diulang-ulang berkali-kali dalam surat Ar-Rahman? Mari perhatikan maknanya. Di sini, Allah menggunakan kata "DUSTA", bukan kata "INGKAR". Hal ini menunjukkan bahwa nikmat yang Dia berikan kepada manusia itu tidak bisa diingkari keberadaannya. Dusta berarti menyembunyikan kebenaran, dusta sangat dekat dengan kesombongan yang sering kali menolak kebenaran dan menyepelekan hal lain kecuali dirinya. Contoh sederhananya, ketika kita mendapat uang banyak, lalu merasa sombong dan merasa bahwa itu akibat dari kerja keras kita. Seolah kita lupa bahwa itu bukan murni usaha kita. Kenapa? Segala nikmat yang dianugerahkan-Nya sering kali kita klaim murni usaha kita. Tanpa sadar kita melupakan peranan Allah, kita sepelekan kehadiran-Nya di semua keberhasilan kita, lalu kita dustakan seakan nikmat itu semuanya datang tanpa izin Allah. Nah, itu lah kenapa ayat itu terus diulang-ulang. Agar apa? Agar kita tidak pongah dan selalu ingat bahwa nikmat yang datang pada kita bukan semata-mata hanya karena kerja keras kita melainkan juga atas izin-Nya. Dan Anne cukup berterima kasih pada lelaki yang kini sudah menyudahi bacaan Qurannya meski dengan susah payah ia mengakhirinya. Karena lelaki itu masih sedikit terisak-isak. Baru kali ini, Anne melihat dan mendengar sesosok lelaki yang begitu syahdu mengaji selain abangnya hingga menangis seperti itu. Itu tandanya, betapa hati lelaki itu lembut bahkan hanya dengan mengaji membuatnya begitu dalam mencerna ayat-ayat-Nya. Tapi bukan kah memang harus seperti itu? Jangan hanya menghayati bacaan n****+ yang mampu membuat kita menangis tapi membaca Al-Quran pun harus demikian. Karena apa? Karena bukan kah itu kata-kata-Nya? Allah sedang berbicara kepada kita sebagai hamba-Nya melalui kitab-Nya. Bukan kah itu sangat indah? Bagaimana mungkin hal itu tidak menyentuh hatimu? Karena dengan kamu membacanya itu artinya, kamu sangat mencintai-Nya bukan? Dan sebaliknya, Dia menurunkan kitab itu padamu sebagai petunjuk hidup dunia dan akhirat adalah hal yang menakjubkan dan merupakan bukti dari cinta-Nya kepadamu agar kita tidak tersesat dunia dan akhirat? Anne bahkan tak mampu mengalihkan pandangannya saat melihat lelaki itu memakai sepatu dan meninggalkannya sendirian di mushola. Wajahnya yang basah itu begitu kece juga matanya yang memerah. Anne jadi terpikir, ingin mendapatkan lelaki yang seperti itu. Maksudnya, lelaki yang selalu basah airmatanya ketika ia membaca Quran karena itu tandanya, hatinya begitu lembut dan sangat mencintai Allah. Jika Allah saja begitu dicintai apalagi hanya seorang hamba seperti Anne? Omong-omong, Anne belum pernah melihatnya. Sepertinya bukan mahasiswa angkatannya bukan?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD