Marriage Business - 6

1616 Words
Alika menyeruput minumannya sambil menatap kedua sahabatnya itu dengan kesal. Siapa yang gak kesal punya sahabat sukanya stalking calon sahabatnya sendiri. Asal kalian tahu aja, saat ini mereka berdua sedang stalking Devan di web, i********:, dan f*******:. Padahal gambar Devan di i********: tidaklah banyak. Hanya empat dan itu pun fotonya bertema alam juga foto Devan yang sedang candid di KLCC tower. Sudah satu jam lamanya mereka pantengin hape hanya untuk melihat wajah Devan yang katanya 'tampan' itu. Memang, Devan itu sangat tampan menurut Alika. Dan ia akui itu. Walaupun Alika tahu Devan tidak normal, namun ia bersyukur bisa kembali bersama dengan pria itu. Pria masa lalunya yang saat ini dipertemukan dengan cara yang aneh. Alika memang dari dulu memuja Devan meskipun saat itu Alika masih kecil begitu juga Devan. Paras Devan yang tampan itu masih membekas sampai saat ini entah apa yang ibunya Devan idamin pada saat hamil pria itu sampai memiliki putra yang tampannya gak hilang-hilang. "Jadi kapan kalian ditunangin?" Kiara tiba-tiba bercelutuk saat ini ternyata mereka menyudahi aksi stalking Devan. Alika mengedikkan kedua bahunya, "Tidak tahu, ibuku dan Daddy baik Devan dan keluarganya juga belum membahas hal itu." "Dengan keadaan dia yang gak normal itu, memangnya kamu yakin Devan mau bertunangan sama kamu, Al?" Kali ini Helena yang bertanya. Pertanyaan dari Helena membuat Alika meringis pelan dan merasa bahwa hal itu bisa saja terjadi mengingat Devan itu penyuka sesama jenis. "Entahlah... belum ada mikirin hal itu untuk saat ini." Jawab Alika berpura-pura. Padahal aslinya ia juga cemas sekali. Saat ini yang ia pikirkan, meskipun ia menyukai Devan dari kecil sampai sekarang, Alika memang pernah berharap untuk bisa kembali dengan pria itu namun berharap hidup bersamanya? Entahlah. Devan keadaan Devan yang tidak normal membuat Alika diambang rasa cemas. Meski Devan adalah pria yang ia inginkan bukan berarti ia bisa berharap Devan hidup bersamanya. Jika nanti kedua keluarga mereka memutuskan keduanya untuk bertunangan, apakah Devan menyetujuinya? Siapkah ia? Jika Devan menerimanya pun itu semua tidak dilandasi oleh cinta. Karena sampai kapanpun Devan tidak bisa mencintainya. Lalu bagaimana pertunangan itu akan berjalan? Oh tentu saja tidak akan berjalan, Alika bodoh! Karena pernikahan tanpa cinta, maka fondasi yang mereka bangun pun tidak akan kokoh. "Kalian tinggal bersama, dia beneran sama sekali tidak ada apa-apain kamu, Al?" Alika bingung harus bagaimana menjawab pertanyaan dari Kiara. Apalagi sikap Devan padanya juga membuat Alika dilanda rasa bingung teramat sangat. Cium, memegang bokongnya, terkadang memeluknya! Oh tidak. Untung saja mereka belum tahu perihal itu. Jika Alika memberi tahu mereka berdua tentang itu, ekspresi apa yang akan mereka tunjukkan. Mereka pasti mengira Alika sudah tidak aman untuk tinggal bersama dengan Devan yang tidak jelas status seksualitasnya. Di suatu sisi Alika ingin sekali menceritakan hal itu kepada mereka. Wajar tidak jika gay melakukan hal itu? Jika ia tidak bertanya pada mereka -meskipun Alika tahu mereka juga pasti dilanda bingung sama apa yang Devan telah lakukan padanya- Alika akan terus dihantui rasa penasaran jangka panjang. Ah sial! Menyukai pria yang menyukai sesama jenis membuat Alika pusing. Alika malah penasaran mengapa Devan bisa menyukai seorang pria?! Kenapa sukanya batang sama batang? Apa rasanya sih? Terus kalau berhubungan batang mereka beradu gitu? Kan gak bisa masuk ke lubang. Tahu ah! Gak paham! "Guys! Listen up. Aku mau bilang kalian sesuatu." Keduanya langsung menatap Alika. Alika membenarkan posisi duduknya. Ia meyakinkan dirinya untuk bercerita kepada dua sahabatnya ini. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Karena Alika memang ingin mendengar tanggapan mereka seperti apa saat mengetahui Alika sudah pernah dicium oleh gay. "Lanjut aja Al, kita nyimak kok." Alika menatap Helena dan Kiara secara bergantian. "Saat aku di rumah Devan... hal-hal tak terduga terjadi. Devan pernah menciumku di bibir!" "Astagaaaa! Sumpah?!" Kiara teriak histeris. Alika mengangguk sedangkan Helena menatap Alika dengan pandangan lurus. "Saat dia menciumku di bibir... tangannya meremas bokongku." "Alika! Fix, dia itu bisexual!" Mata Alika melotot tak percaya mendengar celutukan si Helena. Helena memajukan tubuhnya, mengisyaratkan Alika dan Kiara untuk mendekat. "Gini ya, setahuku gak ada gay yang mau mencium seorang wanita apalagi sampai grepe-grepe area tubuh! Karena pikiran gay mereka pasti jijik menyentuh wanita. Kaum mereka itu anti wanita banget, Al! Fix dia bukan gay tapi bisex." Kiara mengangguk setuju. "Terus kenapa orangtua Alika bilang Devan itu pecinta sesama jenis?" "Nah! Itu aku juga tidak tahu alasannya kenapa." Tukas Helena. "Ah bentar!" Alika menyela. "Memangnya apa yang Devan lakukan itu gak masuk akal ya dengan dia yang seksualitasnya gak jelas?" "Ya nggak dong Alika!" Ucap Kiara dengan gemas sama otak Alika yang kecil itu."nih, bahaya bagi kamu jika berlanjut tinggal bersama Devan. Bisa-bisa langsung di perkosa." Helena mengangguk menyetujui ucapan Kiara. "Bisa jadi. Eh, tapi saat Devan cium plus pegang-pegang apa yang kau rasakan?" Alika senyum-senyum gak jelas. "Enak sih, jadi pengen nambah." Kiara menepuk kepalanya. "Dasar mesum." "Tapi emang benar! Apalagi aku baru sekali merasakan itu. Benar-benar sensasi yang berbeda." Helena memberikan senyum miring. "Kalau Devan tiba-tiba langsung nyerang gimana, Al? Apa yang akan kamu lakukan?" Alika menggelengkan kepalanya sembari menutupi wajahnya dengan malu. Entahlah ia tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi. "Apa sih, Devan gak akan mau sampai melakukan itu." Ujar Alika. *** 1 unread message Raditya Devan. Al, saya masih ada urusan di kantor. Saya juga pulang telat. Tunggu depan kampus, supir sudah menunggu. Alika membaca pesan dari Devan. Tanpa membalas pesan pria itu, Alika langsung menuju parkiran kampus dan benar saja, supir Devan sudah menunggu untuk menjemputnya. Sesampainya ia di apartement Devan, ia langsung bergegas mandi untuk membersihkan tubuhnya yang lengket. Karena ia sudah makan siang di kampus, selesai mandi pun ia lebih memilih untuk rebahan sembari memainkan ponselnya. Namun, tak sengaja Alika melihat sebuah kotak di atas meja. Memang letaknya terlihat tertutup namun Alika bisa melihat kotak tersebut. Alika menimbang-nimbang. Haruskah aku melihat isinya? Memang lancang sekali jika ia melihat isi kotak tersebut, namun rasa penasaran Alika yang besar membuatnya tidak bisa menahan untuk tidak membukanya. Lantas Alika berjalan menghampiri kotak tersebut. Kotak itu berwarna abu-abu. Saat Alika memegang kotak tersebut, kotak itu terasa ringan di tangannya. Gadis itu pun membuka isi kotak tersebut. Ternyata isinya ada album foto. Lebih tepatnya ada tiga album foto yang berukuran sedang. Alika membuka salah satu album foto tersebut, ternyata satu album itu adalah kumpulan foto Devan yang masih kecil sampai ia beranjak dewasa. Foto-foto itu bisa Alika bilang diambil saat Devan masih di Inggris. Lalu Alika membuka album foto yang kedua, itu ada sekumpulan foto di mana ia memeluk seorang pria dengan sangat akrab. Album itu penuh dengan foto mereka berdua. Posenya hanya berpelukan, rangkul, dan cium pipi saja. Membuat Alika berasumsi ini adalah foto Devan saat bersama mantan prianya, mungkin saja. Pria itu terlihat tampan wajahnya juga tidak terlalu bule menurut Alika. Malah wajahnya  kentara Asia sekali. Namun ada satu album foto yang tersisa itu dengan pose yang sama, di album foto kedua tidak ada ciuman, namun di album foto ketiga terlihat sangat intim sekali. Foto itu ada Devan dengan seorang pria yang berbeda dari foto yang kedua. Pria itu terlihat bule sekali. Tiap lembar Alika membuka album itu, ternyata ia mendapati foto di mana mereka swafoto di dalam kamar sebuah hotel sambil menikmati champagne. Keduanya di dalam foto itu tersenyum lebar hingga memperlihatkan gigi mereka yang rapi. Lembaran baru itu juga menunjukan foto di sebuah tempat yang sama namun posisinya berbeda, Devan mencium pria itu yang tertidur pulas. Alika menutup mulutnya saat melihat mereka bertelanjang d**a, di posisi tersebut ada Devan yang memeluk tubuh pria bule itu dari belakang. Seketika rasa mual dan jijik menghampiri Alika. Semua yang ia ibunya bilang benar adanya. Devan memang pria penyuka sesama jenis. Awalnya saat mengetahui Devan penyuka sesama jenis, Alika biasa saja, namun... saat ia melihat foto-foto ini benar-benar membuatnya jijik. Di pikiran Alika saat ini ialah untuk apa sih sampai bisa menyukai pria ini? Apa yang Devan lihat dari pria ini? Batangnya yang besar? Ah tentu saja besar, dia pria Eropa! Beda ukurannya sama pria asia. Tapi... kenapa Devan juga sampai harus menyukai pria yang berbatang?! Astaga... Ini semua membuatnya bingung. Yang ganteng, macho, berbadan kekar, rambut klimis tidak menjamin pria itu adalah pria normal. Karena masalahnya, pria bule yang di samping Devan ini sangat kekar sekali sama seperti Devan. Sayang sekali, pria kriteria tersebut banyak dicari wanita-wanita single diluar sana. Pantas saja maraknya wanita jomblo, karena pria keren berbadan kekar dan tampan malah menyukai pria yang berbadan kekar juga. Lalu di dalam box itu juga terdapat 2 notes. Alika pun membaca note tersebut. Hey you baby with sweet smile and have dimples when you smiling. I fell for you over and over again. Don't be long in Indonesia because I'll miss you so much. Love, Deron L. Alika melipat kertas itu seperti semula. Membaca catatan itu membuatnya dilanda ingin muntah (lagi). Bisa Alika pahami bahwa surat itu dari pacarnya Devan. Devan dan Deron. Membayangkan nama mereka yang tak jauh berbeda membuat Alika merinding. Alika kembali membuka surat pertama, ia lupa untuk mengabadikan tulisan tersebut untuk ia berikan kepada sahabatnya bahwa Devan memang penyuka sesama jenis. Tidak ada alasan buatnya untuk takut tinggal bersama Devan, karena sudah terbukti bahwa Devan itu gay. Mungkin pada saat Devan mencium dan meremas bokongnya itu adalah suatu kesalahan. Atau memang Devan tidak sadar saat melakukan itu? Ah, Alika ingat dia tidak mabuk dan Alika juga tidak mencium bau alkohol dari mulut Devan saat pria itu menciumnya. Alika meremas rambutnya. Frustasi memikirkan semua itu. "Terserahlah, dia gay atau tidak itu bukanlah urusanku." Gumam gadis itu sambil merapikan kembali isi dalam box tersebut agar tidak ketahuan oleh Devan. Alika tidak tahu haruskah ia melanjutkan perjodohan yang orangtuanya buat? Ia menolak pun kedua orangtua Devan berharap lebih padanya. Dari awal, aku menunggu kehadirannya. Namun, saat dia hadir kenapa semuanya menjadi sulit?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD