Marriage Business - 1

1532 Words
Alika Anderson adalah seorang gadis yang saat ini duduk di bangku kuliah semester tiga. Ia adalah anak satu-satunya dari keluarga Anderson. Ayahnya bernama Sven Kramer Anderson lahir di Weimar, Germany sedangkan ibunya Ahlana Melvinda lahir di Batam, Indonesia. Ya, Alika berdarah campuran German-Indo dan wajahnya dominan wajah dari ayahnya. Matanya yang berwarna ocean blue seperti ayahnya membuatnya tampak terlihat memakai softlens jika orang-orang tidak mengenalinya "Al, bukannya kamu bilang mau bawa I-padmu ke sini?" Tanya Kiara. "Ketinggalan," jawab Alika sekenannya. Kiara menatap Alika dengan raut pandang penuh tanya. Ada yang aneh dengan sahabatnya itu. Dari ia datang ke kampus, sedari tadi Alika memasang wajah yang ditekuk dan Kiara tidak tahu sebab mengapa Alika seperti orang yang sedang tidak mood saat ini. "Kamu kenapa sih, Al?" Tanya Kiara pada akhirnya. Alika mendengus kesal. "Tadi aku dengar berita, kayaknya aku mau dijodohin deh." Ungkap Alika sambil menatap Kiara dengan bête. Hening sesaat, Kiara meresapi ucapan Alika barusan setelah itu Kiara tertawa keras membuat seisi halaman kampus mengarahkan wajahnya pada Kiara membuat Alika langsung menutupi wajahnya dengan buku saking malunya. Malu mengungkapkan kalau dia dijodohin dan malu karena anak-anak kampus di halaman pada melihat Kiara dan dirinya akibat suara tawa Kiara yang tidak di kontrol. Alika menyentuh bahu KIara untuk menyadarkan gadis itu untuk berhenti tertawa. Sialan bener Kiara ini, malah menertawai dirinya. Tahu gitu tadinya dia tidak usah beri kabar ini ke dia. "Astaga Lika... seriusan ini? Di jaman sekarang orangtuamu masih percaya hal begituan? Papamu bule masa matchmaking dirimu. Yang benar saja, jangan ngaco deh." Ucap Kiara tidak percaya. Secara papanya Alika itu bule, bule kan jarang jodoh-jodohin anaknya. Kebanyakan bule itu pikirannya bebas apalagi kalau sudah jadi orangtua anaknya bebas mau pacaran sama siapa saja, tapi ini? Dijodohin?! Oh astaga yang benar saja! Alika mendelikkan matanya ke arah Kiara, sahabatnya yang nyebelinnya minta ampun. Nyesal banget kasih tahu anak gila ini. Fix, salah cari teman curcol dirinya. "Menurutmu? Ya, iyalah Ki, kenapa juga sih aku harus mengarang cerita tentang perjodohan? Emang pikiranku sinting kayak dirimu." Mendengar hal itu, Kiara langsung menjitak Alika dengan pulpennya. "Eh gini-gini walaupun sinting tetap aja dirimu nyantolnya ke aku." Alika mencbir tak suka, namun apa yang dikatakan Kia memang benar. "Lalu aku harus gimana Ki?" Kiara menghela napasnya, "Saranku sih, kamu mau nggak dijodohin? Bukannya kamu sendiri bilang kalau kamu sudah berjanji sama pria masa lalumu?" Ucapan Kiara membuat Alika langsung teringat perjanjian masa kecilnya bernama Devan. Dua orang anak itu sedang bermain di taman komplek, mereka adalah Alika dan Devan. Devan seorang anak laki-laki berumur 11 tahun sedangkan Alika berumur 8 tahun. Ini adalah hari terakhir mereka bermain bersama di taman. Devan menatap Alika yang sedang membuat istana menggunakan pasir itu dengan lekat. Devan tidak bisa meninggalkan gadis keci ini, baginya Alika adalah seorang gadis yang bisa membuatnya nyaman. Bahkan dari sekian banyaknya teman komplek, hanya Alika saja yang bisa Devan ajak main begitu juga dengan Alika, gadis kecil itu hanya mau bermain dengan Devan seorang. "Alika, Devan ingin bilang sesuatu sama Lika," Alika menghentikan kegiatan bermain pasirnya. Lalu gadis itu menatap Devan dengan senyum manisnya. "Apa itu?" Devan menghela napasnya. "Al, besok Devan mau pergi?" Alika mengernyit bingung. "Ke mana?" "Ke Inggris," Memori Alika seketika berpindah saat ia belajar IPS di mana dia baru saja belajar peta dunia. Inggris, United Kingdom. Dan itu dekat dengan negara ayahnya, Jerman. "Inggris? Kenapa Inggris, Bang?" tanya Alika dengan sedih. Itu membuat Devan merasa bersalah karena meninggalkan gadis dihadapannya ini. "Karena Papa-nya Devan ada tugas di Inggris," Alika merengut kesal. "Kenapa Bang Dev baru bilangnya sekarang sih sama Lika?" "Karena Devan baru tahunya hari ini besok Devan berangkat ke sana," ucap Devan sembari mengelus puncak kepala Alika dengan sayang. Sungguh, Devan sangat tidak siap meninggalkan gadis kecilnya ini. "Jadi Alika main sama siapa jika Bang Devan pergi? Alika tidak ada teman lagi di sini selain Bang Devan," Devan meringis kecil mendengar penuturan Alika. Maafkan Devan, ucap Devan dalam hati sambil memeluk Alika dengan erat. *** Di sore hari Alika duduk merenung, memikirkan kembali perjodohan yang orangtuanya buat. Apakah dirinya sejelek itu sampai kedua orangtuanya berniat menjodohkan dirinya? Alika mengambil ponselnya, ia berkaca di kamera depan ponselnya sambil memegang wajahnya dengan tangannya yang bebas. Meneliti setiap titik di wajahnya, "Huh, aku bukannya jelek, hanya tidak menarik saja," gumamnya. Lalu ia kembali meneliti wajahnya lagi. "Tidak, aku bukannya jelek dan tidak menarik hanya saja aku terlalu pemilih sehingga sampai sekarang statusku masih jomblo." Gumam gadis itu kembali. Ibunya melihat Alika dari jauh dengan tatapan aneh. Anak gadisnya ini, entah apa yang merasukinya sehingga berbicara sendiri di sore hari. "Lika, ngapain kamu, nak?" tanya Ibunya dari jauh, lalu ibunya pun melangkahkan kakinya menuju gazebo dimana anak gadisnya yang sedang menghabiskan waktu sorenya. "Hanya berkaca saja bu." Ucapnya cepat lalu mematikan kamera di ponselnya. Ahlana hanya tersenyum, "Tumben, kamu ada kencan?" Alika mendelik, "Emangnya setiap Alika berkaca itu karena Lika ada kencan?" tanya Alika skeptis. Ahlana tersenyum kecil, "Ya kan siapa tahu kamu ada kencan makanya berkaca. Koreksi wajahnya udah cantik apa belum," Seketika Alika terdiam. Lalu ia menatap ibunya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Bu, Lika jadi penasaran kenapa sih Ibu sama Daddy harus jodohin Alika?" Daddy, adalah panggilan Lika untuk ayahnya. Dari kecil daddynya selalu mengajarinya untuk memanggil daddy. Sedangkan ibunya tetap mengajari Alika dengan panggilan Ibu daripada Mum. Ibunya tersenyum penuh arti, "Sayang, percaya sama ibu. Pria yang kami jodohkan adalah orang yang tepat dan Ibu tidak bisa memberi alasan kenapa Ibu dan Daddy menjodohkanmu dengan pria yang kami pilih. Satu hal yang harus kamu ketahui, dia adalah pria yang bisa membuatmu bahagia." "Lalu, siapa pria itu? Kenapa ibu sangat yakin bahwa dia tepat untuk Alika?" Saat Ahlana ingin memberitahunya, Daddynya datang dan duduk di antara mereka berdua. Lalu ayahnya menatap Alika dengan penuh arti. "Kamu bakal tahu nanti, swetty." Ucap daddynya yang fasih berbahasa Indonesia dengan logat jermannya. Alika merengut, "Iya nantinya kapan Dad?" Daddynya tersenyum lagi, "Malam ini, kita akan makan malam dengan mereka." Bukan hanya Alika saja yang terkejut, ibunya pun sama halnya dengan Alika bahwa ia pun terkejut akan bertemu dengan mereka malam ini. "Malam ini? Kenapa kamu tidak kasih tahu saya?" tanya Ibunya Alika. "Mereka baru saja menelepon saya dalam perjalanan pulang," "Kalau begitu kita harus siap-siap." Ucap ibunya dengan sumringah. Ia sudah tidak sabar bertemu dengan calon besannya itu. *** Alika bercermin, melihat pantulan dirinya dengan dress selutut berwarna merah, lalu ia melengkapi gayanya dengan memakai anting dan kalung yang senada. Tak lupa ia memakai stiletto peep toe berwarna hitam. Daddynya bilang keluarganya dan keluarga orang yang akan dijodohkan dengannya akan bertemu di cafe milik keluarga Wijaya. Ya, Wijaya adalah nama belakang keluarga pria itu. Pria yang akan dijodohkan dengannya. Setelah ia memastikan penampilannya bagus, ia pun keluar dari kamarnya menuju ruang tamu di mana ibu dan daddynya sudah menunggunya. "Du siehst so wunderschön, meine Tochter." (kamu terlihat sangat cantik, anakku) Ucap Sven kepada putrinya dengan tulus sedangkan Ibunya hanya mencium dirinya. "Vielen Dank, Vater." Entah apa yang dibenak Alika saat ini. Pikirannya berkecamuk tentang perjodohan ini. Haruskah nanti ia menolah atau menerimanya? "sayang, ayo! Kamu melamun?" Ahlana menyentakkan lamunan Alika. Alika menghela napas panjang, semua akan berjalan dengan baik-baik saja, Alika. Percayakan semua ini pada orangtuamu dan Tuhan. Pilihan terbaik ada di tangan mereka. Kamu harus percaya itu. Ucap gadis itu dalam hati dan menguatkan dirinya untuk berpikir positif. Temui dulu dahulu lalu kau akan mengenalnya. Sesampainya mereka di cafe milik keluarga Wijaya, pelayan mengantarkan Alika dan kedua orangtuanya menuju meja yang sudah di reservasi. Ternyata di sana keluarga Wijaya sudah berkumpul. Lalu, Alika dan kedua orangtuanya menghampiri keluarga Wijaya. "Selamat malam, mari silakan duduk," Setelah semuanya sudah duduk. Baik Ahlana dan Sven menatap kursi yang kosong. Menyadari hal itu, Sonya membuka suaranya. "Ah, Radit barusan saja ke toilet." Alika terdiam, ia yakin Sonya pasti calon ibu mertuanya sedangkan Radit? Ah sudah pasti pria yang akan di jodohkannya. "Hey!" Alika tersentak kaget mendengar suara tersebut, dirinya baru sadar bahwa sedari tadi ia melamun sampai ia tidak sadar kursi kosong di hadapannya sudah terisi oleh pria tampan. Oh tunggu... dia benar-benar sangat tampan dan tubuhnya sangat kekar. "Maaf," ucap Alika berusaha untuk fokus acara pertemuan ini. Raditya tersenyum tipis lalu ia menyodorkan tangan kanannya membuat Alika menatap tangan dan wajah Radit bergantian dengan tatapan tanyanya. Sadar bahwa pria dihadapannya ingin berkenalan Alika pun langsung menyodorkan tangannya. "Alika Anderson." Raditya tersenyum lagi membuat Alika salah tingkah saat melihat senyumnya. Please God don't say he is flamboyan. "Raditya Devan Wijaya." Alika mencengkram tangan Radit membuat Radit meringis kecil. Ya Tuhan, tidak... dia bukan Devan di masa lalunya. Ini hanya kebetulan, ya kebetulan nama tengah pria itu Devan. Hei, banyak bukan nama Devan di dunia ini? Astaga, seharusnya waktu kecil Alika hafal nama lengkapnya Devan, sayangnya Alika hanya mengetahui nama Devan saja. Ia benar-benar tidak tahu nama lengkap teman masa kecilnya sehingga ia yakin pria di hadapannya ini bukan Devan teman masa kecilnya, tetapi nama mereka hanya sama. Namun Alika melihat kalung yang dipakai Radit. Kalung berwarna hitam dan Alika masih menyimpan kalung yang sama itu di kotak penyimpanannya. Tapi, Radit... "Iya, ini aku Devan." Napas Alika tercekat. Ini Devan... Devan yang selama ini Alika tunggu kehadirannya. Betapa ia sangat merindukan pria ini. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD