Chapt 13. Past 5

2981 Words
*** The Levent Coltar Discotic, Dubai, Uni Emirat Arab., Malam hari.,             Suara dentuman musik DJ terdengar begitu keras di setiap sudut ruangan. Cahaya lampu remang-remang yang menghiasi ruangan penuh umat itu menambah gairah untuk sebagian orang yang menikmati indahnya malam di tempat bak surga dunia ini.             Teriakan semua orang bergema ketika sang DJ mulai memainkan alatnya diatas sana. Begitu juga orang-orang yang berada di satu meja bar VVIP yang terletak di lantai dasar.             Mereka saling berterak kencang sambil memegang satu gelas berisi cairan bening di dalamnya. Hampir tiga jam mereka berada di ruangan ini, tidak membuat mereka bosan atau penat.             Justru ini merupakan tempat mereka melepas penat dan berhura-hura seakan tengah menghabiskan uang mereka. Dan sebagian dari mereka bahkan sudah hampir tidak sadarkan diri akibat minum terlalu banyak.             Seorang wanita yang sudah terlihat mabuk, dia mencoba menyodorkan satu gelas kecil berisi cairan bening kepada wanita yang sedari tadi tersenyum kecut dan hanya meminum segelas cucu coklat dingin. ”Hey, Ayra. Ayo coba ini. Ini sangat nikmat. Kau bisa melayang-layang.” Ucap wanita itu padanya dalam keadaan sudah mabuk. ”Tidak, Elina. Sudah cukup. Kau sudah terlalu banyak minum. Ayo kita pulang.” Ucapnya mengambil gelas itu, dan meletakkannya kembali diatas meja bar.             Yah! Ayra benar-benar tidak mau menyentuh minuman itu. Dia takut kalau Daddy dan Mommy nya curiga kalau dia pergi ke diskotik ini. Karena bau tubuh dan aroma nafasnya pasti akan tercium dan mudah ditebak oleh Daddy nya.             Dan dia mencoba untuk mengatakan pada Elina, kalau mereka harus pulang dari diskotik ini dengan segera. Mengingat jam sudah menunjukkan hampir pukul 8 malam. Dia harus sampai di mansion sebelum jam 9 malam.             Elina dan teman-temannya yang lainnya bahkan sudah tidak sadarkan diri, akibat meminum cairan bermerk vodka dan anggur merah yang disajikan oleh bartender. Berbeda dengan Ayra yang tidak mau menyentuhnya.             Melihat temannya Elina sudah benar-benar tidak bisa mengontrol ucapannya lagi, membuat Ayra kembali membuka suaranya dengan suara kencang. ”Ayo, Elina. Kita harus pulang! Dan aku tidak mau jika kedua orang tu mu tahu kalau kau mabuk sampai seperti ini!” Ucap Ayra dengan nafas tersengal dan berwajah khawatir. Dia mencoba untuk memapah tubuh Elina.             Elina, dia menepis pelan tangan Ayra dari bahunya. Dan kembali membuka suaranya dengan keadaan oyong. ”Ayra! Kalau aku pulang dalam keadaan seperti ini akan sama saja! Kita pulang pagi saja, Oke!!” Teriak Elina merangkul Ayra dan hendak mencium pipinya.             Ayra menjauhkan wajahnya dari wajah Elina. ”Elina! Nafasmu bau sekali! Ayo kita pulang sekarang. Biar aku mengantar dirimu ke hotelku! Kau bisa menginap disana!” Ucap Ayra masih mencoba menahan tubuhnya dari posisi duduknya saat ini di depan meja bar.             Elina tertawa terbahak-bahak sambil meliuk-liukkan tubuhnya, seraya mengikuti alunan musik yang disajikan oleh DJ diatas sana.             Ayra tetap berusaha menahan tubuh Elina agar tidak berjalan ke tengah, dan berdansa bersama teman-temannya yang lain. Karena disana banyak sekali orang-orang yang tidak mereka kenali. ”Lepas, Ayra! Aku mau bersama mereka disana. Ayolah, Ayra!!!” Teriak Elina meronta dilepaskan.             Ayra melepasnya dan kembali membuka suaranya. ”Oke. 15 menit lagi kita akan pulang! Tetapi jangan pergi ke tengah!! Kau disini saja bersamaku!!” Teriak Ayra seraya mengalahkan suara dentuman yang sangat memekakkan telinganya itu.             Elina menganggukkan kepalanya seraya mengatakan iya. ”Siap, Bos!! Dari sini saja, aku bisa melihat mereka menari-nari, sampai jungkir balik!! Aaahhaahhhaahaaa.” Teriak Elina sambil tertawa kencang dan direspon gelengan kepala oleh Ayra.             Ayra menumpukkan kedua sikunya pada meja bar itu, dia memijit keningnya. Dengan wik yang masih menempel menutupi rambut aslinya, Ayra sedikit membenarkannya. Agar tidak ditandai oleh para pekerja The Levent Coltar Discotic.             Karena dia tahu sekali bagaimana cara kedua orang tuanya menjaganya melalui orang-orang suruhannya. Sehingga dia memilih untuk merubah penampilannya. Apalagi Mommy nya merupakan pemilik utama diskotik berbintang lima ini. Tidak menutup hal jika Mommy nya sudah memberi pesan kepada semua para pekerjanya untuk melarang dirinya masuk ke dalam bangunan penghibur elit bak surga dunia ini.             Dia juga menonaktifkan ponselnya dan meninggalkannya di mobil sportnya yang berlogo banteng, yang diparkirkan di basment The Levent Coltar Discotic. Ayra juga sudah menonaktifkan chips kecil sebagai arah Gps mobil sportnya, untuk menghindari kejaran dari para suruhan Daddy nya. Walaupun dia tidak tahu, apakah Daddy nya selalu menyuruh anak buahnya untuk mengikuti dia kemana pun dia pergi atau tidak. Mengingat Daddy nya sangat lah over protektif terhadap dirinya.             Saat Ayra juga ikut menikmati alunan musik DJ yang terdengar di setiap sudut ruangan itu. Pandangan matanya mulai menyusuri ruangan erotis itu.             Berbagai manusia dengan tabiat yang beraneka ragam mengisi ruangan besar dan mewah ini. Dia mulai bergumam pelan. ”Diskotik Mommy...” ”Tampak menyenangkan untuk mereka semua.” Gumamnya dengan pandangan kesana-kemari.  Dia menghela panjang nafasnya. ”Tapi...” ”Aku tidak nyaman disini. Bau rokok. Bau alkohol. Dan...” Ucapnya dengan pandangan tertuju pada arah tangga lantai dua. Seketika gumamannya terhenti. Deg! ’Dia.’ Bathin Ayra berkata dengan wajah terkejutnya. ...             Seorang pria dengan kemeja putihnya yang sudah digulung sampai batas siku. Kemejanya yang sudah lolos dari kata rapi. Tetapi jiwa wibawanya tentu saja masih terlihat dari wajah dingin dan penuh misteri seperti dia.             Pria itu, Adyrga Abraham Althaf. Dengan pakaiannya yang belum berganti, meskipun dirinya sudah balik ke mansion Al-Bakhri. Penampilannya yang terlihat berantakan sudah menjadi buronan banyak pasang mata sejak dirinya memasuki pintu utama bangunan berbintang lima itu, The Levent Coltar Discotic.             Langkah tegapnya yang terlihat santai, menyiratkan dirinya yang sudah terbiasa dengan tatapan buas para wanita yang datang ke tempat penuh irama dan dentuman musik bernuansa panas disana. Sorotan tajamnya masih terus menyusuri seisi bangunan berbintang lima yang saat ini dia pijaki.             Tidak dia pungkiri, jika dirinya memandang takjub bangunan yang didesain dengan sangat elegan. Penempatan ruangan dan bar disetiap titik, sungguh disusun dengan penuh kata glamour.             Sadar bahwa dirinya sudah menjadi bahan tontonan kenikmatan oleh banyak pasang mata disana, membuat Dyrga menghentikan langkah kakinya. Dia sedikit berbalik badan dan membuka suaranya. ”Siapkan ruangan VVIP.” Ucap Dyrga kepada salah satu karyawan diskotik berbintang lima itu, yang sudah disiapkan khusus untuk melayangi segala permintaan dan keinginannya selama berada di diskotik yang sering dikunjungi oleh para pengusaha kelas menengah ke atas.             Pekerja pria yang ada tepat di belakangnya, dia mulai menjawabnya. ”Baik, Tuan. Ruangan VVIP Anda sudah kami siapkan. Mari ikuti saya.” Jawabnya dan melangkahkan kakinya, berjalan mendahului Dyrga.             Dyrga mengikuti langkah kaki pekerja itu. Membiarkan semua orang memandangnya penuh senyuman iblis, baik pria maupun wanita.             Namun saat mereka tengah menaiki tangga lantai dua, sekilas dia melihat seorang wanita dengan wajah yang tidak asing baginya. Dan jeritan suaranya juga seperti tidak asing di telinganya.             Dia memperlambat langkah kakinya, dan melihat sosok wanita yang tengah berada di depan meja bar panjang di bawah sana. Dengan detail dia memperhatikan wajah itu, di dalam ruangan gelap dan hanya terbantu dengan cahaya remang dan kelap-kelip diatasnya. Saat netra indah milik wanita itu tertangkap olehnya. Dan mereka saling bertatapan mata. Deg! ’Dia.’             Dyrga menghentikan langkah kakinya. Menatap netra tajam itu. Dia mencoba mengingat wajah wanita yang saat ini tengah dia tatap.             Tatapan itu terputus, saat netra indah milik wanita bernama Ayra itu mulai berpaling darinya.             Suara pekerja yang hendak mengantarnya menuju ruangan VVIP, mengalihkan perhatiannya. ”Maaf, Tuan ?” Sapa pekerja itu padanya, seraya menyadarkan lamunannya.             Dyrga, perlahan dia melangkahkan kembali kaki jenjangnya menaiki anakkan tangga yang mewah itu. Dengan netra tajamnya masih sesekali melirik ke bawah. Posisi dimana wanita itu berada. ...             Ayra, jantungnya berdegup kencang. Melihat sorotan tajam itu seakan ingin membunuhnya secara perlahan. Dan dia sungguh tidak berani lagi mengedarkan pandangannya ke manapun.             Dia kembali bergumam pelan. ”Dia...” ”Kalau tidak salah, dia pria yang ada di kampus kan ?” Gumam Ayra mengernyitkan keningnya. ”Dia yang akan menjadi pembicara di acara seminar nanti ?” Gumamnya lagi sambil menggelengkan pelan kepalanya.             Dia mulai melipat rapi kedua tangannya di atas meja bar. Dan kembali bergumam. ”Dia ke diskotik ini ? Seorang pengusaha tajir melintir seperti dia ?” Gumam Ayra lagi seraya bertanya-tanya dengan dirinya sendiri.             Dia menghela panjang nafasnya. Lalu menangkup kedua wajahnya dengan kedua tangannya.             Tiba-tiba suara bartender kembali mengajaknya berbicara. ”Nona ? Anda mau minumannya lagi ?” Tanya bartender itu dan direspon gelengan kepala oleh Ayra. ...             Dengan memegang satu gelas kecil berisi cairan bening yang tidak lain adalah vodka, dia masih terus berdiri di posisi saat ini. Tentu saja Dyrga tidak meminum cairan yang ada di gelas yang saat ini dia pegang.             Kedua sikunya masih bertumpu pada kaca tebal berlapis besi diatasnya. Sedari tadi, dia masih terus menatap ke bawah. Melihat seorang gadis, atau lebih tepatnya seorang wanita yang tengah tertunduk di atas meja bar.             Dia pikir, apakah wanita itu sudah mabuk berat. Mengingat sorotan tajam wanita itu mampu mengalihkan perhatiannya. Mungkinkah dia wanita yang tidak benar, atau lebih pantas untuk dikatakan seorang jalang, pikir Dyrga lagi.             Tetapi sedari tadi dia melihat wanita itu, dia sama sekali tidak mau menyentuh minuman apapun yang tersedia dia atas mejar bar. Bahkan dirinya masih membenamkan wajahnya di lipatan kedua tangannya.             Saat perhatian itu masih terus dia lakukan, dia melihat wanita itu mulai kebingungan. Mencari seseorang di sekelilingnya. Dan dia tidak sadar, kalau sedang diikuti oleh seorang pria di belakangnya.             Dyrga mengernyitkan keningnya. Tersirat niat jahat di sorotan mata dua orang pria yang saat ini tengah mengikutinya kesana-kemari. Kedipan mata mereka meyakinkan Dyrga, kalau mereka akan melakukan sesuatu yang buruk padanya.             Dia hanya menggelengkan pelan kepalanya. Namun, entah kenapa hatinya mengatakan untuk segera menolong wanita  itu.             Lagi-lagi otak dan hatinya sungguh tidak sinkron saat ini. Melihat wanita itu mulai berjalan memapah seorang wanita yang terlihat sudah mabuk berat, pria itu masih mengikuti mereka berdua dari belakang.             Tanpa dia sadari, dia mulai menegakkan tubuhnya. Dan mulai melangkahkan kakinya menuju lantai dasar.             Dalam langkah kakinya, dia melihat seorang pekerja yang berjalan ke arahnya. Dia segera menyambar tangan kanannya yang kosong. Tanpa berkata sepatah kata pun, dia memberi gelas yang dia pegang. Hingga pekerja itu berbalik badan, melihat dirinya dengan wajah bingung.             Langkah lebarnya mulai menapak pada anakkan tangga mewah itu. ...             Dirinya sungguh lelah sekali saat ini. Ingin sekali rasanya dia pulang ke mansion, dan segera membersihkan tubuhnya. Namun, apalah daya dia tidak mungkin meninggalkan temannya seorang diri di diskotiknya ini. ”Disini tidak nyaman sekali. Lebih baik kami pulang sekarang saja.” Gumam Ayra pelan, masih dalam keadaan membenamkan wajahnya di lipatan kedua tangannya.             Dia kembali membuka suaranya dengan suara keras, dan mendongakkan kepalanya. ”Kita pulang sekarang, ya El...” Ucap Ayra dan melihat ke sisi kirinya.             Ayra terkejut. ”Elina ??” Tanya Ayra sambil memperhatikan seluruh ruangan gelap itu.             Kebisingan yang ada disana membuat Ayra semakin kebingungan. Dia mulai beranjak dari duduknya.             Dan berusaha mencari keberadaan temannya, Elina. ”Elina!!” Teriak Ayra berjalan menuju tempat dansa yang terletak di posisi tengah, dekat panggung DJ.             Dia pikir mungkin Elina menyusul yang lainnya, yang ada disana. Saat dirinya tengah fokus memperhatikan setiap orang yang dia lalui, tanpa  sengaja dia menabrak tubuh seorang pria yang berpostur tubuh tegap. Buughhh!! ”Aaahh Sorry... Sorry...” Ucap Ayra seraya meminta maaf, dan kembali melanjutkan langkah kakinya.             Saat dirinya sudah melihat sosok yang dia cari, dia mulai mendekatinya dengan langkah lebar. ”Elina!! Ayo kita pulang sekarang!!” Ucap Ayra menarik paksa tubuh Elina.             Temannya yang lain mulai membuka suaranya dalam tubuh mereka yang sudah menari-nari di lantai dansa. ”Ayra!! Ayo nikmati malam ini!!” ”Ayolah, Ayra!! Ini milikmu!! Kau tidak akan gulung tikar hanya karena satu malam di tempat mu yang super mewah ini!!” ”Ayra! Ayo berdansa denganku!!”             Ayra hanya menggelengkan pelan kepalanya sambil tersenyum kecut.             Elina yang tengah dipapah oleh Ayra, dia bergumam pelan. ”Ayra!! Aku masih mau berada disini! Ayolah, aku mohon...” Ucap Elina menahan tubuhnya sambil menghentak-hentakkan kedua kakinya seperti anak kecil.             Ayra tetap memaksakan langkah kaki mereka. Dan mencoba sekuat tenaga untuk memapah tubuh lunglai temannya itu.             Namun saat mereka tengah melewati lautan orang-orang itu. Tanpa mereka sadari, dua orang pria mulai mengikuti langkah kaki mereka.             Saat mereka mulai melangkah menuju koridor pintu utama untuk keluar dari ruangan itu, dua orang pria itu hendak menjangkau bahu mereka. ”Dia, kekasihku.” Ucap seorang pria dengan suara baritonnya, mencekal salah satu tangan pria yang hendak menjangkau bahu dari salah satu wanita itu.             Dua orang pria itu saling berpandangan dan mulai menjauhkan diri dari pria yang menatap lekat mereka. ... Di dalam perjalanan.,             Seorang wanita terus saja bergumam dan berbicara tidak jelas dalam posisi sandarannya di dalam sana. Dan satu wanita yang sedang menyupir, dia hanya bisa menghela panjang nafasnya, melihat kondisi mabuk temannya itu.             Wanita itu bergumam pelan. ”Kau sungguh menyusahkan aku, Elina!” Gumamnya sambil memijit keningnya dengan tangan kirinya.             Ayra masih sempat berpikir dalam konsentrasinya membelah jalanan panjang yang ada di hadapannya. ”Tidak mungkin aku membawanya ke mansion dalam keadaan mabuk seperti ini...” ”Daddy dan Mommy pasti akan mencurigai aku...” Gumamnya mengela panjang nafasnya lagi.             Dia lalu mengangkat tangan kirinya, membuka wik yang sedari tadi menutupi rambut pirangnya yang asli. ”Aaahh gerah sekali...” Ucapnya mencampakkan wik itu ke belakang mobilnya.             Ayra melirik sekilas ke samping kanan. Melihat Elina yang benar-benar mabuk berat. ”Kau tidur di hotel saja malam ini. Karena aku harus kembali ke mansion.” Gumamnya pelan. ”Tapi, tidak mungkin kau memakai pakaian itu untuk kau tidur.” Gumamnya lagi menggelengkan pelan kepalanya. ”Hari ini sungguh kesialan ku. Seharusnya aku tidak pergi kesana...” ”Sungguh melelahkan sekali...”             Dia masih menatap lurus ke depan. ”Jika aku tidak ikut, dan kau sampai mabuk seperti ini. Lantas kau akan bersama dengan siapa, Elina...” Gumamnya menyandarkan kepalanya ke belakang.             Dia lalu membelokkan mobil sport miliknya yang berlogo banteng itu ke sebuah butik yang buka 24 jam. ”Kau tunggu disini. Aku akan membeli pakaian tidur untuk mu.” Ucap Ayra lalu membuka sabuk pengamannya. Mengambil dompetnya yang berbentuk tipis.             Dia lalu keluar dari mobilnya, dan membiarkan Elina terkunci di dalamnya. Dia harus segera membeli pakaian untuk Elina, dan pergi menuju hotel untuk tempat beristirahat temannya itu. ...             Sebuah mobil sport berwarna hitam pekat bermerk Althafa, berhenti tepat di seberang butik 24 jam. Pandangan matanya masih tertuju pada sebuah mobil berlogo banteng yang diparkirkan disana.             Pria yang berada di dalamnya, dia bergumam pelan. ”Dia pasti berasal dari kalangan berada.” ”Tapi untuk apa aku mengikutinya...” Gumamnya pelan, lalu menghela panjang nafasnya.             Tanpa berpikir panjang pria itu langsung menginjakkan gas mobilnya kembali. Melajukan mobilnya menyusuri jalanan ramai yang disuguhi oleh lampu indah pada pinggiran jalanan. *** Mansion Gulbahar, Dubai, Uni Emirat Arab., Malam hari., Ruang tamu.,             Semua orang menunduk takut melihat emosi yang sudah meluap-luap dari seorang wanita yang masih menangis, terduduk di sofa mewah disana. Mereka juga semakin bergidik ngeri di sorotan tajam seorang pria yang berada tidak jauh dari wanita itu. ”Sepertinya kalian semua memang sudah tidak membutuhkan pekerjaan lagi.” Ucap pria itu dengan suara baritonnya, menggepal kedua tangannya, seraya menahan emosinya yang sudah di ubun-ubun.             Kepala pelayan dan sekretaris kantornya yang juga berada disana, mereka semua hanya bisa diam mendengar kalimat dari Boss mereka yang terkenal kejam semasa mudanya. Boss besar mereka yang dijuluki dengan Mr. Black.             Yah! Wanita yang menangis itu adalah Zuhayra Can Gulbahar. Dia masih terus menangis karena sudah hampir tengah malam, putrinya belum juga kembali ke mansion. Bahkan alat pelacak dan juga Gps yang terpasang di semua putrinya juga tidak bisa dilacak.             Seorang ajudannya berlari dan mencoba mendekati ruangan tamu yang sudah penuh dengan ancaman itu. Dia mulai membuka suaranya. ”Gps di mobil Nona Ayra lumpuh, Mr. Black. Dan Gps di ponselnya menunjukkan jalan menuju penthouse milik temannya, Elina. Kami sudah mengeceknya. Dan temannya, Elina juga tidak ada disana.” Ucap pria itu menggenggam tangannya ke depan, dan masih menundukkan kepalanya ke bawah.             Wanita itu kembali membuka suaranya. ”Kenapa kalian tidak menjaganya dengan ketat! Kalian hanya menjaga satu putriku!” Ucapnya dengan suara seraknya. Dan kembali menangis.             Pria berinisial Mr. Black, dengan nama asli Agha Gohan Alecjandro itu. Dia mendekati istri tercintanya dan membuka suaranya kembali. ”Baby, aku akan...” Ucap Agha lembut dan terhenti. ”Mencarinya ?” Sela Zuha dengan pandangan penuh amarah.             Zuha dia mulai beranjak dari duduknya. Dan berjalan mendekati suaminya, Agha. ”Sudah berapa jam ? Hampir 6 jam putriku menghilang Agha! Dan kekuasanmu tidak bisa menemukan putriku ?” Ucap Zuha mulai tertawa miris. ”Apa aku harus menyalahkan keponakan ku, Pricil ? Dan memarahi dia habis-habisan ?” ”Jawab aku!!!” Teriaknya dengan nada penuh amarah.             Kedua kakinya mulai berjalan menuju lift.             Agha hanya diam melihat punggung istrinya itu.             Tiba-tiba seorang bodyguard berlari menghadap Agha dengan jarak 1 meter. Dia mulai membuka suaranya. ”Maaf, Mr. Black...” Ucapnya tergesa-gesa.             Zuha, dia menghentikan langkah kakinya. Tanpa berbalik badan dan tidak menekan tombol lift. Dia berusaha mendengar kabar yang akan disampaikan oleh ajudan suaminya itu.             Bodyguard itu kembali melanjutkan kalimatnya. ”Nona Ayra, kami belum menemukannya. Tetapi kami mengetahui jejaknya. Dia baru saja melakukan transaksi dari butik 24 jam berjarak 20 menit dari diskotik The Levent Coltar. Transaksi dilakukan 2 jam yang lalu...” Ucapnya dengan suara tersengal.             Dia membuka suaranya lagi. ”Dan setelah kami telusuri CCTV di The Levent Coltar, ternyata Nona Ayra sudah berada disana jam setengah 6 sore tadi. Mobilnya masuk ke halaman The Levent Coltar dan terparkir di basement tepat di jam 5 sore. Dan...” ”Dan Nona Ayra memakai ini saat berkunjung kesana.” Ucapnya lalu menyodorkan Ipad yang berisi rekaman CCTV tentang kostum yang dipakai putri seorang Mr. Black itu.             Agha melihat CCTV itu dengan nafas sudah tersengal.             Zuha, dia sigap berbalik badan dan berjalan mendekati suaminya yang tengah menonton video itu. Dia merampasnya, dan menonton video itu dengan tatapan tak percaya.             Semua orang terdiam. Kepala pelayan dan beberapa pelayan juga berada disana. Mereka siap untuk mendapat perintah dari sang pemilik mansion.             Melihat kedua majikannya masih menatap layar Ipad itu, membuat bodyguard itu kembali membuka suaranya. ”Nona Ayra bersama dengan temannya, Elina. Temannya telihat mabuk berat. Dan jejak mereka tidak ditemukan lagi setelah transaksi terakhir di butik 24 jam itu. Saat ini kami sedang melacak transaksi kartu kredit yang digunakan oleh temannya, Elina. Informasinya belum sampai pada kami.” Ucapnya lalu menundukkan kepalanya, dan dia mundur lima langkah ke belakang.             Zuha, dia menggelengkan pelan kepalanya. Dan menjatuhkan Ipad itu tanpa berbicara sepatah kata pun. Ceetttaaarrr... Air mata semakin deras membasahi wajahnya. Dadanya mulai sesak. Tubuhnya mulai oyong. ”Dimana putriku, Agha.” Ucap Zuha dengan suara lemah, dan seketika pandangannya menggelap. ”Baby. Tenang, Baby...” Agha mendekati istrinya dengan ragu. Buughhh!!             Tubuhnya terjatuh menimpa tubuh suaminya, Agha. Dan Agha sigap memapahnya. ”Sayang bangun... Baby, jangan membuatku takut. Ayo, Baby...” ”Cepat panggilkan dokter!!” Teriak Agha lalu menggendong istrinya dan melangkahkan kakinya menuju lift. Membawanya menuju kamar mereka. *** The Levent Coltar Hotel, Dubai, Uni Emirat Arab., Kamar VVIP., Malam hari., “Apa kau mau aku bantu ?” Tanya pria  itu menatap lekat gadis itu, dan menyibak rambut halus dari keningnya.  “Bantu dengan cara apa oouuugghhh denyutannya semakin aaahhhhh aaahhhh aaahhh.” Desah gadis itu semakin menekan daerah kewanitaannya seraya menahan rasa yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.             Pria itu, dia langsung memegang tengkuk gadis itu. “Hmmmpphhhtttt”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD