Chapt 10. Past 2

2914 Words
Brrraaaakkkkkk!!!             Pintu terdobrak dan terbuka lebar. Buugghhh!! “Aaaww!!” Pekik Ayra tersungkur ke lantai. Dia mendongakkan kepalanya ke atas. Dua pasang netra itu saling bertemu dan bertatapan. Sepasang netra tajam menatapnya lekat. Deg!             Matanya berfokus pada pria berpakaian formal. Dengan tubuh atletisnya yang masih terlihat di balik jas mewahnya dan rapinya itu.             Pria yang dia tatap seketika berdiri dari duduknya, dan berjalan mendekati dirinya. “Kau baik-baik saja ?” Tanya pria itu membantu Ayra berdiri.             Ayra masih diam memandang pria tampan yang ada di hadapannya saat ini. ‘Tampan sekali dia.’ Bathin Ayra seraya berbicara sendiri tanpa mengedipkan kedua matanya.             Pria itu, dia mengulum senyumannya yang hampir tak tampak dalam pandangan orang lain.  Saat dia melihat kalau baju bagian belakang Ayra terlihat kotor, pria itu tanpa izin mengibaskannya dengan tangan tangan kanannya. Sreekkk… Sreekkk…             Saat pria itu memainkan tangannya pada b****g Ayra, Ayra sigap menepisnya kasar. Dan mulai membuka suaranya. “Hey! Jaga sikap Anda!” Ketus Ayra dengan wajah tidak sukanya pada pria itu.             Pria itu terkesiap dan sedikit merelakskan tubuhnya. Dia sendiri juga tidak sadar dengan pergerakkan tangannya, membersihkan dress wanita yang dia tolong itu.             Suara Ayra sontak membuat semua orang yang berada disana, juga pria yang berada di belakangnya ikut terkejut. Bagaimana tidak khawatir, sebab Ayra baru saja berbicara ketus terhadap salah satu tamu istimewa mereka. ‘Tampan! Tapi tidak sopan! Semua pria memang sama saja!’ Bathin Ayra kembali berbicara dalam hatinya, dengan wajah tidak sukanya. Dia membersihkan dress sebatas lututnya dengan tangannya sendiri tanpa menghiraukan siapa yang ada di belakang nya, yang menegurnya tadi. Dan juga tidak peduli dengan banyaknya orang penting kampus yang ada di ruangan Rektor Utama itu.             Pria yang membantunya berdiri tadi hanya diam dengan wajah datarnya. Dia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana panjangnya. Dan berjalan mundur tiga langkah ke belakang.             Pria bersetelan rapi yang duduk di dalam sana, dia beranjak dari duduknya dan mendekati mereka. Dia membuka suaranya dalam langkah kakinya. “Maafkan mahasiswi kami, Tuan. Dia tidak sengaja mengatakan hal itu.” Ucap pria berusia 45 tahun itu yang menjabat sebagai Kepala Jurusan Pengembangan Bisnis di Universitas Dubai.             Yah! Pria itu adalah Dr. Ali Akbar. Dia sengaja meminta maaf kepada tamu istimewa mereka secara langsung. Karena takut jika tamu istimewa mereka merasa tidak dihormati dan menolak serta membatalkan undangan yang mereka berikan padanya.             Mendengar kalimat Dr. Ali, membuat pria itu membuka suaranya. “Tidak masalah Dr. Ali. Mungkin saya yang bersikap kurang sopan tadi. Maafkan saya, Nona.” Ucap pria itu lalu mengeluarkan kedua tangannya dari balik saku celana panjangnya. Dan mengulurkan tangan kanannya seraya ingin berjabatan tangan dengan Ayra.             Ayra, dia mulai tersadar dengan keadaan saat ini. Seketika dia menghentikan gerakan tangannya, dan mendongakkan kepalanya menatap mereka semua yang sudah memandangnya. Dia mulai tersenyum kecut. ‘Kau memang tidak sopan, Tuan! Seharusnya kau tidak perlu mencari muka dengan Dr. Ali! Dasar!’ “Hmm… Ma… maafkan saya, Dr. Ali.” Ucap Ayra sedikit grogi dengan wajah memerah menahan malu. Pasalnya Dr. Ali mulai menatapnya tajam, seraya menyuruhnya untuk meminta maaf kepada pria yang telah membantunya berdiri tadi, tanpa berniat membalas jabatan tangan pria itu.             Dr. Ali, dia menghela panjang nafasnya, melihat mahasiswinya bersikap kurang sopan terhadap tamu mereka. Dan kembali melanjutkan kalimatnya. “Kamu sedang apa disini ? Kamu menguping ?” Tanya Dr. Ali dengan nada bicara tidak sukanya kepada wanita yang sangat dia kenali itu.             Ayra mengerjap-ngerjapkan kedua matanya mendengar pertanyaan menohok dari Kepala Jurusan Pengembangan Bisnis yang tidak lain adalah salah satu dosennya juga. Dia langsung membuka suaranya. ’Hah ? Dr. Ali tahu ?’ ’Aduh bagaimana ini. Tapi aku kan tidak bersungguh-sungguh.’ ’Tamat lah riwayatmu, Ayra...’ Bathinnya mulai gelisah.             Pria itu masih menatapnya intens. ”Hah ? Ak... aku. Ak...” Ucapannya terhenti saat seorang pria yang berada di belakangnya tadi, yang mengejutkannya hingga dia jatuh tersungkur ke lantai mulai membuka membuka suaranya. ”Iya, tadi dia menguping pembicaraan kalian, Dr. Ali.” Ucap pria itu berkata jujur dan direspon tatapan tajam oleh pria yang membantu Ayra tadi.             Pria berseragam kuning yang merupakan petugas kebersihan di Universitas Dubai itu langsung membungkam mulutnya, saat tatapan tajam pria berwibawa itu seakan ingin menelannya hidup-hidup. Dia lalu menunduk hormat kepada mereka semua. ”Say... saya permisi Dr. Ali.” Ucapnya seraya pamit kepada Dr. Ali yang masih berdiri di samping pria itu.             Pria itu kemudian segera berjalan meninggalkan mereka yang masih berada di ruangan Rektor Utama.             Sedangkan Ayra ? Dia hendak permisi dari ruangan itu, namun seseorang mencegahnya. ”Say... saya juga permisi Dr. Ali, Tuan. Saya minta maaf.” Ucap Ayra hendak berbalik badan. Dan seketika langkah kakinya terhenti. ”Tunggu...” Ucap pria itu. Pria yang tadi membantu Ayra berdiri saat dia jatuh tersungkur di lantai.             Ayra menahan wajah malunya saat ini. Pasalnya Dr. Ali sudah memasang wajah kesalnya. Begitu juga dengan Prof. Ahmed Alfa yang masih menatapnya tajam dari kejauhan, dari posisi duduknya di sofa empuk disana. ’Ada apa lagi dengan pria yang satu ini.’ Bathin Ayra seraya menggeram dalam hati.             Pria itu masih diam menatap Ayra tanpa isyarat yang tidak bisa ditebak. Dia kembali membuka suaranya. ”Siapa namamu ?” Tanya pria itu dengan wajah datarnya, sambil memainkan jam tangan mewahnya yang menghiasi pergelangan tangan kirinya.             Ayra awalnya diam dengan wajahnya yang mungkin sudah memerah. ”Hah ? Say... saya, Tuan ?” Tanya Ayra gugup. Dengan tangan kirinya mulai terangkat merapikan rambutnya, menyingkirkannya ke belakang telinga kirinya seakan tengah membuat relaks perasaan groginya.             Dr. Ali, dia kembali membuka suaranya. ”Jangan gugup.” Ucap Dr. Ali seraya mengingatkan Ayra dengan wajah datarnya.             Ayra tersenyum kecut mendengar kalimat jujur dari Dr. Ali. ’Dr. Ali tahu lagi ?’ ’Ada apa dengan wajahku ?’ ’Apa terlihat memerah ya ?’ ’Semua ini gara-gara pria ini! Menyebalkan!’ Bathin Ayra seraya mengumpatnya. ”Say... saya Ayra, Tuan. Saya...” ”Mahasiswi Magister Bisnis dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Tuan.” Jawab Ayra sedikit gugup, sambil menunduk hormat.             Pria itu masih saja diam menatapnya lekat. ‘Dia terus menatapku. Pasti pria itu punya niat tidak baik terhadapku! Lihat saja! Kalau dia berani bermacam-macam denganku!’ Bathin Ayra seraya kesal karena pria itu masih saja menatapnya.             Pria itu menyunggingkan sudut bibir kanannya yang hampir tidak terlihat di wajah tampannya.             Dr. Ali, dia kembali membuka suaranya. “Kau boleh pergi, Ayra. Kau ingat jadwal acara seminarnya, bukan ?” Tanya Dr. Ali seraya mengingatkan Ayra yang merupakan putri tunggal dari Pengusaha kaya, salah satu donatur setia di kampus mereka.             Ayra sigap mengangguk iya. “Hah ? I… iya, Dr. Ali. Saya ingat.” Jawab Ayra sambil tersenyum paksa, sambil menunduk hormat kembali.             Dia kembali membuka suaranya. “Say… saya permisi Dr. Ali, Tuan…” Pamit Ayra seraya menunduk hormat. Pandangannya teralihkan pada beberapa orang penting yang juga berada disana, termasuk Prof. Ahmed Ali. “Saya permisi, Professor…” Pamit Ayra sambil menunduk hormat. Dan memundurkan langkah kakinya ke belakang, sambil menjangkau knop pintu besar itu. Dia menutupnya perlahan. Ceklek!             Pintu ruangan Rektor Utama itu sudah tertutup rapat. Dan Ayra menghela panjang nafasnya. “Selamat.” Gumam Ayra pelan sambil memegang dadanya denga kedua tangannya. Dia mulai menggelengkan pelan kepalanya.             Kedua kakinya mulai melangkah menjauhi ruangan Rektor Utama itu. Dan berjalan menuju kursi panjang yang terpajang rapi di area madin kampus. “Selamat kau, Ayra.” Gumamnya lagi pelan lalu mengusap peluh keringat yang sangat terasa di keningnya. Dia mengatus nafasnya yang sedari tadi memburu.             Karena sejujurnya Ayra sudah merasakan gemetar saat berhadapan langsung dengan para orang penting di Universitasnya ini. Apalagi saat dia memiliki masalah seperti tadi, jantungnya terasa mau copot saja.             Saat dirinya sudah sampai di kursi panjang yang berjejer rapi di aula madin. Dia mendaratkan bokongnya disana. Dia menggusar pelan wajahnya dengan kedua tangannya. “Aahh. Hari ini kenapa sial sekali!” Gumam Ayra pelan, lalu menyandarkan nyaman punggungnya di sandaran kursi panjang itu.             Sungguh dirinya tidak menyangka harus mengalami kejadian yang sangat memalukan seperti tadi. Dia sendiri bahkan tidak memiliki niat untuk benar-benar menguping pembicaraan di ruangan Rektor Utama tadi. Karena awal niatnya hanya ingin tahu dan melihat secara langsung siapa yang menjadi tamu istimewa di kampus mereka, yang akan menjadi pembicara spesial di acara seminar besar mereka nanti. Tetapi naas, takdir seperti sedang sengaja mempertemukan dirinya dengan netra tajam yang menatapnya lekat. Dan entah kenapa saat pria tadi menatapnya lekat, dirinya seakan terhipnotis dan tidak sanggup berbicara apapun. “Tidak masalah Dr. Ali. Mungkin saya yang bersikap kurang sopan tadi. Maafkan saya, Nona.” ”Siapa namamu ?”             Mengingat ekspresi dan kalimat singkat pria itu, membuat Ayra kembali bergumam pelan. “Pelit kalimat. Tidak sopan. Sok tampan!” Gumam Ayra pelan, lalu menghela panjang nafasnya. “Tapi, dia memang tampan.” Gumamnya lagi dengan pandangan lurus ke depan, membayangkan wajah pria tadi yang menatapnya lekat.             Saat dia tengah asyik memikirkan kejadian yang membuat dirinya malu beberapa menit yang lalu, Tiba-tiba pukulan pelan di pundaknya, mengejutkan dirinya hingga dirinya terlonjak kaget. “Haa!!” Kaget Ayra seketika berdiri dari posisi duduknya. “Hey ? Kau ini kenapa Ayra ?” Tanya wanita itu, Elina Harzag.             Ayra terdiam. Dan susah menegukkan salivanya.             Melihat kegugupan Ayra, membuat Elina kembali membuka suaranya. “Ayra ? Kau baik-baik saja ? Kau dari mana saja ? Aku mencarimu sejak tadi!” Ketus Elina lalu mendaratkan bokongnya di kursi panjang itu. Sambil meniti wajah Ayra yang sedikit terlihat pucat.             Ayra yang sempat terdiam kemudian tersadar, dan duduk kembali di posisi semula. Tepat di samping Elina. Dia membuka suaranya kembali. “Aku tadi keliling kesana sebentar.” Jawab Ayra berbohong dengan wajah pucat pasihnya. Dia memalingkan wajahnya dari Elina. Karena dirinya sungguh tidak pernah bisa untuk berkata bohong.             Dan sudah pasti dia tidak mungkin mengatakan yang sejujurnya kepada Elina. Kalau dia hampir mendapatkan masalah berat, karena kejadian tadi. Sebab itu akan membuat malu dirinya sendiri di depan temannya.             Untuk kejadian tadi saja, Ayra masih stress memikirkannya sampai sekarang. Dia takut jika pihak kampus akan memanggilnya ke kantor dan menginterogasinya. Atau mungkin akan membuat surat peringatan untuk dirinya.             Oh sungguh! Jangan sampai hal itu terjadi. Karena itu akan membuat malu dirinya dan keluarganya. Terutama Daddy nya.             Mengingat jika Daddy nya merupakan donatur utama di kampusnya ini, tempat dia menimba ilmu. Juga reputasi Daddy nya sebagai Pebisnis yang sangat dikenal di Negeri ini.             Elina, melihat reaksi gugup dan wajah pucat pasih temannya. Membuat dia kembali mencecar Ayra dengan pertanyaan menohok. “Kau menyembunyikan sesuatu dari ku ?” Tanya Elina memposisikan duduknya ke samping, menghadap Ayra yang mulai bersikap salah tingkah.             Ayra langsung menjawabnya dengan rasa penuh kegugupan. “Hah ? Ak… aku ?” “Hahahaa… hahahaaa… Kau ini apa-apaan, Elina. Menyembunyikan apa sih ? Aku tidak mengerti maksudmu.” Ucap Ayra lalu mengalihkan kegugupannya dengan mengambil ponsel miliknya di dalam ransel mininya.             Elina mengernyitkan keningnya melihat sikap Ayra yang aneh.             Saat Ayra menjangkau ponselnya, dan mengotak-atik ponselnya. Dia kembali membuka suaranya. “Ponselku habis baterai ?” Ucap Ayra dengan wajah kagetnya, lalu menghela panjang nafasnya.             Elina, mendengar ucapan dari temannya itu. Dia juga kembali membuka suaranya. “Pantas saja. Tadi aku sempat meneleponmu, tapi tidak tersambung.” Ucap Elina lalu kembali memposisikan nyaman punggungnya disana. Dia juga mulai memainkan ponsel miliknya, sambil membuka suaranya lagi. “Kau tadi kemana saja, Ayra ? Aku mencarimu kesana kemari. Ponselmu yang tidak aktif membuat aku semakin khawatir.” Ucap Elina jujur dan direspon cekalan di pergelangan tangannya. “Kau khawatir padaku ?” Tanya Ayra memegang pergelangan tangan Elina dengan posisi tubuhnya menghadap Elina.             Elina menghentikan pergerakan tangannya, dan melihat Ayra sambil memicingkan kedua matanya. “Kau ini! Menyebalkan!” Ketus Elina dan tidak memperdulikan Ayra yang sudah menertawainya.             Ayra kembali menyandarkan nyaman punggungnya disana. “Hah…” Desah Ayra seraya meregangkan tubuhnya, mengangkat kedua tangannya ke atas. “Sepi sekali ya. Hanya ada kita disini.” Ucap Ayra dengan pandangan lurus ke depan.             Elina menoleh ke arahnya, sambil mengernyitkan keningnya. “Kau tidak tahu ?” Tanya Elina.             Ayra mulai memasang wajah bingungnya. Dan kembali bertanya. “Apa ?” Tanya Ayra dengan wajah penuh rasa penasaran.             Elina menghela panjang nafasnya. Temannya ini sungguh lugu. Antara lugu dan bodoh. Tapi dia merupakan salah satu mahasiswi cerdas di satu jurusan mereka, pikir Elina. “Kau ini bagaimana, Ayra. Semua mahasiswa Jurusan Pengembangan Bisnis sedang berada di aula besar. Mengikuti acara pembahasan tema saat seminar nanti.” Ucap Elina santai menatap Ayra, lalu memalingkan wajahnya kembali pada ponsel miliknya. ”What!!!” Teriak Ayra beranjak dari duduknya.             Elina seketika menutup telinga sebelah kirinya. ”Kau ini! Berisik sekali!” Ucap Elina berwajah kesal.             Ayra langsung melangkahkan kakinya menuju koridor utama, terlihat lift di seberang sana. ”Hey! Hey! Tunggu aku!” Ucap Elina mengejar langkah Ayra.             Elina kembali membuka suaranya dengan nafas mulai tersengal. ”Kau mau kemana Ayra! Buru-buru sekali!” Ucap Elina dengan nada satu oktafnya. ”Mau ke aula sekarang! Kenapa kau baru mengatakannya sekarang, Elina! Kita harus mengikuti acara itu! Supaya tahu, apa topik yang akan dibahas saat seminar nanti!” Ucap Ayra tidak menghiraukan Elina yang mengejarnya menggunakan heels yang sedikit tinggi. ”Iya! Iya! Tapi jangan terburu seperti ini. Kakiku lelah, Ayra! Aku pakai heels! Hello!!” Teriak Elina yang berjarak agak jauh dengan Ayra. Karena langkah Ayra yang lebar hendak mencapai pintu lift. ”Percepat langkah mu, Elina! Nanti kita terlambat!” ”Tunggu! Hey! Mereka baru saja masuk setengah jam yang lalu, Ayra! Dan acaranya berlangsung sampai 5 jam. Tidak mungkin kita terlambat! Hey!” Teriak Elina yang tidak dihiraukan oleh Ayra.             Ayra yang sudah sampai tepat di depan pintu lift. Dia menekan tombol lift, menekan tombol menuju ruang aula utama, tempat dimana acara itu dimulai. ..**..             Mereka berdua pergi menuju aula utama Universitas Dubai. Tempat dimana ruangan yang selalu dijadikan sebagai acara seminar atau wisuda para mahasiswa-mahasiswi untuk mengesahkan gelar yang mereka raih.             Ayra berpikir mungkin pria yang dia lihat di ruangan Rektor Utama itu adalah tamu istimewa mereka yang akan menjadi pembicara penting saat seminar nanti. Dan Ayra tidak mau sampai melupakan topik yang akan dibahas saat seminar.             Atau mungkin lebih tepatnya, Ayra ingin berjaga-jaga. Takut jika pria itu menandai dirinya saat seminar nanti. Dan bertanya hal-hal yang tidak dia ketahui terkait bisnis.             Sungguh jika hal itu sampai terjadi, mungkin Ayra akan sangat malu di depan seluruh mahasiswa-mahasiswi Jurusan Pengembangan Bisnis. Apalagi semua mahasiswa-mahasiswi tingkat semester mengikuti acara seminar itu. *** Ruangan Rektor Utama., Pagi hari.,             Mereka kembali berbincang ringan. Sesekali pria paruh baya yang menjabat sebagai Kepala Rektor Universitas Dubai itu membuat candaan sebagai pengalihan masalah yang baru saja terjadi beberapa menit yang lalu, karena ulah salah satu mahasiswi mereka. Mahasiswi yang mereka tahu identitas lengkapnya sebagai putri tunggal dari donatur utama kampus mereka, Agha Gohan Alecjandro.             Kepala Rektor Universitas Dubai yang bernama Prof. Ahmed Alfa itu kembali membuka suaranya. “Sekali lagi kami minta maaf karena kesalahan yang telah dilakukan oleh mahasiswi kami tadi, Mr. Dyrga.” Ucap Prof. Ahmed kepada tamu istimewa mereka.             Yah! Pria itu, pria yang membantu Ayra saat dia jatuh tersungkur ke lantai. Pria itu bernama Adyrga Abraham Althaf.             Sesuai dengan perjanjian mereka beberapa waktu yang lalu, bahwa pria yang akrab disapa Dyrga itu mengiyakan undangan mereka untuk hadir di acara seminar itu sebagai pembicara khusus.             Dyrga membuka suaranya. “Tidak masalah, Prof. Ahmed. Karena saya juga tidak bersikap sopan padanya tadi.” Jawab Dyrga singkat menampilkan senyuman kecil di wajah tampannya yang berhiaskan bulu-bulu halus disekitar rahang tegasnya.             Mereka semua tersenyum seraya membalas ucapan Dyrga sebagai tamu istimewa mereka.             Dyrga lalu membuka suaranya lagi. “Saya meminta kalian untuk tidak memanggil gadis itu karena sikapnya tadi. Tidak menginterogasi dia, atau memberi surat peringatan padanya.” Ucap Dyrga tegas seraya memutuskan dan direspon diam oleh semua orang penting yang hadir di ruangan itu.             Mereka saling melirik satu sama lain dengan wajah saling melempar senyuman. Seakan berbicara dengan menggunakan bahasa tubuh, jika mereka harus mengiyakan kalimat dari orang terkemuka di kota New York, sebagai wakil Pebisnis muda ternama di USA. “Ah jika itu mau Anda, kami akan penuhi, Mr. Dyrga.” Jawab Dr. Ali seraya mengiyakan permintaan pria bersetelan rapi dan berperawakan tampan itu.             Professor Ahmed Alfa ikut membuka suaranya. “Sejujurnya, saya sudah berniat untuk memanggilnya ke ruangan saya untuk menanyakan sikapnya tadi. Tapi ternyata, Anda lebih dulu melarang kami.” Ucap Prof. Ahmed sambil tersenyum.             Dyrga sengaja mengatakan permintaannya itu, karena dia sudah tahu niat dari para petinggi di kampus ini. Mereka berniat ingin memanggil gadis yang dia tahu bernama Ayra itu untuk menjumpai salah satu dari mereka.             Dan karena Dyrga tahu jika hal itu terjadi, maka gadis itu akan sangat sedih. Dan merasa malu jika bertemu dengan salah satu dari mereka di kemudian hari.             Sehingga sebelum mereka memutuskan untuk memanggil gadis itu, Dyrga sudah menghentikan niat mereka. Dengan begini, nasib gadis itu akan tetap aman. Dan dia berharap, gadis itu tidak membuat ulah lagi di kampus ini, di kemudian hari.             Setelah perbincangan penting itu, Dyrga memutuskan untuk segera pulang dari sana. Beberapa materi penting yang sudah disiapkan oleh pihak kampus untuk acara seminar nanti akan dibawa. Materi yang akan dia sampaikan olehnya sendiri sebagai pembicara pada acara seminar resmi di Universitas Dubai khusus untuk jurusan Pengembangan Bisnis. Materi itu dibawa oleh sektetaris pribadinya, Charlow Fernandez. ..**..             Setelah selesai mengikuti acara itu selama hampir 5 jam lamanya, Ayra memilih untuk pergi ke kantor Daddy nya, Agha. Sungguh dia tidak akan berhenti memohon, sampai Daddy nya menyetujui keinginannya.             Sebab teman Elina sudah memesan satu ruangan besar itu, karena Ayra yang sudah mengkonfirmasinya langsung kepada pihak The Levent Coltar Discotic. Dan sangat tidak lucu jika dirinya tidak hadir di acara teman Elina yang diadakan di diskotik miliknya sendiri, pikir Ayra saat itu.             Karena berbagai pemikiran itu, membuat Ayra memutuskan untuk pergi ke kantor Daddy nya. Dan langsung meminta izin Daddy nya untuk tidak memberitahukan hal ini kepada Mommy nya, Zuha.             Tetapi jika Daddy nya juga tidak mengizinkan dirinya. Dengan sangat terpaksa dia harus memakai ide liciknya. *** Eruca Alp Corporation, Dubai, Uni Emirat Arab., Ruangan Rapat., Siang hari.,             Ayra yang sudah sampai di kantor milik Daddy nya, Agha. Dia disambut dengan sangat ramah oleh petugas di depan pintu utama gedung. Mobilnya sudah diambil alih oleh pelayan khusus di gedung itu.             Kaki jenjangnya melangkah anggun menuju lift penghubung khusus ke ruangan Daddy nya. Pelayan disana sudah siap siaga berada di belakang Ayra. Membantu Ayra untuk sampai di kantor Boss Besar mereka. Walaupun mereka tahu, jika putri tunggal pria yang akrab mereka sapa Mr. Alecjandro itu sudah mengetahui dengan detail seisi bangunan pencakar langit ini. …             Saat dirinya sudah sampai di depan ruangan rapat. Ceklek…             Kepalanya masuk melihat ke dalam ruangan mewah itu. Tanpa melangkah masuk dan mendorong tubuhnya ke dalam, dia mulai membuka suaranya hingga bergema di ruangan besar itu. “Dad ?” Panggil Ayra dengan suara pelan, tetapi membuat beberapa orang yang ada di ruangan rapat itu menoleh ke sumber suara.             Saat Ayra melihat ke ujung sana. Deg!   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD