36

1075 Words
Hayato mencoba menggerakkan tubuhnya, juga membuka mata, meskipun agak sulit. Rasanya ia sudah tertidur cukup lama, tubuhnya juga tak sesakit saat pertama kali ia terjatuh dari atas bukit. Saat ini yang ia bayangkan mungkin ia berada di surga atau sejenisnya, ia belum pernah melakukan kesalahan, kecuali berteriak pada Ayahnya, tak mungkin ia masuk neraka. Lagi pula apa ia pernah belajar tentang itu. Hayato sudah membuka matanya, kini yang di lihatnya bukan langit surga, tapi langit-langit rumah yang terbuat dari kayu, ia belum mampu melihat sekeliling, karena rasanya sangat berat, tapi ia yakin itu rumah. Saat Hayato masih berusaha mengingat, seseorang tepat menghadap kepalanya melihat dirinya dengan begitu dekat, orang itu menakutkan. Jika bisa mungkin saat ini Hayato akan berteriak kaget dan melompat. “Kau sudah bangun?” tanya orang itu yang melihat Hayato sudah sadar. Iya, aku sudah bangun. Tapi, aku bingung. Batin Hayato. “Kukira kau sudah mati, kalau kau mati percuma aku membawamu ke tempat ini, melelahkan sekali, bukan,” ucap orang itu lagi. Hayato mulai mengerti apa yang terjadi, ternyata laki-laki tua menakutkan yang memiliki aroma sake atau arak itu yang menolong dan membawanya ketempat ini. Pantas saja ia tak jadi mati, padahal ia sudah pasrah dan tak peduli jika tak bisa hidup lagi. Malam itu setelah Hayato terjatuh dari atas bukit, dan laki-laki itu menabrak tubuh Hayato. Ia pikir Hayato hantu atau mayat, tapi saat di periksa ternyata Hayato masih hidup. Ia tak tahu harus berbuat apa, tapi mungkin membawanya kerumah dan mengobatinya adalah pilihan yang tepat. Jika sembuh nanti mungkin bisa membantunya untuk mengurus sawahnya, anggap saja balas budi atas bantuan yang di berikannya untuk kesembuhan Hayato. Kini, laki-laki yang biasa di panggil Ishuke itu keluar dari ruangan Hayato, duduk di pojok teras sambil menikmati sebotol sake. Ditatapnya hamparan pohon perdu dan rerumputan yang menutupi rumah kecilnya, sesekali salju turun yang tertangkap matanya. Ia tinggal sendirian di tempat itu tanpa seorang tetangga. Sudah lebih dari beberapa tahun ia tinggal di sana sejak tak lagi memiliki sebuah pekerjaan, untung saja ia mendaptkan rumah yang di tinggal lengkap dengan sebuah ladang kosong yang ia buka di dekat hutan. Tinggal seorang diri sebagai petani adalah hal yang tak pernah ia bayangkan, apalagi ia tak memiliki seorang istri ataupun anak. Ia jadi teringat, perempuan yang ia sukai tak menyukainya dan perempuan yang menyukainya tak ia sukai. Dulu ketika masih bekerja, ia pernah menyukai seorang perempuan, sayangnya perempuan itu adalah anak seorang bangsawan, sementara ia hanya seorang prajurit biasa. Cintanya bertepuk sebelah tangan dan ia sakit hati. Lemah sekali. *** Dua minggu sudah berlalu sejak penemuan Hayato oleh Ishuke, kini Hayato sudah sedikit mampu menggerakkan tubuhnya. Dari yang ia lihat Ishuke mengobatinya, entah menggunakan ramuan apa. Tapi, obat itu manjur dan mampu menyembuhkan tubuhnya. Kini Hayato mencoba berjalan, meski masih sedikit tertatih karena jika ia paksakan rasanya masih cukup ngilu. Hayato menuju teras, dimana ia tadi melihat Ishuke keluar. Padahal salju tengah turun dengan lebatnya. Hawa masih cukup dingin. "Kukira kau masih bersamanya," ucap Hayato begitu ia duduk di samping Ishuke. "Bersama siapa maksudmu?" tanya Ishuke. "Penjual b***k itu, kau si kusir kan?" "Bagaimana kau tau?" kembali tanya Ishuke. "Aku Hayato, satu-satunya bocah yang kabur bersama Shatoru enam tahun lalu," ucap Hayato lagi. Ishuke seketika teringat hal itu. Enam tahun yang lalu setelah tragedi pelarian oleh Hayato dan Shatoru, penjual b***k merasa ketakutan jika mereka membongkar kedok itu. Si kusir yakni Ishuke ternyata telah bekerja sama dengan militer kekaisaran, ia lalu mengatakan apa yang terjadi. Tak lama berselang akhirnya penjual b***k itu tertangkap bersama militer kekaisaran yang menjadi komplotannya. Sejak saat itu Ishuke pergi mencari pekerjaan lain, menjauh dari desa itu dan mencari desa lainnya, hingga ia berada di sini sekarang. "Aku sudah meninggalkannya lama, bahkan sebelum kau melarikan diri pun aku bukan kusir lagi," jawab Ishuke. "Namaku Ishuke Damma. Kau bisa memanggilku Ishuke." Hayato mengangguk perlahan setelah mendengar ucapan Ishuke. "Lalu apa yang kau lakukan di tempat itu dengan tubuh penuh luka?" sambung Ishuke sambil bertanya. "Ceritanya panjang, jika pun aku harus menyingkatnya," ucap Hayato. Ishuke masih menunggu sambil terus meneguk sake dari botolnya, mirip sekali Ichimaru. Hayato jadi mengingat guru beladirinya itu, kebiasaanya meminum sambil mengerutu, senang melakukan hal melakukan untuknya. Hayato seketika merindukan Ichimaru, apa pendekar pemabuk gila itu masih ada di Yondama? Lalu bagaimana kabar Bibi Yumi dan paman Yababura? Mungkin suatu saat nanti ia akan mengunjungi mereka satu persatu. "Kau malah melamun," tegur Ishuke melihat Hayato malah diam dan melamun. Lalu Hayato menceritakan tentang apa yang sebenarnya terjadi setelah melakukan pelarian itu. Hidupnya yang penuh dendam terus dikelilingi rasa ketakutan berlebih. Shatoru membawanya pergi ke Yondama untuk di ajari caranya bertarung dan berpedang agar ia bisa membalaskan dendam keluarganya. Beberapa tahun berlalu, setelah Hayato mampu menguasai berpedang dan beladiri, Shatoru yang tak lain putri Yumma akhirnya di bawa paksa Militer Kekaisaran Tanduk Merah. Hayato yang tak tahu apa-apa, akhirnya di buat terkejut dan bingung. Ia merasa di bohongi selama ini. Setelah itu, ia berusaha mencari Shatoru sendiri, menyusuri setiap jalan dan akhirnya ia sampai di sebuah bukit. Ketika kembali tersadar ia susah berada di sebuah rumah dan bertemu dengan Ishuke. Setelah mendengar ucapan itu, Ishuke berdiri sambil menentang botol sakenya. "Mulai besok panggil aku guru, aku yang akan menjadi guru keduamu. Berpedang sekaligus beladiri," ujar Ishuke kemudin. Hayato terdiam mendengar hal itu, apa Ishuke bercanda atau bagaimana? "Apa kau bercanda, Paman?" tanya Hayato memastikan. "Aku sangat bersungguh-sungguh. Aku dulu adalah mantan Militer Kekaisaran Tanduk Merah tingkat ketiga, julukanku adalah Pendekar Gila Wanita," ucap Ishuke. Mendengar hal itu Hayato hanya bisa mendatarkan wajahnya, menahan emosinya. Apa lagi ini? Dulu gurunya Pendekar Gila Pemabuk, kini guru keduanya Pendekar Gila Wanita. Apa tidak ada julukan lain yang lebih baik dari itu? "Memang aneh, tapi aku menyukai wanita. Mereka makhluk menggemaskan," sambung Ishuke. Sepertinya Ishuke bukan gila wanita, tapi pendekar m***m. Sejak hari itu Hayato mulai manjadikan Ishuke Damma sebagai seorang guru meskipun secara keseluruhan ia masih belum yakin dengan hal itu. Hari-harinya kini bersama Ishuke, sifat dendamnya yang beberapa saat lalu hilang akibat sekarat kini kembali lagi dan semakin berkobar dengan kencang. Musim dingin kemudian berlalu, Hayato sudah melalui istrihatnya. Di bawah pengobatan Ishuke, Hayato sembuh total bahkan ia merasa tubuhnya tidak pernah sebaik ia seperti sebelumnya. Kini di dalam dirinya ada dendam antara keluarganya, juga harapan mencari tahu kebenaran yang di sembunyikan sang guru. Mengapa ia masih merasa di bohongi? Padahal ia pikir semuanya berjalan dengan baik. Bukan karena Shatoru Shin perempuan, tapi karena sejak awal Shatoru tak pernah mengatakan yang sejujurnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD