Hayato penasaran kemana perginya para kunang-kunang itu dan ia masuk lebih dalam pada hutan itu.
Lalu sampailah di tempat para kunang-kunang itu berkumpul yakni di bawah sebuah pohon yang terlihat sangat terang bergerombol membentuk sebuah lingkaran dan di tengahnya terdapat seperti hewan tapi memiliki tubuh kecil layaknya kurcaci.
Hayato meyakinkan bahwa itu hewan tapi ia kemudian ragu. Hayato lebih dekat terus mendekat pada apa yang ia lihat, dan ternyata sebuah makhluk mirip kurcaci.
Baru pertama kali ia melihat makhluk seperti itu, persis seperti dongeng yang di ceritakan sejak ia kecil.
Hayato semakin mendekati makhluk itu, para kunang-kunang yang melihat kedatang Hayato berhamburan pergi entah kemana, sementara makhluk itu tetap pada posisi yang sama di bawah pohon yang memiliki batang bersinar.
"Kau ingin menemuiku?" tanya makhluk itu pada Hayato, Hayato sedikit kaget karena makhluk itu bisa berbicara.
"Apa kau petapa yang di katakan Paman Ishuke?" tanya balik Hayato setelah sadar dengan apa yang sedang ia lakukan di hutan itu.
"Angkat aku," ujar Makhluk itu. Saking kecilnya telapak tangan Hayato pun muat. "Bocah bernama Ishuke itu sudah menjadi seorang Paman-paman ternyata."
Bocah? Kata itu bergema di pikiran Hayato, bagaimana mungkin Paman Ishuke sang guru yang sudah begitu tua di panggil dengan sebutan bocah.
"Paman Ishuke memintaku menyampaikan salamnya padamu," kata Hayato kemudian.
"Apa dia sudah setua itu sampai tak bisa datang menemuiku sendiri? Ishuke tetaplah bocah nakal yang selalu meminta sesuatu," ujar Makhluk itu.
Kemudian keduanya saling bertanya dan bercerita, alasan kenapa Hayato datang ke hutan itu. Dan makhluk itu bercerita tentang siapa dirinya.
Makhluk itu di kenal sebagai petapa abadi, usianya sudah ratusan tahun. Ia memiliki siklus satu hari. Di mana setiap pagi ia tumbuh menjadi anak-anak, kemudian ketika malam ia menjadi orang tua lalu meninggal. Begitu seterusnya sampai ia tak benar-benar bisa hilang dari dunia ini.
Hanya mereka yang memiliki jiwa kesatria yang bisa melihat petapa itu, saking abadinya bahkan banyak leluhur negeri yang ia tahu.
Namun, lambat laun adanya petapa abadi itu hanya dianggap sebagai sebuah mitos saja, bahkan di kalangan kesatria sekalipun.
Hingga akhirnya orang-orang melupakannya, kecuali mereka yang sudah pernah berjumpa dengan petapa adadi itu.
"Aku tak bisa memberimu jurus, tapi aku bisa memberimu anugrah," ujar petapa abadi itu mengakhiri ucapannya.
Meskipun Hayato tak merasakan apapun, tapi kata petapa itu tubuh Hayato sudah di selimuti keindahan dan kegagahan seorang kesatria.
"Aku tak merasakan apapun," ucap Hayato kemudian.
"Sekarang memang kau tak merasakannya, tapi suatu saat kamu akan tahu," jawab petapa abadi itu.
Hayato hanya mengangguk tanda tak paham.
"Wajah dan matamu mengingatkanku pada seseorang yang pernah kesini beberapa puluh tahun lalu, kau mirip sekali dengannya. Aku mengatakan padanya bahwa aku melihat titik kelam yang ada di takdirnya suatu saat nanti," ucap petapa abadi itu. Hayato berusaha menerka siapa yang di maksud petapa abadi itu.
" Siapa orang yang mirip dengan aku itu, petapa?" Tanya Hayato penasaran.
"Ia adalah seorang laki-laki gagah perkasa dari keturunan bangsawan, memiliki tubuh yang indah, tapi aku melihat ada titik api yang menyelimutinya itu juga yang telah membunuhnya," kata Petapa abadi lagi.
Hayato masih berusaha menerka, siapa yang di maksud petapa orang yang mirip dengan dirinya adalah sang ayah. Karena ayahnya memiliki tubuh yang gagah perkasa tapi itu seperti mustahil ayahnya bukan keturunan bangsawan bahkan bukan seorang Ksatria, ayahnya hanya seorang petani biasa kadang mengurus ternak milik Tetangga. Selain itu sang ayah jika tidak bisa menggunakan pedang.
Namun, kematian akibat api itu seperti yang terjadi pada sang ayah.
Setelah itu petapa abadi masih banyak berbicara bagaimana dirinya bisa menjadi seperti itu bagaimana ia mengenal Ishuke.
Saat datang ke hutan kunang-kunang, Ishuke dulu adalah pemuda yang nakal dan suka berbicara kasar. Ia ingin mengikuti ujian untuk masuk Militer kekaisaran.
Meskipun nakal, Ishuke tak memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Karena Ishuke merasa bahwa ilmu dan latihannya selama ini kurang.
Ishuke tak yakin bisa lolos masuk militer kekaisaran, maka dari itu ia meminta bantuan pada petapa abadi untuk memberikannya anugrah.
Awalnya petapa abadi enggak, tapi orang-orang yang bisa bertemu dengannya dan berbicara padanya pasti di takdirnya menjadi seorang kesatria. Dan hal itu terbukti, meskipun setelah itu Ishuke tak berubah, tetap nakal dan berambisi.
Selain itu petapa abadi juga mengatakan bagaimana ia bisa menjadi seperti ini karena itu adalah sebuah kutukan oleh seorang perempuan yang mengaku sebagai utusan seorang dewi. Semuanya terjadi begitu singkat, saking singkatnya bahkan Petapa Abadi lupa kejadiannya.
***
Setelah Hayato mendapatkan anugrah itu, Hayato bermalam di sana. Menunggu hingga petapa itu terlahir kembali, tapi saat pagi hari petapa itu sudah tidak ada lagi. Hilang entah kemana.
Namun, sebelum itu petapa abadi mengatakan untuk keluar melewati hutan kunang-kunang sisi selatan. Di sana akan ada sebuah kuil yang menjelaskan takdirnya.
Hayato keluar dari hutan itu secepat mungkin, sebelum terik matahari menyengatnya. Ia mengikuti saran dari petapa abadi itu.
Beberapa waktu berlalu, matahati sudah mulai naik keatas, sinarnya menyilaukan mata meskipun tidak begitu menyengat.
Tak jauh dari perbatasan hutan kunang-kunang dan desa Hokayo, nampak sebuah kuil yang cukup besar tapi sepertinya terabaikan.
Dari luar terlihat corak warna merah dan coklat. Hayato berusaha masuk kedalam area kuil itu untuk mencari air guna membersihkan dirinya.
Saat ia menemukan sumur ia langsung membersihkan dirinya. Airnya begitu segar, hingga Hayato begitu betah.
Setelah selesai menyegarkan diri. Hayato berniat sejenak berdoa, untuk mengirim doa pada keluarganya yang telah mati.
Namun, saat baru saja ia masuk kedalam kuil. Matanya terhalang sesuatu, seseorang tengah berdoa di sana. Sambil mengahadap dewa dan menyalakan dupa.
Entah kenapa seketika saja Hayato hanya bisa diam dan memangu di sana, karena merasa asing dengan orang yang berdoa itu.
"Permisi," ucap Hayato kemudian.
Orang itu yang tak lain seorang perempuan pun menoleh melihat Hayato.
Sementara Hayato merasa terkesima melihat perempuan itu, cantik sekali. Hayato tak pernah melihat gadis secantik itu sebelumnya. Ia merasakan sesuatu. Tapi dengan cepat ia menyadarkan dirinya sendiri.
"Boleh aku meminta dupa?" tanya Hayato kemudian.
Tanpa menjawab perempuan itu memberikan sebungkus dupa pada Hayato, lalu Hayato mengambilnya dan menyalakan dupa itu.
Ia berdoa begitu kusyuk, hingga rasanya ia mengingat semua kenangan tentang keluarganya.
Tapi sesekali ia melihat perempuan itu, perempuan yang mampu mengalihkan dunianya.
Tak berapa lama perempuan itu telah selesai berdoa, lalu hendak pergi. Hayato buru-buru menyelesaikan doanya dan mengejar perempuan tadi.
Perempuan itu dengan cepat sampai di luar kuil, Hayato pun sudah berada di luar kuil.
"Tunggu!" Seru Hayato. "Bisa aku bertanya jalan padamu?"
Perempuan itu berhenti, menunggu Hayato sampai di sisinya.
"Jalan kemana?" Tanya perempuan itu.
"Aku dari hutan kunang-kunang, aku masuk dari sebelah barat, dan ketika lewat selatan aku tak jalan keluar dari desa," ujar Hayato.
"Baiklah, aku bisa memberitahumu jalan keluar," kata perempuan itu.
Kemudian mereka jalan beriringan, Hayato dan perempuan yang mengaku bernama Mirai itu saling berkenalan. Baru beberapa jalan mereka sudah begitu akrab.