6 - Sintia Nowdik

2200 Words
Free Practice sudah dilakukan hari ini, pemenang pertama adalah Keanu Devretez, ia memiliki nomor punggung 99. Keanu merupakan pembalap professional yang namanya juga melanglang buana di setiap negara. Pengalaman Keanu dibidang balap tak diragukan lagi kualitasnya, bisa dikatakan kalau Keanu adalah King of the Race. Di usia 16 tahun, Keanu sudah menapaki aspal MotoRace dan seiring dengan bertambahnya tahun, ia semakin naik ke level-level balap yang lebih tinggi. Keanu dikerubungi oleh timnya yang memberi dukung secara moral, tak seperti Martin yang terkenal akan kesombongannya. Sosok Keanu Devretez justru sangat ramah terhadap para penggemar dan juga orang lain, beberapa kali media mendapati Keanu yang membantu orang-orang disekitarnya. Seperti bulan lalu, Keanu kedapatan membantu seorang nenek lansia yang menyeberang jalan. Dengan rendah hati Keanu menghentikan laju kendaraan dan turun guna memapah orang tersebut, hal ini sempat terekam oleh media dan langsung viral setelahnya. Tak jauh dari Keanu, ada pula Jack Roshel yang berhenti di pinggir lintasan. Ia turut senang atas keberhasilan Keanu, ia mengacungkan jari jempol pada teman sesame pembalap. Hubungan Jack dan Keanu cukup baik meski mereka berasal dari tim atau pabrikan motor yang berbeda. Keanu menyambut Jack dengan senyuman hangat. Sedangkan di sisi lain ada Martin yang tengah menggeram marah, ia kesal karena hanya menduduki posisi ke lima, sedangkan Jack berada di posisi ke tiga. “Badjingan sialan!” Martin mengumpat pelan, ia membuka kaca helm full facenya dan menatap Keanu serta Jack dengan tatapan membunuh. Terres, asisten pribadi Martin datang, ia membawakan botol air minum pada majikannya. “Aku tidak butuh benda itu,” ujar Martin. Tangan Terres yang memegang botol air terhenti di udara, ia menaikkan sebelah alisnya sambil mendengus. “Kesal karena kalah hari ini? Oh come on, dude. Masih ada Qualification dan hari H balap, kau bisa menggunakan berbagai cara untuk menang.” Terres berujar dengan nada tenang andalannya. Martin berasal dari tim pabrikan bernama MacZie, sedangkan Jack berasal dari RoStar. Kedua pabrikan motor ini juga sering beradu dalam promosi produk-produknya, tak heran jika perseteruan ini juga sampai pada para pembalapnya masing-masing. Martin menghentikan kekesalannya sejenak, kepalanya tertoleh menatap Terres dengan seksama, ia mencerna perkataan asistennya dengan baik. “Berbagai cara untuk menang, apa maksudmu dengan bumbu kecurangan?” Terres tersenyum miring, Martin tahu betul arti ekspresi yang ditunjukkan asistennya ini. “Sedikit kecurangan tak akan membuatmu ketahuan kan?” Lanjut Terres sembari bersedekap tangan. Martin paham kode dari asistennya, ia menoleh menatap ke arah Jack dan Keanu, kedua rivalnya itu tengah saling berbincang di pinggir lapangan. Tangan Martin yang semula berada di pedal gas tiba-tiba terkepal dengan erat. Tidak tahu bagaimana pun caranya, yang pasti Martin harus merebut posisi pertama di hari H balap nanti. Ia akan membawa namanya ke puncak dunia dan dikenal sebagai jagonya rider lintasan. Jack dan Keanu berbincang singkat, keduanya tampak akrab dan dekat. Jack dan Keanu sebelumnya tidak berteman, tapi karena sering terbiasa bertemu di sirkuit, akhirnya mereka saling menyapa dan lama-lama menjadi saling kenal. Tak dapat Jack pungkiri, Keanu juga termasuk saingan yang sulit dikalahkan pada saat balapan. “Kau hebat, Keanu. Selamat.” Keanu terkekeh pelan mendengar ucapan Jack. “Aku tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan dirimu, musim ini namamu yang paling bersinar, Jack.” Begitu lah Keanu, ia selalu merendah. Jack hanya tersenyum simpul mendengarnya. Namanya baru bersinar, tapi ia belum pernah menduduki title juara dunia, sedangkan Keanu sudah mendapatkannya tiga musim berturut-turut. “Ini belum apa-apa, masih Free Practice, masih ada babak Qualification dan balap sesungguhnya. Ku rasa kau bisa memimpin di klasemen nantinya dan mengalahkanku.” Keanu berujar kembali. Jack tidak yakin akan hal itu. Ia sama sekali tidak berniat untuk memerangi Keanu, hanya Martin yang ia incar di balapan-balapan nantinya. “Kau terlalu memujiku, aku tak sepandai itu.” Keanu tertawa pelan. “Jack, aku sudah melihat potensi dalam dirimu. Kau bahkan lebih hebat dan jeli dibandingkan aku atau Martin, musim ini kau bisa merebut gelar juara dunia, percaya pada dirimu sendiri.” “Kenapa kau justru mengandalkanku, bukankah kita seharusnya bersaing?” Jack bertanya dengan nada becanda. Namun, Keanu justru menanggapinya dengan serius. “Aku bersungguh-sungguh, kau layak menjadi juara dunia.” Keanu mengakhiri perbincangannya dengan senyuman penuh kepastian yang dilemparkan pada Jack. Jack terdiam beberapa saat, ia lalu mengangguk dengan pelan. Setelahnya perbincangan mereka terhenti tatkala Zenseva datang dengan tergopoh-gopoh, ia berlari dari paddock menuju ke sisi lintasan disertai napas yang tersengal-sengal. “Ada apa, Zen?” Zenseva tersenyum kikuk, ia menyapa Keanu sejenak lalu fokus pada atasannya. “Sintia datang lagi.” Zenseva berbisik di telinga Jack. Jack langsung mengubah ekspresinya menjadi datar, wanita itu tidak henti-hentinya mengganggu dirinya. “Kau tidak bisa mengusirnya?” tanya Jack dengan nada geram. Zenseva menggeleng dengan nanar, ia sudah berusaha keras mengusir Sintia dari jangkauan si boss, tapi wanita itu sangat keras kepala. Sintia bahkan mengancam akan menerobos masuk ke lintasan jika sampai Jack tidak menemuinya, hal ini tentu saja merepotkan Zenseva. “Sudah beberapa kali kau menyuruhku untuk mengusirnya, sekali ini kau temui saja Sintia. Aku benar-benar pusing melihat tingkahnya.” Zenseva menghela napas kasar sembari memohon pada atasannya untuk menemui Sintia, ia sendiri sudah tidak kuat menangani wanita itu. “Kenapa kau jadi memerintahku?” tanya Jack dengan mendelik. Raut Zenseva langsung tertekuk dengan masam, perbincangan mereka masih diperhatikan oleh Keanu. “Please, Boss! Sekali ini saja, aku tidak kuat menangani dia.” Zenseva bahkan menghentak-hentakkan kakinya di aspal, terlihat seperti anak kecil. Melihat asistennya yang berlagak memalukan membuat Jack kesal, terlebih lagi Keanu sedang mengulum senyumannya agar tidak pecah kala melihat tingkah asisten itu. “Oke, stop! Aku akan melakukannya.” Ujar Jack dengan final. Akhirnya Zenseva mengakhiri tingkah kekanakannya dengan senyum sumringah, senyumannya agak lebar dan memperlihatkan gigi-gigi rapinya. Jack tersenyum canggung pada Keanu. “Aku ada urusan, permisi.” Ucapnya. “Silahkan,” jawab Keanu. Setelahnya Jack memanggil Dave untuk mengambil motornya, ia turun dengan berjalan kaki dan menyeret kerah kemeja Zenseva. “Kau benar-benar mempermalukanku, Zen.” Jack masih kesal dengan Zenseva. Sedangkan si empunya nama hanya cengar-cengir tidak jelas. “Di mana aku bisa menemuinya?” “Ruang monitor.” Zenseva menjawab. Jack langsung mendelik seketika. “Kau bahkan membawanya masuk ke sana? Bagaimana bisa?” Zenseva menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Bagaimana lagi, saat Sintia mengancam mau masuk ke sirkuit aku langsung menyembunyikannya di sana.” Jack menipiskan bibirnya dengan kesal, asistennya satu ini sangat polos sehingga mudah sekali ditipu. Mereka berdua jalan beriringan, Jack dan Zenseva masih berdebat dengan sengit. “Sepertinya aku harus menggantimu, Zen.” Zenseva langsung kelabakan, ia tidak mau dipecat. “Please, jangan! Aku masih sayang padamu, Boss.” Zenseva bergelayut di lengan Jack. Hal ini membuat orang-orang di sana menatap keduanya dengan pandangan aneh. Jack langsung melepaskan tautan tangan Zenseva dengan kesal, kenapa hari ini tensi darahnya dinaikkan terus menerus. “Lepas.” “Boss, jangan pecat aku.” Zenseva memohon belas kasihan. Padahal Jack hanya asal berceletuk, tapi reaksi Zenseva berlebihan. “Ya, aku tidak memecatmu. Awas saja jika lain kali berulah lagi.” jawab Jack. “Siap, Boss!” Mereka akhirnya sampai di paddock, Jack melepaskan helm dan juga wearpack miliknya. Ia menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya. “Kau jaga di depan pintu, jika terjadi apa-apa kau lah saksinya.” Jack berujar. “Apa-apa, bagaimana?” tanya Zenseva tidak mengerti. “Percobaan pembunuhan, misalnya.” Lanjut Jack dengan nada super datar. Mata Zenseva langsung melotot. “Boss, jangan macam-macam.” Jack mengabaikan Zenseva, ia membuka pintu ruang monitor dan masuk ke dalamnya. Blamm! Pintu itu tertutup sempurna. Di ruang monitor ini cukup sepi, pantas saja jika Zenseva berani membawa Sintia ke sini. Di sana ada seorang gadis yang tengah menunggu Jack dengan sabar, ia memunggungi Jack. “Mau apa bertemu denganku?” Tanpa berbasa-basi lagi Jack langsung bicara blak-blakan. Sintia yang duduk di kursi langsung berdiri, ia melambatkan pergerakannya. Bokongnya yang sintal sengaja ia tonjolkan, dress sepaha yang digunakan sengaja ia singkap ke atas. Selanjutnya ia berbalik menatap Jack sepenuhnya, wanita itu memiliki rambut berwarna merah padam, bibirnya dipolesi oleh lipstick maroon. Ia menyibak rambutnya ke belakang, dress mininya itu tak dapat menutupi tubuhnya dengan sempurna. Dadanya yang sintal tercetak dengan jelas, jangan lupakan kulit putih nan mulus wanita itu. Jack menatapnya tanpa ekspresi, ia bahkan membuang muka saat Sintia berjalan ke arahnya. Sintia memasang senyuman mempesona, ia perlahan-lahan melangkahkan kakinya tuk mendekat pada Jack. “Aku ingin bertemu denganmu dan mengobrol banyak.” Sintia menjawab pertanyaan Jack, suaranya terdengar s*****l. Jack masih membuang muka, dengan berani Sintia memegang rahang Jack tuk mengarahkan padanya. Tatapan jack dan wanita itu saling beradu, Jack sama sekali tidak tertarik dengan wanita ini, selebihnya justru ia merasa ilfeel. Melihat respon Jack yang kukuh dengan kedinginannya membuat Sintia tertantang, ia mendekatkan kepalanya pada Jack, selisih tinggi mereka tak begitu jauh. Tangan Sintia meraba-raba perut sixpack Jack dan menggerayanginya dengan sentuhan lembut, selanjutnya ia menghembuskan napasnya tepat di telinga pria itu. Tanpa diketahuinya, Jack sedang menahan aura emosi miliknya. Jack paling benci disentuh sembarangan, ia amat marah. “Aku menyukaimu, Jack. Bisa kah kita mengenal lebih dekat?” tanya Sintia sembari mendesah pelan, memancing Jack untuk berbuat lebih. “Aku tidak berminat.” Balas Jack dengan nada juteknya. Sintia terkekeh pelan. “Bagaimana kalau kita berpindah tempat, di kamar hotel misalnya?” Sintia semakin mendekat pada Jack, menggesek-gesekkan dadanya pada tubuh pria itu. Sintia sudah tidak tahan bermain ranjang dengan Jack, ingin merasakan gagahnya pria ini di ranjang. “Jangan menyentuhku.” Jack langsung menjauh dari Sintia serta menghempaskan tangan wanita itu. Ia merasa jijik dengan tingkah wanita ini, murahan. Melihat penolakan Jack mampu menghilangkan senyuman serta kepercayaan diri Sintia. Ia mendongak menatap wajah Jack dengan amat lekat. Jack memiliki rupa yang tampan, tubuh yang tegap nan atletis, serta tak pernah terlibat skandal dengan wanita-wanita. Jika diperhatikan, Jack adalah sosok pria setia idaman. Sintia ingin mendapatkan Jack, ingin menjadi kekasih pria itu dan menjadi satu-satunya wanita yang mendampingi seorang Roshel. “Keluar, aku tidak berminat denganmu.” Sebisa mungkin Jack tidak bermain fisik, ia menahan diri untuk tidak berkelahi dengan wanita. Hatinya terasa patah, bibirnya bergetar. Baru pertama kali Sintia ditolak oleh laki-laki, padahal sebelumnya ia selalu bisa meluluhkan semua kaum adam dengan mengandalkan tubuh dan rayuan mautnya. Bahkan Martin, rival dari Jack juga pernah menjadu partner ONS dengannya. Kabar yang beredar mengenai kebekuan hati Jack memang sudah terdengan ditelinganya, tapi Sintia belum percaya sepenuhnya. Maka dari itu ia datang ke sini juga ingin memastikan, apakah Jack tidak tergoda dengannya. “Tapi aku ingin, jadi lah kekasihku.” Ujar Sintia tanpa rasa malu. Ia mengutarakan perasaannya, padahal sudah jelas-jelas Jack menolaknya terlebih dulu. Jack menipiskan bibirnya dengan emosi. “Aku menolak, keluar!” Jack mengusir wanita ini. Bukannya pergi, Sintia justru mendekat lagi pada pria itu. “Aku mencintaimu Jack, berikan aku kesempatan menjadi kekasihmu.” Sintia mulai mengeluarkan jurus andalannya, air mata buaya. Jack sama sekali tak tersentuh. “Aku tidak ingin menjalin hubungan denganmu, aku sudah mencintai orang lain.” Tukasnya dengan amat jelas. Ia tidak berbohong, Jack memang mencintai gadis lain, gadis yang sudah lama ia tunggu-tunggu kehadirannya. Akan tetapi Sintia justru tertawa miris. “Siapa wanita itu ‘hah? Jangan kau kira aku tidak tahu bahwa selama ini dirimu tak pernah menjalin cinta dengan gadis manapun.” Jack terdiam. Namun, ia memikirkan kalimat yang pas untuk menyerang balik wanita ini. “Aku memang tidak pernah dikabarkan kencan dengan wanita, karena hubungan kami amat tertutup. Jadi, berhentilah mengganggu atau berharap padaku, terlebih lagi jangan menggunakan tubuhmu untuk merayuku, itu sama sekali tidak berguna!” Perkataan Jack di akhir kalimat amat tajam. Sintia gelagapan, ia masih belum menerima semuanya. "Tidak, kau harus menjadi milikku Jack. Siapa wanita itu, akan ku habisi dia agar kau menjadi milikku." Sintia berteriak kesetanan, ia bahkan memelotot. Dandanannya sudah berantakan, rambutnya mulai acak-acakan saat si empunya mengobrak-abriknya. Sintia sudah menggilai Jack, hanya Jack yang ia inginkan saat ini. Jack menyumpah serapahi Frederick, kenapa pria itu bisa-bisanya menggunakan wanita ini sebagai umbrella girlnya dulu. "Sintia Nowdik, ku jelaskan sekali lagi. Berhenti berharap padaku, ada banyak laki-laki lain di luar sana. Bukankah kau juga menggunakan tubuhmu pada Martin? Kenapa kau tidak melanjutkan saja hubunganmu dengannya." Jack berkata sembari melemparkan nada merendahkan. Ia jijik dengan Sintia yang sudah dipakai oleh berpuluh-puluh pria. Melihat tatapan merendahkan dari Jack membuat Sintia terluka. "J-jack, aku..." Jack menggeleng. "Aku tidak ingin mendengarnya lagi, keluar sekarang." "Zen, bawa dia pergi." Jack berteriak memanggil Zenseva. Zenseva langsung bergegas masuk sebelum majikannya benar-benar membunuh wanita ini. Sedari tadi rupanya Zenseva menguping pembicaraan keduanya, ia turut merasa geram dengan Sintia yang seolah-olah tak memiliki harga diri. "Baik, Boss." Zenseva menarik lengan Sintia dengan asal, memintanya untuk keluar dari sini. Namun, Sintia berkali-kali melawan, Zenseva semakin memperkuat tenaganya, akhirnya ia bisa menggerakkan tubuh Sintia. "Aku mencintaimu Jack, kau harus menjadi milikku." Sintia berteriak seperti orang gila, bahkan nyaris membuat keributan di paddock ini. "Aku akan mendapatkanmu apapun yang terjadi." Tukas Sintia dengan final, tubuhnya sudah berhasil dikeluarkan dari ruangan ini. Zenseva melakukannya dengan susah payah. Setelah kepergian Sintia, Jack mengelap wajahnya dengan kasar. Tak habis pikir dengan tingkah wanita itu, Jack sama sekali tidak berminat menjalin hubungan dengan wanita lain. Apalagi Sintia menyukainya hanya karena rupa fisik serta ketenarannya, Jack tidak akan mudah dimanfaatkan. Hati, hidup serta jiwanya, masih setia menunggu seorang gadis yang amat ia nantikan kehadirannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD