Arabella melangkah ke kamar Kenzo sambil membawa peralatan kebersihan untuk membersihkan puing-puing vas bunga. Dia membersihkannya dengan sabar dan telaten. Dia tahu si Singa sedang menatapnya tajam.
Setelah selesai, Arabella pergi ke dapur. Dia kini membuat minuman untuk suami arogannya itu. Minuman telah jadi, Arabella menghirup napas panjang lalu dia hembuskan perlahan. “Ayo semangat Bella!” ucapnya, menyemangati dirinya sendiri.
Dia kembali ke kamar. "Ini minumnya." Arabella menaruh minuman itu di atas meja.
Kenzo mengambil minuman itu. "Terlalu panas, ganti lagi!" Kenzo kembali meletakkan minuman itu di atas meja.
Arabella menghela napas panjang. Dia lalu mengambil minuman tersebut kemudian membawanya kembali ke dapur. Padahal tunggu saja dingin kalau kepanasan tidak perlu ganti yang baru. Suaminya itu memang berniat untuk mengerjainya.
"Dasar arogan senang sekali membuat aku susah!" gerutu Arabella.
Arabella ke kamar membawa minuman yang baru. Dia memberikan minuman itu pada Kenzo. Dia menanti reaksi Kenzo saat ini.
"Kurang panas, ganti!"
Rasanya ingin dia mencekik leher Kenzo. Dengan menahan perasaan kesal Arabella kembali ke dapur. Tak lama, Arabella datang seraya membawa segelas minuman dan memberikannya pada Kenzo.
Suaminya itu lalu meminumnya, tanpa komentar apa pun. Padahal minuman yang dia kasih itu adalah minuman yang pertama kali dibuat oleh Arabella tadi. Arabella mencoba bersabar.
"Terlalu manis, lain kali kalau buat itu jangan kebanyakan gula. Kamu mau buat aku diabetes?"
"Iya, lain kali aku akan mengurangi gulanya," ujar Arabella.
"Kemanisan tapi minumnya habis," cibir Arabella dalam hati.
"Sekarang buatkan aku makan siang! Aku ingin steak dan salad!"
Arabella pergi membuatkan makanan untuk Kenzo. Sebenarnya Arabella tidak bisa masak, untung saja koki di rumah ini mau membantu mengajarinya. Satu jam kemudian masakan telah selesai.
Ini adalah cobaan terberat, karena dia harus menahan lapar. Sedangkan, hidungnya mencium harum wangi makanan. Apalagi mulutnya ikut mencicipi rasa masakan, komplit sudah penderitaannya.
Arabella lalu membawa makanan tersebut beserta segelas air mineral. "Ini, makanannya." Dia meletakkan di atas meja samping tempat tidur.
Tiba-tiba Arabella mendengar suara barang pecah disertai sakit pada kakinya. Dia lalu melihat ke bawah, kakinya berdarah. Air mata Arabella kembali keluar. Apa lagi salahnya kali ini?
Kaki Arabella terlihat berdarah, terkena pecahan beling gelas yang dilempar oleh Kenzo. Sakit, tetapi lebih sakit hatinya. Kenzo melempar gelas tepat mengenai kakinya.
Tak ada penyesalan di wajah suaminya itu. "Aku ingin air hangat bukan air dingin!"
"Tidak bisakah kau mengatakannya dengan baik-baik? Tak perlu kau melempar gelas. Aku minta hargai aku sebagai manusia, aku juga punya perasaan." Keluar juga keluhan yang ditahannya. Dia sudah tidak kuat disakiti terus-menerus.
Terdengar kekehan dari Kenzo. "Menghargai kamu sebagai manusia? Waktu kau menabrakku apa kau tidak berpikir bagaimana nanti nasibku ke depannya? Manusia macam apa, yang menabrak orang lain dengan kejam? Kau tidak lihat aku sekarang! Lumpuh tak bisa melakukan apa pun. Itu semua karena kau! Yang ku lakukan padamu tidak seberapa dibanding kau!" Lagi-lagi Kenzo menjadikan itu alasan.
Kenzo terlihat sangat marah, suaranya semakin tinggi. Urat-urat lehernya pun menonjol. Arabella mendengar semua perkataan Kenzo.
Dia tahu dia salah, dia sudah minta maaf. Apa hukumannya harus dia tanggung seumur hidup? Kenapa suaminya selalu mengungkit kesalahannya? Bukankah dia sudah bertanggung jawab dengan menikahinya?
Tidak bisakah mereka menjadi pasangan yang bahagia? Melupakan semua kejadian itu dan saling memaafkan. Belajar membuka hati untuk saling mencintai. Darah terus keluar dari kaki Arabella, tapi Arabella tidak bergeming sedikit pun, begitu juga dengan Kenzo yang tidak peduli. Bukannya merasa iba dia justru terlihat marah.
"Sakitmu tak seberapa, diobati juga sembuh. Sedangkan, aku! Aku tidak akan pernah sembuh, lumpuh untuk seumur hidup, kau dengar, seumur hidup!" Napas Kenzo memburu. Emosinya naik ke ubun-ubun.
"Maaf." Arabella hanya bisa mengatakan itu, untuk bisa cepat-cepat pergi dari hadapan sang suami. Dia jengah, Kenzo selalu menyudutkannya dengan kejadian tersebut. Wanita itu pergi degan kaki yang masih mengeluarkan darah.
Langkahnya pelan karena terasa perih setiap dia melangkah. Arabella pergi ke dapur, mengambil alat-alat kebersihan untuk membersihkan puing-puing gelas yang berserakan. Sepertinya dia harus terbiasa dengan ulah Kenzo yang hobi memecahkan sesuatu.
"Nyonya muda, Anda terluka!" Satu pelayan berlari menghampiri Arabella melihat jejak darah di lantai. Pelayan itu bernama Meina
"Saya tidak apa-apa, bisa minta tolong ambilkan alat-alat untuk membersihkan pecahan gelas di kamar," ucap Arabella.
"Biar saya saja yang bersihkan, Nyonya." Meina menawarkan diri.
"Jangan! Nanti suamiku marah." Arabella menolak.
Pelayan tersebut menatap iba pada Arabella. Dia rasanya ingin menangis melihatnya selalu terluka. "Kalau begitu tunggu sebentar."
Meina lalu berlari mengambil alat-alat yang akan dipakai. Dia juga mengambil kotak P3K. "Saya bersihkan dulu darahnya."
Meina juga mengambil pecahan beling yang masih ada di kaki Arabella. Dengan telaten, dia membersihkan semua darah dan mengobati luka. Arabella ingin menolak, tapi karena rasa perih dan takut infeksi dia akhirnya membiarkan.
Setelah beberapa menit, lukanya kini sudah terbalut perban. "Terima kasih, Mbak." Arabella tersenyum pada pelayan itu. Dia lalu mengambil semua alat-alat untuk membersihkan pecahan gelas tersebut.
Kenzo yang berada di kamar, menatap jejak darah di lantai. Entah apa yang ada di benaknya, dia tersenyum miring melihat jejak darah itu. Pintu terbuka, Kenzo menatap Arabella yang masuk.
Dia melihat kaki Arabella yang sudah terbalut perban. Arabella fokus mengerjakan tugasnya tanpa melihat ke arah Kenzo. Setelah selesai Arabella lalu pergi ke belakang untuk membuang puing-puing tersebut.
***
Pagi ini Arabella bangun seperti biasa. Setelah shalat subuh dia langsung mengerjakan tugasnya di dapur. Kakinya masih sakit, tetapi ditahannya.
Kenzo memintanya untuk memasak nasi kebuli. Dia tidak bisa masak nasi kebuli jadi Arabella searching di internet. Arabella di bantu asisten rumah tangga agar cepat selesai.
Sejak semalam Kenzo membuatnya sibuk, tidak peduli kakinya sedang terluka. Pria itu memang suka sekali melihatnya menderita. Oleh karena itu, dia tidak boleh terlihat lemah atau Kenzo akan semakin senang.
Akhirnya setelah dua jam dia memasak, nasi kebuli pun jadi. Rasanya sesuai atau tidak dengan selera Kenzo, Arabella tidak peduli. Siapa suruh dia memasak nasi kebuli? Dia tidak bisa memasak, tapi disuruh memasak.
Arabella menata masakannya di meja makan. Pelayan memberi tahu semua anggota keluarga untuk sarapan. Istri dari Kenzo itu lalu menyiapkan makanan untuk suaminya sarapan di kamar.
Dia membawa nampan berisi nasi kebuli juga segelas minuman ke kamar mereka. Arabella sendiri belum sarapan. Setelah dia memberi makan sang suami, Arabella membersihkan kamar juga taman bunga atas perintah nyonya besar.
Dia mengerjakan semuanya dalam diam. Terdengar suara yang ramai, ternyata berasal dari sekumpulan gadis-gadis teman Claudia. Arabella meneruskan tugasnya.
Setelah dia selesai, Arabella pergi ke dapur dan mencuci tangan. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi dan dia belum sarapan. Di dapur ada pelayan sedang mencuci piring.
Arabella mengambil nasi kebuli yang masih ada sisa. "Ini minumnya, Nyonya." Meina memberikan minum pada Arabella.
"Terima kasih," ucap Arabella sambil tersenyum.
Arabella pun makan dengan cepat. Dia takut suaminya tiba-tiba memanggil. Sedang asyik-asyiknya Arabella makan, datang Claudia. "Ara, buat minuman untuk ketiga temanku, bawa ke kamar. Cepat jangan pakai lama!"
"Biar saya saja, Nona." Meina sang pelayan menawarkan diri, dia kasihan pada Nyonya Ara yang sedang makan.
"Kamu kerjakan saja tugasmu. Jangan lakukan yang tidak saya suruh. Ara cepat! jangan sampai teman saya menunggu!" Claudia lalu pergi kembali ke kamar.
"Biar saya yang siapkan, Nyonya makan saja dulu."
"Tidak usah, aku tidak mau kau juga dimarahi, biar aku saja." Arabella bangun seraya memandang sendu piring yang berisi nasi kebuli