Asrama Nyonya Harvey

1576 Words
Di rumah sakit tempat Jason mendapat perawatan. "Syukurlah kalau begitu, kami tak harus berhubungan dengan pihak kepolisian," ucap Taylor yang menyembunyikan sesuatu dan tak mau bertemu dengan pihak kepolisian karena dia merupakan pemimpin dari kawanan perampok. Thomas melihat Nyonya Harvey membisikkan sesuatu ke telinga Jason yang tak sadarkan diri. Ia lantas tersentak kala sempat melihat sekilas ada aura hitam yang menyelimuti Jason. Namun, ia tak berani mengatakannya. Ia takut jika itu hanya halusinasi dia saja. Perjalanan semalam cukup jauh dan membuat dia dan ayahnya merasa lelah. Jason tersadar dan melihat sekelilingnya. Ia masih ingat dengan wajah Thomas, si perisak di sekolahnya. Nyonya Harvey menyambut anak laki-laki itu dengan pelukan hangat. Ia lantas menanyakan kisah pembunuhan keluarga Redfield. Jason membenarkan kalau ayah angkatnya mulai sedikit gila dan menakutkan. Ia sebenarnya juga tak tau dengan kejadian yang menimpa keluarga itu karena ia sudah memutuskan pergi. Anak itu juga menceritakan tindakan asusila yang hendak dilakukan Tuan Redfield. Semua yang ada di sana menatap Jason dengan penuh iba kecuali Thomas. Mendengar penuturan yang terjadi pada Jason, Nyonya Harvey meyakinkan anak itu untuk ikut dengannya. Dua orang polisi detektif datang ke rumah sakit untuk menanyakan kondisi anak itu. Setelah memberikan penjelasan mengenai keluarga Redfield, Jason akhirnya mau mengikuti Nyonya Harvey untuk tinggal di asrama. Namun, anak itu masih berada dalam pengawasan kepolisian tentunya. Akan tetapi, pergi dengan Nyonya Harvey ke asrama sekolah, malah akan membuat Jason bertemu dengan kematian demi kematian yang penuh dengan misteri di sekelilingnya. *** Nyonya Harvey membawa Jason ke sekolah asrama miliknya menggunakan mobil sedan hitam miliknya. Wanita itu melirik ke arah anak lelaki itu sembari fokus menyetir. Bocah laki-laki kecil itu tak bersuara sepatah kata pun. Ia terdiam seraya mengamati pohon-pohon di tepi jalan yang tampak berjalan menjauh. "Apa yang kau pikirkan, Jason?" Nyonya Harvey akhirnya buka suara. Bocah laki-laki itu menoleh dan menatap ke arah Nyonya Harvey dengan tatapan datar. "Aku turut berduka cita mengenai apa yang menimpa keluarga angkatmu," ucap Nyonya Harvey. "Terima kasih, Nyonya," lirih Jason menyahut. "Kenapa kau pergi dari rumah keluarga angkatmu karena mereka menyakitimu?" tanya Nyonya Harvey lagi. "Mereka… mereka…" Jason mengucap penuh keraguan, ia masih takut untuk menceritakan kejadian yang mengerikan yang hampir menimpanya. "Kau tak akan membawaku kembali ke rumah itu, kan?" tanya Jason. "Keluarga angkatmu sudah meninggal, aku tak punya siapapun lagi. Jadi, anggaplah aku sebagai ibu angkatmu dan anggaplah teman-teman asrama mu nanti sebagai keluarga barumu." "Mereka sudah meninggal?" tanya Jason. "Apa? Meninggal?" Jason mengernyitkan dahinya. "Selepas kau pergi, mereka ditemukan meninggal, sebenarnya dugaan sementara ibu angkatmu dibunuh oleh suaminya, lalu kemudian Tuan Redfield bunuh diri," ucap Nyonya Harvey. "Astaga... Tuan Redfield benar-benar gila setelah apa yang ia ingin lakukan kepadaku." Jason menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia sungguh tak percaya dengan apa yang dia dengar barusan, akan tetapi mendengar keluarga angkatnya itu terbunuh malah menimbulkan rasa senang di hatinya. "Perasaan apa ini, kenapa aku merasa senang, apa karena mereka selalu menyiksaku dan membuatku susah, sampai aku merasa senang seperti ini mendengar kematian mereka," batin Jason seraya memilin ujung tas ransel yang berada di pangkuannya. "Apa yang Tuan Redfield dan istrinya lakukan kepadamu, Nak?" Nyonya Harvey mencoba mencari kejelasan dari yang ia dengar barusan. "Ummm... pria itu, pria itu…" Jason kembali terdiam, ia masih takut untuk mengatakannya. "Nak, apapun tindakan jahat yang ia pernah lakukan kepadamu, sudahlah lupakan saja semua itu, kau sudah aman berada di sini," ucap Nyonya Harvey menyentuh punggung tangan Jason. "Te-terima kasih, Nyonya." "Nah, kita sudah sampai, tapi kali ini kita lewat pintu belakang sekolah yang langsung menuju asrama," ucap Nyonya Harvey. Gerbang hitam yang terbuat dari besi baja dengan gambar kepala kambing dengan tanduk besar itu tepat berada di bagian tengahnya. Gerbang itu terbuka saat mobil yang dikendarai Nyonya Harvey sampai di tujuan. Jason yang baru kali pertama melewati bagian belakang sekolah sangat terpukai dengan perancangan bangunan taman di bagian belakang sekolah. Bocah laki-laki itu sempat melihat taman Labirin yang cantik yang di tiap sudutnya memiliki pohon berukuran sedang. Namun, di bagian tengah labirin terdapat pohon besar. Jason langsung melangkahkan kaki kecilnya menuju taman tersebut saat ia turun dari mobil sang pemilik asrama. Taman labirin yang dibuat seperti sebuah sistem jalur yang rumit, berliku-liku, serta memiliki banyak jalan buntu itu terlihat cantik dengan nuansa warna hijaunya. Taman labirin itu dibuat dari tanaman yang cukup besar untuk dilewati seperti tembok ataupun pintu-pintu. Anak lelaki kecil itu langsung masuk ke sana dan berlari kecil sampai masuk ke bagian tengah. Ia disambut dengan sebuah patung tugu berubah air mancur yang dinamakan Fountain of Wealth yang berarti air mancur kekayaan dan merupakan pusat dari taman tersebut. Tugu berupa air mancur ini pun terlihat indah sangat pas dipasangkan dengan taman labirin. "Kau menyukainya?" tegur Nyonya Harvey yang tiba-tiba hadir di belakang Jason dan membuat bocah itu terkejut. "Bagus sekali." "Aku tahu kau pasti akan menyukainya, anak-anak lain juga suka." "Oh, begitu…" "Ayo, kita kembali!" ajak Nyonya Harvey. Jason masih tertahan di sana, ia begitu terpesona dengan bangunan tugu air mancur tersebut. Sampai ia tersadar wanita tadi sudah tidak berada lagi di sisinya. Anak laki-laki itu lalu mencoba melangkah mencari jalan keluar dari taman labirin tersebut. Namun, setelah tiga kali berusaha ia selalu kembali ke pusat taman yaitu di hadapan tugu air mancur tadi. "Astaga, aku tersesat, bagaimana ini?" gumam Jason. Bocah itu sangat kebingungan. "Hei, Jason sebelah sini!" "Astaga, Nyonya... Kau mengejutkanku," pekik Jason. "Sudah ku bilang untuk mengikutiku agar kau tak tersesat," ucap wanita di hadapan anak itu. "Baik, Nyonya. Maafkan aku." Kali ini anak kecil itu benar-benar melangkah mengikuti Nyonya Harvey di belakangnya. Ia takut tersesat lagi di dalam taman labirin itu. Keletihan melanda kaki mungilnya yang berdenyut tanda pegal. "Perkenalkan ini Tuan Blast, ia penjaga asrama, jika kau ingin izin ke luar atau ingin bertanya mengenai bangunan asrama kau silahkan bertanya padanya." Nyonya Harvey menunjuk seorang pria bertubuh besar dengan rambut cepak warna merah. Bagian mata satunya tertutup oleh penutup mata. Entah apa yang terjadi dengan bola mata satunya. Di pipi kirinya terdapat bekas luka sayatan benda tajam. Sungguh pemandangan wajah yang membuat Jason bergidik ngeri sebenarnya, tetapi ia mencoba untuk bersikap datar. Terlebih ia mulai trauma dengan pria berumur seperti Tuan Redfield maupun monster seperti Tuan Bill. Dan berharap Tuan Blast tak memiliki sifat seseram wajahnya. Jason membalas dengan hanya menyunggingkan senyum tipis di bibirnya lalu mempercepat langkahnya mengikuti Nyonya Harvey masuk ke dalam asrama. "Di sini ada dua asrama. Asrama putri terdiri dari dua puluh anak perempuan yang tetap tinggal ada di sebelah kanan gedung. Lalu, asrama ini adalah asrama putra ada lima belas putra yang tetap tinggal. Lima di antaranya yatim piatu sama seperti dirimu. Para murid yang memilih tinggal karena pekerjaan orang tua mereka yang menuntut mereka terpisah dengan anaknya, ya meskipun ada juga beberapa yang memang tak ingin pulang ke rumah mereka," ucap Nyonya Harvey menjelaskan. Seorang wanita paruh baya dengan senyum hangat menyambut kedatangan Nyonya Harvey dan Jason. Wanita itu memakai pakaian seragam pelayan warna biru navy. "Selamat datang, Nyonya Harvey! Aku sudah membuatkan teh herbal untuk Anda. Siapakah anak manis ini?" tanyanya seraya menyodorkan baki berisi secangkir teh hangat pada Nyonya Harvey. "Terima kasih, Nyonya Martha. Perkenalkan ini Jason…" Nyonya Harvey menoleh pada Jason. "Namaku Jason Smith," sahut Jason. "Oh, anak ini memiliki dua bola mata yang cantik, halo namaku Martha," ucap wanita itu mengulurkan tangannya pada Jason. Nyonya Harvey lantas menceritakan kejadian yang menimpa Jason. "Aku turut berduka cita ya Nak, atas apa yang menimpa dirimu dan keluargamu," ucap wanita paruh baya itu. Jason menganggukkan kepala lalu berkata, "Terima kasih, Nyonya." "Jason, Nyonya Martha merupakan kepala pelayan di sini yang bertugas mengurusi makanan yang kaya gizi untuk kalian, dan juga kesehatan kalian," ucap Nyonya Harvey. Jason menjabat tangan wanita yang bernama Nyonya Martha itu seraya tersenyum. "Nyonya Martha, apa ada kamar kosong untung Jason?" Nyonya Harvey menyentuh lengan wanita itu. "Tidak ada kamar kosong sih sebenarnya. Akan tetapi, aku bisa meminta pada Tuan Blast untuk menyiapkan ranjang untuk anak ini, dia bisa tidur bersama Tony dan Elthon," jawab Nyonya Martha. "Baiklah, segera siapkan! Biar aku yang mengantar anak ini menuju kamarnya." Nyonya Harvey lalu melangkah menuju anak tangga dan melangkah naik. "Tunggu apa lagi, Nak? Ikutilah Nyonya Harvey segera," ucap Nyonya Martha membuyarkan pikiran Jason yang sedari tadi mengamati langit-langit ruangan yang dipenuhi dengan gambar-gambar lukisan anak kecil. Kaki kecilnya bergerak naik mengikuti Nyonya Harvey. Bola mata warna hijau hazel itu berputar mengelilingi dinding tangga yang memiliki banyak potret. Ada foto Nyonya Harvey dan juga anak-anak lainnya. Namun, langkah Jason terhenti kala melihat foto seorang gadis kecil yang ia kenal. "Jason, kenapa berhenti di sana? Ayo, kau masih harus naik ke lantai lima," ujar Nyonya Harvey. "Ummm… apa aku boleh bertanya?" Nyonya Harvey akhirnya kembali menghampiri Jason. "Apa yang ingin kau tanyakan?" "Siapa nama gadis kecil ini?" Jason menunjuk salah satu gadis dengan kepang dua di foto tersebut. "Hmm… biar kuingat dulu, aku rasa namanya Diane," ucapnya. "Diane? Jadi ibuku pernah bersekolah di sini?" "Ibumu?" Nyonya Harvey sampai mengernyitkan dahi karena penuturan anak itu. "Iya, dia ibuku, akan tetapi beberapa bulan lalu dia meninggal. Lalu, aku menjadi yatim piatu dan tinggal di panti asuhan. Di sanalah Tuan Redfield mengadopsiku," ujar Jason. Nyonya Harvey mengamati anak lelaki itu dengan saksama. Meskipun usianya masih muda dengan tubuh terlihat mungil, tetapi pikiran anak itu menunjukkan gaya bicara yang dewasa. Lagipula, ada yang lain di dalam tubuh Jason yang mulai menarik minat Nyonya Harvey untuk menjadikannya anak asuh. kekuatan di dalam tubuh anak itu yang tak diketahui. Kekuatan yang suatu saat dapat membangkitkan era kegelapan. * To be continue.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD