Freak Man Virus (1)

1999 Words
Lima belas menit kemudian, Alfaz, Syahquita, Jessie, Martha dan Charlie berpamitan kepada Sharon dan Granny. Seperti biasa ketiga gadis itu menaiki mobil Alfaz dan mereka langsung melesat menuju kampus para gadis itu. Selama di perjalanan Syahquita selalu berdoa supaya hari ini ia terbebas dari gangguan dari jenis apapun, ia ingin menikmati harinya sebagai mahasiswa tanpa adanya gangguan dari manapun juga. Empat puluh lima menit berlalu, mereka sudah sampai di Lund University. Jessie dan Martha sudah turun dari mobil, mereka duduk di kursi belakang sedangkan Syahquita di depan namun Syahquita masih stay di dalam mobil dengan keadaan melamun. "Apa kau tak ingin turun?" tanya Alfaz yang menyadarkan Syahquita dari lamunannya. Syahquita mengamati sekelilingnya, ia terlihat seperti orang linglung ketika menyadari bahwa mereka sudah sampai di kampusnya. "Thank you, Alf." ujar Syahquita lalu turun dari mobil Alfaz. Setelah itu mobil Alfaz kembali melaju menuju Universitasnya. Syahquita menarik nafas dalam lalu menghebuskanya secara perlahan, ia terus berdoa agar dijauhkan dari Devian. Sekali lagi ia sangat ini menikmati harinya tanpa gangguan dari manapun juga. Perjalanannya menuju kelas lancar aman terkendali, tidak ada gangguan tidak ada Devian yang muncul mendadak. Ia senang karena doanya terkabulkan. Akhirnya ia bisa menikmati harinya sebagai mahasiswa tanpa gangguan. "Morning class." sapa mr. Louis-dosen sejarah. "Morning, Sir." sapa semua mahasiswa. Syahquita memulai mata kuliah pertama dengan bersemangat sebab ia mendapat gangguan pagi ini dan sejarah juga salah satu mata kuliah favoritenya selain kesenian. Bagi Syahquita sejarah itu dipenuhi dengan misteri, fakta, mitos, legenda dan lain-lainnya sehingga ia sangat menyukai mata kuliah yang satu ini. Ketika menemukan misteri maka ia akan mencari tahu hingga ia menemukan kebenarannya. Dan itu menjadi tantangan tersendiri bagi Syahquita.                                                                                              *** Dua mata kuliah hari ini sudah dilewati, banyak pengetahuan dan ilmu yang bisa diambil. Untung saja Syahquita mempunyai semangat yang tinggi, ia berharap semoga seterusnya ia akan merasakan semangat seperti ini setiap hari. "Syah, apa kau ingin ikut kami ke kantin?" tanya Martha sebelum tiba di kelas mata kuliah kedua. Syahquita menggeleng cepat, penolakkannya bukan tanpa sebab melainkan ia tak ingin memberi celah kepada Devian karena saat istirahat para senior akan berkumpul di koridor atau di kantin. "Tidak, boleh aku menitip sesuatu?" tanya Syahquita kepada kedua sepupunya itu. "Ya, kau ingin apa?" tanya Jessie. "Hmm, orange juice." "Oke, kami akan segera kembali." ucap Jessie lalu pergi dengan Martha keluar kelas. "Thank you, twins." teriak Syahquita lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas. Suasana kelas yang sepi membuat Syahquita cukup nyaman, katakanlah wanita ini senang menyendiri ketika sendiri ia bebas mau melakukan apapun sesuai keinginannya mau jungkir balik, salto depan belakang, khayang apapun itu intinya ia menikmatinya. Syahquita meraih ponselnya dari dalam tas kemudian memakai headset untuk mendengarkan lagu. When tomorrow comes I'll be on my own Feeling frightened up The things that i don't know When tomorrow comes Tomorrow comes Tomorrow comes And though the road is long I look up to the sky In the dark i found, i stop and i won't fly. And i sing along, i sing along, then i sing along. I got all I need when I got you and I I look around me, and see sweet life I'm stuck in the dark but you're my Flashlight Lagu yang bergenre Pop ini mampu membuat hati Syahquita tenang, nyaman dan tersirat rasa kebahagian saat mendengarnya. Syahquita menidurkan kepala di atas kedua tangannya yang terlipat di atas meja. Ia terbawa dengan suasana lagu yang begitu tenang, tetapi untuk sesaat rasa tenang itu berubah ketika ia merasakan sesuatu yang dingin berada di dekat kepalanya. Syahquita mengangkat kepalanya untuk melihat benda apa yang berada di dekatnya. Matanya terbelalak, raut wajahnya berubah drastis menjadi jutek. "What's wrong?" ketus Syahquita. "Aku ke sini untuk membawakan pesananmu." ucap pria itu dengan cool. Syahquita menghela nafas jenuh, "Aku tidak memesan apapun padamu." Devian mengangguk sambil tersenyum kepada Syahquita , "Ya, memang tidak. Tetapi kau memesannya kepada kedua saudaramu bukan?" Jessie Martha akan aku cabik-cabik kalian nanti, batin Syahquita.. "Hei, mengapa kau melamun? Memangnya kau tidak haus?" tanya Devian. Syahquita terdiam sembari memandangin sejuknya orange juice yang berada di hadapannya. Ia haus tapi jika di minum maka pria itu akan berpikiran yang tidak-tidak tapi jika tidak di minum sangat disayangkan. "Baiklah, jika tidak ingin di minum maka tempat sampah akan meminumnya." Devian mengambil kembali orange juice itu. "Tunggu." Syahquita berubah pikiran, sebagai manusia ia tidak boleh menyia-nyiakan sesuatu yang bermanfaat baginya. "Baiklah, akan aku minum." lanjut Syahquita meraih orange juice itu dari tangan Devian. Devian tersenyum bahagia karena ia berhasil membuat wanita itu meminum orange juice pemberiannya. Suatu keberuntungan bisa menaklukan wanita dingin ini. Secepat mungkin Syahquita menghabiskan orange juice itu, Devian tertawa kecil saat melihat Syahquita meminum itu dengan sangat cepat. Devian pikir wanita itu akan menjaga image di depannya tetapi ia salah. "Kau haus atau memang suka?" ledek Devian setelah Syahquita menghabiskan minuman itu dengan cepat. Syahquita menghela nafas pelan dan tersenyum kecil, "Kedua-duanya." Devian terdiam memperhatikan wajah Syahquita yang menyita perhatiannya. "Ternyata kau cantik juga ya jika tidak sedang marah terlebih saat tersenyum." ucap Devian tanpa memalingkan dan tanpa mengedipkan matanya. DEGGGGGG... Nyaris saja Syahquita terjungkal karena Devian mengatakan hal itu, jujur saja selama ini ia tak pernah dipuji oleh pria manapun kecuali ayah dan keluarganya sebab Syahquita selalu menjaga jarak dengan para pria. Syahquita terdiam sambil menatapi wajah Devian. TIK... TIK... TIK... Devian menjentikkan jarinya di depan wajah Syahquita, ia mengerjapkan matanya karena jentikkan jari Devian. "Aku tahu, aku tampan tapi tidak perlu seperti itu." ucap Devian penuh percaya diri. Syahquita tersenyum nyeleneh sembari memalingkan wajahnya, "Menyebalkan." "Sungguh aku tak menyangka jika ada junior yang angkuh, sombong tetapi cantik jika tersenyum." ucap Devian lagi. Syahquita menyipitkan matanya karena ada yang aneh dengan kata-kata Devian, "Angkuh, sombong tetapi cantik." Devian mengangguk mantap sambil tersenyum kecil, saat Syahquita melihat senyum itu membuatnya terpesona akan penampilan Devian yang selama ini sangat menyebalkan. Syahquita menurunkan pandangannya agar pemikiran bodohnya itu tidak berlanjut kemana-mana. "Kau senior yang menyebalkan ternyata terlihat tampan saat sedang diam dan tersenyum." sindir Syahquita lalu bangkit dari duduknya dengan membawa tas. Devian tersenyum kecil saat Syahquita mengatakan hal itu kepadanya bisa dikatakan Devian itu kegeeran padahal maksud Syahquita ia menyindir Devian bukan memujinya. "Kau mau ke mana?" tanya Devian. "Pindah kelas. Bye." jawab Syahquita. "Tunggu, pindah kelas?" Devian menyadari keanehan dari perkataan wanita itu. Syahquita berhenti melangkah, ia menepuk keningnya, ia lupa bahwa Devian senior di sini.  "Bukankah kau sudah moving class?" tanya Devian lagi. Syahquita memutar tubuhnya,  menampilkan senyuman anehnya, "Hmm aku lupa jika sudah pindah kelas." Devian bangkit dari duduknya lalu berjalan menghampiri Syahquita, "Maka jangan berbohong atau beralasan, nona. Aku tahu kau ingin menghindariku kan?" Syahquita menarik nafas lalu menghembuskannya, "Hmm antara ya dan tidak." "Baiklah, lain kali jika kau ingin berbohong harus berpandai-pandai lah, Nona." ledek Devian. Devian pergi dari kelas Syahquita dan wanita itu hanya terdiam saat melihat pria itu pergi sambil tersenyum kepadanya. Syahquita mengerjapkan matanya berkali-kali. "Damn! Apa baru saja kau terpesona akan senyuman pria itu?" tanya Syahquita pada diri sendiri. Syahquita menggeleng cepat membantah apa yang ia pikirkan itu. Hal seperti ini tidaklah boleh terjadi ia tak ingin membetulkan perkataan keluarganya saat mengatakan bahwa ia akan jatuh cinta kepada Devian jika terlalu berlebihan membencinya. "Oke, mulai hari ini aku tidak boleh membencinya. Aku tak ingin semua perkataan itu terjadi." kata Syahquita berusaha tenang lalu kembali duduk ke kursinya. Tak lama setelah itu para mahasiswa pun satu per satu mulai memasuki kelas hingga terasa ramai seperti semula. Mereka kembali melanjutkan pembelajaran sesuai jadwal mereka.                                                                                             *** Selesai perkuliahan hari ini Jessie dan Martha tidak bisa pulang bersama dengan Syahquita karena mereka ada kegiatan di luar jadwal perkuliahan. "Syah, maaf ya aku akan pulang terlambat karena harus mengikuti Club Jepang." ucap Jessie. "Ya, aku juga, Syah. Ternyata jadwal Club matematika pun sama seperti Club Jepang." timpal Martha. Syahquita mengangguk pelan, ia tak masalah jika mereka tak bisa bareng dengannya karena Alfaz selalu menjemput mereka. "It's okee. Lagipula Alfaz akan menjemputku seperti biasa." ucap Syahquita dengan tersenyum sembari memasuki barang-barangnya ke dalam tas. DRETT... DRETT... DRETT... Ponsel Syahquita bergetar tanda pesan masuk. Ia segera memeriksa ponselnya itu untuk mengtahui dari siapa pesan itu di kirim. Fr : My Lovely Bro To : Me "Syah, I'm sorry. Hari ini aku tidak bisa menjemput kalian karena ada tugas kuliah yang harus aku selesaikan hari ini. Tak apakan?" Syahquita menghela nafas pasrah saat membaca pesan dari Alfaz karena tak bisa menjemputnya dan dengan terpaksa ia harus menaiki bus untuk sampai di rumah. Fr : Me To : My Lovely Bro "Oke, baiklah." Syahquita memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas setelah membalas pesan dari Alfaz, ia bangun dari duduknya lalu menggandeng tasnya ke bahu "Oke, kalau begitu aku duluan ya." pamit Syahquita. "Oke, take care, Syah. Bilang pada bibi kalau kita pulang terlambat." ucap Martha. "Okeee, byee." ucap Syahquita lalu pergi dari kelas itu. Syahquita bukan anak manja maka dari itu ia harus berani pulang sendiri dan sebisa mungkin untuk tidak mengeluhkan apapun. So naik bus bukanlah hal yang menakutkan baginya. Dengan langkah mantap Syahquita berjalan menuruni tangga lalu melewati lorong lantai dasar kemudian mengarah ke depan gerbang kampusnya. Barulah setelah itu ia berjalan menuju halte bus yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kampusnya. Saat sedang menunggu bus datang, dari kejauhan mata Syahquita melihat segerombolan orang yang menaiki motor mengarah ke arah halte bus. Geng motor, batin Syahquita mulai panik. Syahquita berusaha sebisa mungkin agar tidak terlihat panik dan takut saat geng motor itu melintasi halte. Syahquita menghela nafas lega saat geng motor itu pergi begitu saja melintasi halte, namun sesaat kemudian salah satu geng motor itu memutar arah dan berhenti tepat di depan halte. Orang itu turun dari motornya lalu menghampiri Syahquita. Jantung Syahquita mulai berdetak cepat, tangannya pun sedikit gemetar, sangat tidak lucu jika ia diculik oleh salah satu geng motor. "Aku mohon jangan sakiti aku." ucap Syahquita dengan menutup matanya karena takut. "Heii, ini aku Devian." ucap orang itu membuka helm yang menutupi wajahnya Syahquita langsung membuka matanya dengan cepat begitu mengetahui bahwa orang itu ialah Devian. Ia menghela nafas selega-leganya setelah melihat wajah orang itu ya memang benar orang itu Devian si Freak Man. "Apa yang kau lakukan di sini? Di mana supirmu yang selalu menjemputmu." tanya Devian. "Dia bukan supirku, dia kakakku." ketus Syahquita. "Ya siapapun dia di mana dia sekarang? Dan ke mana kedua sepupumu?" tanya Devian lagi. "Alfaz sedang ada tugas kuliah, twins sedang ada kegiatan bersama Clubnya masing-masing." jawab Syahquita. Devian mengangguk pelan sambil ber-oh ria. "Dev, come on." teriak salah seorang teman Devian yang menyusul Devian hingga ke halte. "Kau dan yang lainnya duluan saja aku harus mengantarkan wanitaku hingga ke rumahnya." teriak Devian dengan temannya. Syahquita terlonjak saat Devian mengatakan kata "wanitaku" ia langsung mencerna kata yang baru saja Devian katakan kepada temannya. "Oke, baiklah." ucap teman Devian, kemudian orang itu pergi menyusul teman-temannya yang lain. "Aku akan mengantarkanmu pulang, ayo." ajak Devian berbaik hati. Syahquita hanya terdiam, ia bingung haruskah ia menerima tawaran itu atau menolaknya. "Ayo, Syah. Apa kau akan tetap menunggu bus walau sudah 1 jam menunggu?" tanya Devian yang semakin membimbangkan hatinya. Syahquita melirik jam tangganya, + tiga puluh menit lebih ia menunggu bus yang tak tahu kapan datangnya. Syahquita menghela nafas pelan. "Baiklah, aku akan ikut denganmu." ucap Syahquita SANGAT TERPAKSA. Jika tidak mengingat betapa lelahnya ia hari ini dan cuaca yang sangat terik membuatnya enggan berlama-lamaan menunggu bus. Devian memberikan helm Kepada Syahquita , untuk sesaat Syahquita berpikir bagaimana bisa Devian memiliki 1 helm lagi sedangkan ia hanya naik motor seorang diri. Apapun itu alasannya Syahquita lebih memilih mengabaikannya karena itu tidak penting baginya. "Sudah siap?" tanya Devian setelah Syahquita naik ke atas motornya. "Ya, aku siap." jawab Syahquita. Motor Devian melaju cepat menelusuri jalanan yang cukup sepi karena belum banyak mobil berlalu lalang di sekitar sini. "Rumahmu gjsbjkdkjwqheuhwkhe." suara Devian tidak begitu jelas di telinga Syahquita. "Kau bicara apa?" teriak Syahquita. "Rumahhh jgdgewguegwugeulw." suara Devian berlawanan dengan arah angin sehingga terdengar aneh dan tidak jelas. Syahquita mendekatkan kepalanya ke bahu Devian, "Aku tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang kau katakan." "Rumahmu di mana?" tanya Devian lagi, kali ini terdengar jelas di telinga Syahquita. "Rumahku di Green Terrace Blok G no. 82." jawab Syahquita. Devian mengangguk paham, ia melajukan motornya sesuai dengan alamat yang Syahquita sebutkan tadi. Tanpa bertanya di mana tempat itu Devian langsung mengarahkan motornya ke sana karena ia tahu di mana tempat itu. Devian memang menyebalkan, ia membawa motornya dengan laju cepat dan saat ada lampu merah tiba-tiba ia rem mendadak yang membuat Syahquita maju ke depan hampir saja memeluknya. Mau sengaja atau tidak, Syahquita tak akan pernah memeluknya. Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang akhirnya mereka berhenti disalahkan satu rumah yang terbilang mewah, besar dan elegan itu. Syahquita turun dari motor Devian lalu mengembalikan helmnya kepada Devian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD