Mind Breaker (2)

1998 Words
Syahquita memeluki satu per satu anggota keluarganya yang lain Alfaz, Granny dan tentunya kedua orang tua dari Devian yang juga hadir dalam acara penyambutan Syahquita kembali ke rumah. Sungguh perasaan Syahquita sangatlah bahagia, semua orang berkumpul bersama dengan dirinya. Setelah apa yang ia alami, ia tak akan menyia-nyiakan semua hal yang terjadi pada hari ini. Ia akan menikmati kebersamaan ini bersama dengan orang-orang yang ia cintai. Alfaz sudah mengatur segala kegiatan bagi para remaja, mereka akan menghabiskan waktu dengan bermain game seperti truth or dare, menonton film atau melakukan hal bahagia lainnya. Sedangkan para orang tua mereka akan mengobrol membicarakan hal bahagia yang sudah mereka rencanakan misalnya pernikahan Devian dengan Syahquita. Tema mereka pada hari itu adalah "kebahagian tanpa batas"                                                                                                    *** Hari terus berlalu, sudah satu pekan sejak kepulangan Syahquita dari rumah sakit. Ia belum diperbolehkan untuk mengikuti kegiatan kuliahnya atau kegiatan berat lainnya, itu bukan ketentuan dari orang tuanya melainkan ketentuan dari sang dokter yang menyebalkan itu. Syahquita berpikir ia akan terbebas dari segala larangan ini dan itu namun itu hanyalah khayalannya sebab semakin banyak larangan yang ia dapati. Dengan sangat terpaksa ia harus menjalanin harinya hanya dengan menonton tv atau film-film yang akan menghilangkan jenuhnya atau menyendiri di perpustakaan untuk menghabiskan beberapa buku n****+. "Syah, sudah waktunya untuk minum obat." ucap Sharon diambang pintu perpustakaan. Syahquita menutup buku yang sedang di bacanya, "Ya, Mom." Syahquita segera beranjak dari sofa yang ada di perpustakaan, ia meletakkan kembali buku yang ia baca ke dalam rak buku. Setelah itu ia keluar dari perpustakaan untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh Sharon. Ini sudah kedua kalinya ia minum obat dalam satu hari, sungguh ingin sekali ia membuang semua obatnya namun ia tak memegang satu obatpun sebab Sharon lah yang memegang obatnya dan menyembunyikannya di suatu tempat. Syahquita menghampiri Sharon ke dapur, seperti biasa sudah terdapat segelas air putih dan beberapa macam obat di sampingnya. Syahquita memasukkan satu per satu obatnya ke dalam mulut, ia tak bisa meminum obat sekaligus bukannya tertelan yang ada malah akan ia muntahkan kembali jika memaksakan diri untuk minum obat sekaligus. Selesai minum obat, Sharon menyuruh Syahquita untuk beristrirahat di kamarnya karena wanita itu sudah menghabiskan beberapa jamnya untuk membaca buku. Syahquita melangkahkan kakinya menuju kamarnya. Ia melemparkan tubuhnya ke atas kasur saat sudah berada di kamar, ia menatapi langit-langit kamarnya. Perlahan demi perlahan matanya mulai mengantuk sebab ada satu obat yang ia minum mempunyai efek samping yaitu menganguk setelah mengkonsumsinya. Dengan kamar yang terkunci, pendingin ruangan yang sejuk membuat Syahquita terlelap dalam tidurnya. Ya lebih baik ia tidur daripada menghabiskan waktu untuk membaca atau menonton yang akan merusak matanya nanti. Setidaknya saat ia bangun nanti, hari sudah sore dan tentunya kedua sepupunya sudah pulang ke rumah. Saat itulah yang ditunggu oleh Syahquita karena kedua sepupunya akan menceritakan segala hal yang terjadi di kampus pada hari itu. Dan jika ada tugas maka mereka akan segera memberitahu Syahquita dan Syahquita akan segera mengerjakannya. Satu bulan bukan waktu yang singkat, pasti sudah banyak kejadian di dalam kurun waktu tersebut. Kejadian yang ia lewatkan dan mungkin saja tugas yang tak bisa ia kerjakan. Syahquita harus mengejar ketertinggalannya itu, ia tak mau kuliahnya jadi kacau karena semua hal yang menimpanya satu bulan dua hari lalu.                                                                                          *** Semua penantian Syahquita akan segera berakhir, semua kebosananya akan segera hilang. Ia akan bebas bergerak mulai hari ini tanpa ada larangan dari siapapun lagi. Hari ini ia sudah diperbolehkan untuk kuliah karena dokter sudah membolehkannya untuk mengikuti aktivitas seperti biasanya. Ia begitu semangat untuk pergi ke kampus. Pagi-pagi sekali ia sudah rapi dan siap berangkat, tapi sebelum itu ia harus sarapan terlebih dahulu. "Selamat pagi, Mom, Dad, Granny." sapa Syahquita. Charlie yang sedang membaca koran mengalihkan pandangannya untuk melihat Syahquita, "Selamat pagi, Syah." "Apa ini hari spesial? Mengapa kau terlihat begitu semangat?" tanya Sharon. Syahquita memeluk Sharon yang sedang menyiapkan makanan dari sampingnya, "Yaph, setelah sekian lama akhirnya aku bisa kembali berkuliah dan menikmati masa-masa yang aku nantikan." Sharon tersenyum kecil, ia tahu bagaimana putrinya bisa sebegitu bersemangat. Sebab saat ia berada di rumah selama seminggu, Syahquita sudah seperti kehilangan hidupnya. Ia sama sekali tak mempunyai semangat saat itu. "Lebih baik kau duduk dan habiskan sarapanmu setelah itu minumlah obatmu." sahut Sharon. Syahquita mengangkat tangannya memberi hormat kepada Sharon, "Siap, Mom." Ia duduk di samping Sharon dan mulai memakan sarapan yang sudah disediakan oleh Sharon untuknya. Bahkan Jessie, Martha dan Alfaz pun belum turun dari atas ia sudah memakan sarapannya terlebih dahulu. "Selamat pagi Bibi, Paman, Granny." "Syah, apa kau baik-baik saja? Tidak biasanya kau sudah di sini sebelum kami." kata Jessie. Syahquita tersenyum saat dirinya bisa berada di ruang makan lebih awal daripada twins, "Yaph, aku sangat bersemangat untuk pergi ke kampus. So kalian harus cepat karena aku sudah tidak sabar." jawab Syahquita dengan mulut yang penuhi oleh roti isinya. Jessie dan Martha mengambil posisi mereka masing-masing, tanpa menunggu Alfaz mereka segera sarapan dan sarapan Syahquita sudah hampir habis saat yang lain baru mulai makan. Syahquita menghabiskan segelas s**u dan 2 potong roti isinya begitu cepat, ia di antara lapar atau memang karena semangat yang membara. Selesai sarapan ia meminum obatnya satu per satu. "Pagi Mom, Dad, Granny and semuanya." Alfaz baru tiba di ruang makan saat Syahquita sudah selesai dengan sarapan dan obatnya dan yang lainnya pun hampir selesai sarapan. Karena sudah telat Alfaz hanya meminum s**u yang sudah di buatkan oleh Sharon tanpa memakan rotinya. Sharon memberikan kotak makan kepada Syahquita, sungguh Syahquita tak mengerti mengapa ibunya memberikan kotak makan kepadanya. "Ibu tak ingin kau makan sembarangan. Makanlah apa yang ada di kotak itu dan habiskan." titah Sharon. Syahquita melihat ke arah kotak itu lalu kembali menatap Sharon, "Baiklah, Mom." jawab Syahquita setengah terpaksa. Mereka segera berpamitan kepada orang tuanya seperti biasa. Sharon dan Charlie mengikuti langkah anaknya hingga keluar karena Charlie pun harus berangkat kerja. "Syah, ingat selepas perkuliahan jangan mengikuti klub apapun. Kondisimu belum stabil betul." kata Sharon yang langsung mendapatkan anggukan mantap dari Syahquita. "Obatmu? Apa kau sudah memasukkan ke dalam tas?" tanya Charlie. Syahquita menghela nafas pelan, "Sudah, Dad." Ia tahu betul kalau orang tuanya begitu perhatian kepadanya dan masih sangat mengkhawatirkan kondisinya walau ia sudah benar-benar sehat. Syahquita serasa kembali lagi keumur lima tahun yang dimana semua hal akan terus diingatkan lagi dan lagi, diberitahu tidak boleh melakukan ini dan itu. Sungguh ia akan baik-baik saja karena ia sudah mengetahui semua hal yang dilarang untuk dilakukan tanpa perlu diingatkan lagi. "Bye Mom, Dad." ucap Syahquita sebelum masuk kedalam mobil Alfaz. "Syah, tidak ada club apapun." sahut Charlie setelah Syahquita masuk ke dalam mobil. Syahquita membuka kaca mobil di sisi kanannya, "Ya Dad, aku sudah mengingatnya." Alfaz membunyikan klakson mobilnya seakan memberitahu bahwa ia akan berangkat mengantarkan ketiga gadis ini hingga ke kampusnya. Dan ia sendiri akan berangkat kerja. Charlie dan Sharon melambaikan tangannya saat mobil Alfaz akan berjalan. Mobil Alfaz menjauh secara perlahan dari kediaman Charlie Valdez Campbell hingga akhirnya benar-benar menghilang dipenghujung jalan. Syahquita menyenderkan punggungnya ke kursi mobil, ia menghela nafas jenuh. Ia mengira bahwa hari ini ia bisa terbebas dari obat dan yang lainnya. Nyatanya ia tetap tidak leluasa dalam beraktivitas, terlebih ia tidak boleh mengikuti club kesenian. Itu membuatnya sangat-sangat geram, project-nya dan Drake belum berjalan sempurna tetapi ia sudah tak diizinkan lagi untuk menari selama tiga bulan ke depan.                                                                                               *** Syahquita begitu antusias untuk mengikuti setiap mata kuliah hari ini, mata kuliah yang awalnya sangat ia tidak sukai mendadak saja menjadi hal yang paling ia tunggu. Mungkin setelah terbangun dari komanya banyak sekali saraf-sarafnya berada di tempat yang seharusnya, sehingga otaknya dapat berfungsi dengan sangat bagus. "Hii." sapa seseorang. Syahquita melihat ke arah orang yang menyapanya, "Drake." ujar Syahquita segera berdiri ketika mendapati Drake berada di depannya entah sejak kapan. Drake memeluk Syahquita begitu saja dengan erat, "Aku merindukanmu, Syah." "Aku juga merindukanmu, Drake." "Syukurlah kau sudah kembali ke kampus, kau tahu aku sangat bingung bagaimana cara menjalankan semua project yang diberikan kepada kita." lanjut Drake. Syahquita melipat kedua tangannya di depan kedua dadanya, "So, kau merindukan aku karena menari? Bukan karena diriku sendiri?" "Dasar bodoh, tentu saja aku merindukan dirimu. Sejujurnya saat aku mengetahui kau masuk rumah sakit, aku sudah tidak punya semangat lagi untuk menjalankan seluruh project ini namun Mrs. Helena terus mendesakku untuk segera membereskan project ini pada acara amal nanti." Syahquita menghela nafas pelan, ia masih ingin menari dan tampil pada acara amal nanti tetapi dokter tidak membolehkannya menari untuk tiga bulan ke depan, "Maafkan aku Drake, aku tidak boleh melakukan aktivitas berat apapun dulu. Terlebih dokter melarangku untuk menari selama tiga bulan ke depan." "Acara amal itu 2 minggu lagi kan?" lanjut Syahquita yang langsung mendapat anggukan lesu dari Drake. "Yaph, acara itu 2 minggu lagi. Aku tidak akan meneruskan project ini karena aku sudah tidak semangat." jawab Drake. Syahquita melayangkan pukulan kecil ke kepala Drake, "Dasar bodoh, untuk apa selama ini kita latihan begitu keras jika pada akhirnya kita tidak bisa menyelesaikannya dan tampil pada acara amal tersebut." "Awwwhh. Lalu apa yang harus aku lakukan? Kau tidak bisa menari bersamaku." "Carilah partner lain, apa kau sudah tidak bisa berpikir? Kau tahu bukan bahwa banyak sekali anggota club wanita yang ingin berada di posisiku." kesal Syahquita. Drake menggeleng cepat, "Tidak, aku tidak mau." Syahquita memberikan tatapan tajam kepada pria itu, "Terserah kau saja. Jika aku sudah bisa menari lagi jangan harap aku akan menjadi partnermu nanti. Bye!" Drake terkejut dengan respon Syahquita yang begitu kesal padanya, padahal ia hanya ingin menari bersama dengan Syahquita. Apa ada yang salah dengan pilihannya itu? "Tunggu, Syah." ucap Drake setengah berteriak. Drake berlari kecil menyusul Syahquita yang mulai jauh dari posisinya. "Oke baiklah, aku tidak akan mencari partner lain tapi aku akan menari sendiri." ucap Drake sembari menyeimbangi langkahnya dengan langkah Syahquita. Syahquita menghentikan langkahnya, ia menatap Drake dengan geram "Terserah apa yang mau kau lakukan, setidaknya salah satu di antara kita harus tampil. Aku tentu saja tidak bisa. Dan mau tak mau kau harus tampil!" Drake mengangguk mantap, "Baiklah, tapi apa kau masih mau menjadi partner-ku?" Syahquita menatap datar Drake, ia seakan sedang menggoda Drake, "Hmm aku pikir-pikir dulu okey. " jawab Syahquita lalu kembali melangkah. "Tapi Syah, aku..." Syahquita baru saja melangkahkan kakinya 2 langkah dari posisi Drake, ia memutar tubuhnya untuk melihat ke arah Drake, "Tentu saja, Drake. Setelah dokter mengizinkanku untuk bergerak bebas, kita akan kembali menari lagi." Drake tersenyum bahagia saat mengetahui jawaban dari Syahquita, ia melangkahkan kakinya untuk menghampiri Syahquita, "Terima kasih, Syah." ia kembali memeluk Syahquita. "Oke, terima kasih kembali." sahut Syahquita kemudian melepaskan pelukan Drake darinya. Drake kembali tersenyum kepada Syahquita, ia begitu senang karena temannya sudah kembali. Ya, hanya Syahquitalah yang Drake percaya untuk menjadi temannya. Ntah mengapa ia begitu tertutup dengan yang lainnya, mungkin ada sesuatu dari Syahquita yang begitu menarik perhatian Drake. Mereka kembali melangkah kakinya secara bersamaan menuju ke kelas mereka. Melihat Syahquita ia mengingat sesuatu yang harus ia beritahu kepada wanita itu, "Oh iya Syah, apa kau akan ikut jelajah ke hutan Baggarmossen bersama club pecinta alam?" Syahquita melirik Drake, "Oh iya kapan acara itu Drake?" "Satu bulan lagi." jawab Drake. Syahquita menghentikan langkahnya, jawaban Drake mengingatkannya pada sesuatu yang sebentar lagi akan menjadi the best moment dalam hidupnya yaitu hari pernikahannya dengan Devian yang akan digelar dalam waktu dua bulan dari sekarang. Artinya pernikahan mereka akan digelar sebulan setelah acara jelajah itu. "Apa ada terjadi sesuatu, Syah?" tanya Drake penasaran karena Syahquita berhenti lalu terdiam begitu saja. "Tidak, semuanya baik-baik saja. Aku baru mengingat jika sebentar lagi... Aku dan Devian akan menikah." "Apaaa???" Drake terkejut luar biasa mendengar bahwa Syahquita akan menikah dalam waktu dekat. "Mengapa kau begitu terkejut?" Drake menutup matanya lalu menggeleng cepat, "Tidak, aku hanya terkejut saja saat mendengar kau akan menikah dengan senior itu." Syahquita menghela nafas, "Ya, aku pun juga terkejut. Terlebih usiaku masih sangat muda. Tapi kedua orang tua kami begitu semangat dengan hubungan kami sehingga mereka memajukan acara pernikahan kami yang seharusnya setelah aku lulus kuliah." "Oke lupakanlah masalah itu karena sejujurnya hal itu begitu membebankanku. Dokter melarangku untuk berpikir keras maka dari itu aku harus melupakan hal itu untuk sesaat." ucap Syahquita dengan tersenyum getir. Drake masih terdiam seperti manekin, ia tak menyangka jika Syahquita akan menikah dengan senior itu dan secara otomatis dia akan menjadi milik Devian seutuhnya. Entah mengapa ada sesuatu yang aneh pada perasaan Drake saat mengetahui hal itu tapi ia tak mau ambil pusing.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD