Entah sudah berapa lama gadis kecil itu berada di dalam ruangan yang dipenuhi oleh rak-rak buku yang berisikan segala jenis buku. Ya, tentu saja dia sedang berada di dalam perpustakaan yang ada di rumahnya, rumah keluarga Valdez Campbell.
Syahquita Valdez Campbell, gadis kecil yang baru berusia 8 tahun ini gemar menghabiskan waktu luangnya untuk membaca buku dongeng dan sejenisnya bersama kedua sepupu kembarnya, Jessie dan Martha. Bagi anak sekecilnya berada di perpustakaan sangat membosankan dan tentunya bermain adalah hal yang paling menyenangkan tapi tidak dengan ketiga gadis kecil itu, mereka lebih memilih membaca buku.
“Apa kau tak lelah? Aku sudah lelah, mataku sangat perih.” Keluh Martha menutup buku dalam genggamannya.
Dengan senyuman manisnya Syahquita mengangguk setuju dengan perkataan Martha, “Ya, sebenarnya aku sudah lelah tapi aku masih ingin berada di sini.”
“Ayolah, Syah. Sebentar lagi pasti bibi akan meminta kita untuk keluar dari sini. Ini sudah pukul 17.00. Apa kau tidak ingin makan malam bersama yang lain?” Timpal Jessie.
Jessie dan Martha menunggu jawaban Syahquita. Akan tetapi sepertinya sepupunya itu tidak ingin pergi dari sana. Hingga terdengar suara perempuan paruh baya dari luar perpustakaan.
“Anak-anak, sudah jam berapa ini? Sebentar lagi Dad akan pulang. Apa kalian tidak ingin makan malam bersama?” Teriak Sharon-perempuan berusia 45 tahun, Mom Syahquita.
“Aku sudah bilang pasti bibi akan meminta kita keluar. Ayo, Syah. Letakkan buku itu di tempatnya dan kita keluar.” Ujar Martha menarik paksa tangan kanan Syahquita.
Syahquita sedikit keras kepala, dia menarik kembali tangannya dari genggaman sepupunya. “Kalian pergilah lebih dulu. Aku akan merapikan buku ini.”
“Oke, baiklah. Ayo Martha, kita keluar.” Sahut Jessie menggandeng tangan Martha.
Kedua gadis kembar itu melangkahkan ke arah pintu sedangkan Syahquita melakukan yang dikatakannya tadi. Sudah menjadi peraturan dari perpustakaan di rumah untuk merapikan buku yang di baca tepat pada rak mereka mengambil buku itu. Setelah meletakan buku pada tempatnya tanpa sengaja Syahquita melihat satu buku usang yang membuatnya penasaran. Gadis kecil itu mencari tangga kecil yang biasa digunakan untuk mengambil buku di rak atas. Tangga sudah didapatkan dan sekarang tangan mungil Syahquita berusaha menggapai buku itu namun bukannya mengambil buku itu, Syahquita justru menjatuhkannya ke lantai hingga menyebabkan bunyi yang terdengar seperti seseorang terjatuh ke lantai.
BRRRUUUUUKKKKK… Suara buku jatuh itu menyita perhatian Jessie dan Martha yang hendak melewati pintu perpustakaan. Keduanya kembali ke dalam untuk mencari tahu suara apa itu?
“Syah, apa yang kau terjadi?” tanya Jessie dengan raut wajah panik.
“Tadi itu suara apa?” Sama hal nya seperti Jessie, Martha pun sangat panik ketika mendengar suara itu.
Syahquita terdiam melihati kedua sepupunya secara bergantian dan pandangannya berakhir pada buku yang tergeletak di lantai. “Suara itu dari buku ini. Aku ingin mengambilnya tapi malah terjatuh.”
Martha dan Jessie menghela nafas lega karena untuk sesaat tadi mereka mengira jika suara itu adalah suara Syahquita yang terjatuh. Kedua gadis kembar itu mendekatkan diri mereka ke Syahquita, Jessie mengambil buku yang terjatuh itu dan memberikannya pada Syahquita.
“Kau sudah mendapatkan buku ini. Ayolah kita keluar.” Ajak Martha.
Syahquita mengangguk pelan mengambil alih buku dari tangan Jessie. “Baiklah, ayo.”
Sebelum keluar dari perpustakaan, Syahquita merapikan kembali tangga kecil yang dia ambil. Mereka berlalu keluar dari perpustakaan sebelum Sharon memanggil mereka kembali. Ketiganya berlari menaiki anak tangga hingga langkah mereka terhenti di depan pintu kamar masing-masing. Kamar Syahquita bersebrangan dengan kamar kedua sepupunya. Tanpa disuruh, ketiga gadis kecil itu membersihkan diri mereka sebelum makan malam tiba.
Jessie dan Martha, sepupu kandung Syahquita, keduanya sudah tinggal bersama keluarga Syahquita sejak mereka berumur enam bulan. Mia Valdez Campbell-ibu Jessie dan Martha merupakan adik kandung dari Charlie-ayah Syahquita dan kakaknya yang berusia 48 tahun. Mia yang hanya terpaut 2 tahun lebih muda dari Charlie meninggal karena kecelakaan mobil 7,5 tahun lalu bersama dengan suaminya, Jerry Parker. Pada malam kecelakaan kedua bayi kembar itu dititipkan kepada Charlie dan Sharon, syukurlah kecelakaan itu tidak menimpa kedua bayi mungil itu.
Dan sejak saat itu Charlie dan Sharon sudah resmi menjadi wali sah dari bayi kembar itu, mereka berdua menyayangi dan membesarkan Jessie dan Martha seperti mereka menyayangi anak mereka sendiri. Begitupun Syahquita dan Alfaz-kakak Syahquita yang lebih tua 6 tahun dari adiknya, menganggap kedua sepupu kembarnya sebagai saudara kandung mereka sendiri. Terlebih Syahquita yang seumuran dengan kedua sepupunya itu, dia sangat menyayangi Jessie dan Martha, dan sebaliknya.
Selesai membersihkan diri, ketiga gadis kecil itu turun ke lantai bawah untuk makan malam bersama. Namun, sebelum makan malam mereka membantu Sharon dan Margareth-asisten rumah tangga di rumah Charlie yang berusia 65 tahun itu sudah bekerja sejak Charlie masih kecil, untuk menyiapkan makanan di meja makan.
TINGGG… TONGGG… Terdengar suara bell rumah mereka tanda seseorang sedang menungu di depan pintu. Ketiga gadis kecil itu sangat gembira saat mendengar suara bell itu, ketiganya berlari menuju pintu rumah untuk membukakan pintu itu karena mereka sudah menunggu kedatangan seseorang.
“Daddy.” riang Syahquita menyambut ayahnya yang baru pulang dari kantor.
“Pamaann.” Jessie dan Martha pun tidak mau kalah dengan Syahquita. Ketiga gadis itu memeluk paha Charlie karena tubuh mereka yang masih sangat kecil.
Charlie tersenyum gembira melihat tiga malaikat kecilnya menyambut dirinya, dia berjongkok di depan ketiga gadis kecil itu. Dengan satu bentangan ketiga gadis itu memeluk Charlie sangat erat seakan-akan tidak bertemu selama berbulan-bulan lamanya, padahal setiap hari pun mereka selalu bertemu.
“Anak-anak, biarkan Dad masuk ke dalam.” terdengar suara Sharon dari arah belakang ketiga gadis kecil itu.
Ketiganya melepaskan pelukan mereka dan menarik kedua tangan Charlie agar lelaki paruh baya itu masuk ke dalam rumah. Sharon tersenyum senang melihat keakraban ketiga gadis kecil itu, ia mengulurkan tangannya ke arah Charlie dengan maksud mengambil tas kerja suaminya itu. Charlie membalas senyuman istrinya, ia memberikan tas kerjanya pada Sharon agar dirinya bisa menggandeng tangan ketiga gadis kecil itu. Tangan Charlie hanya dua dan tentu saja di satu tangan ada putrinya dan di tangan lain kedua ponakannya.
Ketiga gadis kecil itu melepaskan tangan Charlie saat tiba di ruang makan dan mereka mengambil tempat masing-masing. Charlie selaku kepala keluarga duduk di kursi tengah dari meja yang panjang itu sedangkan Sharon duduk di samping kanannya. Sharon menyajikan makanan ke piring suaminya begitupun ke anak-anaknya. Mereka semua menikmati makan malam bersama dan tentunya dengan kehadiran Alfaz yang telat datang ke ruang makan.
***
Matanya tertuju pada buku tebal nan usang yang terletak di ujung meja belajarnya. Syahquita meraih buku itu dan mencoba mencari tahu isi dari buku itu. Dia membaca judul yang berada di tengah sampul buku tua itu.
“The legend of vampire life.” Syahquita memperhatikan sampul buku yang terlihat sangat tua. Buku itu bersampul seperti sebuah agenda atau jurnal yang memakai kulit karena terlalu tua sampul kulit itu sampai terkelupas mencirikan usia yang panjang.
Dari tampak depannya saja membuat gadis kecil itu tidak berselera membacanya terlebih buku itu terlihat sangat tebal. Syahquita membuka halaman terakhir buku itu dan betapa terkejutnya ketika ia mengetahui banyak halaman pada buku itu.
“1500 halaman? Buku apa yang aku ambil? Bagaimana caraku menghabiskan halaman pada buku ini? Bahkan untuk membaca buku 350 halaman saja aku membutuhkan waktu satu bulan. Bagaimana dengan buku tebal ini?” keluh Syahquita kehilangan selera membacanya.
Meski tidak selera membacanya Syahquita tetap membuka buku itu lembar demi lembar mencari hal menarik yang mungkin saja membangkitkan selera membacanya. Dari daftar isi pada buku itu ia menemukan kata asing dan menarik perhatiannya.
“Bangsa immortal.” ucapnya membaca kata asing tersebut.
Syahquita membuka halaman sesuai judul yang di daftar pustaka itu. Buku itu sampai menerbangkan debu-debunya ketika Syahquita buka karena halaman mengenai pembahasan itu berada di halaman belakang meskipun bukan akhir halaman pada buku itu.
Uuuhhukk... Uuhhukk... Syahquita terbatuk karena debu-debu itu memasuki tenggorokannya. Dia mengibaskan tangannya ke udara agar debu itu hilang dari hadapannya.
Gadis kecil itu mulai membaca mengenai bangsa immortal yang tertera pada bab itu mulai dari kata pertama hingga pertengahan pembahasan dia menemukan satu kata asing lagi. “Vampire? Makhluk apa itu?”
Syahquita membaca kembali setiap kata yang ada hingga ia menghabiskan dua halaman dari bab itu. Ia mengangkat pandangannya dari buku itu dan menatap lurus ke arah jendela di depannya. Sepertinya gadis kecil itu mulai kebingungan dengan pembahasan yang ia baca.
“Bangsa immortal itu makhluk abadi. Makhluk abadi artinya hidup sangat lama, apakah mereka hantu? Dan vampire? Ya, sepertinya vampire pun hantu.” katanya berbicara sendiri.
Syahquita membaca apa yang dia baca dengan bersuara meski pelan. “Keluarga Pietters Wilde merupakan keluarga vampire kerajaan yang kuat dan memiliki banyak sekutu dan mereka kaum murni. Aaragorn Pietters Wilde adalah raja dari kerajaan Achilles dan vampire murni keturunan ke-3 yang beristrikan Maggie Wilde dan mereka memiliki lima putra yaitu Joven, Keenan, Albert, Robert dan Joven. Setiap pangeran memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Albert Pietters Wilde ialah pangeran yang paling tampan dari semua pangeran yang ada.”
Gadis kecil itu menghentikan bacaannya, ia kembali menatap jendela di depannya dengan sedikit berpikir mengenai apa yang baru saja dia bacanya. “Albert Pietters Wilde pangeran tertampan? Seperti apa tampannya pangeran itu? Mungkinkah setampan pangeran Philip dalam kisah sleeping beauty atau prince charming dalam kisah Cinderella?”
Seketika pemikiran polos gadis kecil itu mengkhayalkan tampannya sosok pangeran Albert yang tertera pada buku itu. Ya, memang sedikit aneh seharusnya gadis ini memikirkan pelajaran di sekolahnya akan tetapi ia justru memikirkan hal yang tidak seharusnya.
“Apakah setampan Dad? Alfaz? Hmm tentu tidak, Alfaz terlalu jelek dan menyebalkan. Atau seperti Grandpa? Ohh tidak, Grandpa sudah tua dan sudah tidak tampan lagi. Lalu seperti apa wajah pangeran itu?”
Di saat Syahquita sedang asik mengkhayal tiba-tiba saja ada seseorang yang menepuk bahunya dan hal itu membuat gadis kecil itu berteriak untung saja ia tidak terjungkal dari kursinya.
“Hii, Syah. Apa yang kau lakukan?” kejut Jessie.
Syahquita menutup buku itu dan menatap geram ke arah kedua sepupunya yang kini sudah berada di sisi kirinya atau lebih tepatnya di samping meja belajar Syahquita. “Apa yang kalian lakukan? Mengapa tidak mengetuk pintu kamarku?!”
“Kami bosan, Syah. Jadi kami ke sini. Dan maaf jika kami tidak mengetuk pintu kamarmu karena saat ingin mengetuk tanpa sengaja kami mendengar suaramu seperti sedang berbincang dengan orang lain. Kami yang penasaran pun akhirnya masuk begitu saja.” sahut Martha .
“Oke, baiklah. Aku maafkan. Tapi jangan pernah melakukan lagi. Kalian membuatku terkejut bukan main.” keluh Syahquita.
Kedua gadis kembar itu mengangguk dalam waktu yang bersamaan. “Kami janji. Oh iya buku apa yang sedang kau baca?”
Syahquita menatap ke arah buku yang berada di depannya. “The legend of vampire life.”
“Buku itu dari perpustakaan, bukan? Aku tidak pernah menyadari jika ada buku setebal itu dan setua itu.” ucap Jessie selektif melihat buku di atas meja belajar.
“Iya, aku pun juga.” Sahut Syahquita.
“Buku ini menceritakan tentang apa?” tanya Martha penasaran meraih buku dari atas meja belajar.
“Tentang bangsa immortal, vampire.” jawab Syahquita.
Martha yang semula sedang memperhatikan buku dalam genggaman mendadak diam dan memberikan tatapan bingung ke Syahquita. “Apa itu vampire?”
Syahquita mengambil buku itu begitu saja dari tangan Martha. Ia membuka halaman yang sedang dibacanya tadi. Syahquita membacakan penjelasan mengenai vampire. “Dalam buku ini mengatakan bahwa vampire adalah salah satu bangsa immortal (makhluk abadi) yang hidup hingga ratusan tahun lamanya. Menyukai intisari manusia (darah), memiliki gigi yang tajam, suhu tubuh yang tidak sama seperti manusia pada umumnya dan tidak bisa hidup di bawah sinar matahari karena sinar matahari dapat membakar kulit mereka.”
“Mungkinkah kita vampire?” tanya Martha.
“Mengapa kita tidak melihat gigi kita saja. Apa gigi-ku tajam?” Syahquita membuka mulutnya lebar-lebar dan Jessie memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulut sepupunya itu lalu menggoreskan jarinya pada gigi taring Syahquita.
Ketiga gadis itu melakukan hal yang sama untuk mengetahui apakah mereka vampire atau bukan. Tak sampai disitu Jessie sampai mengambil thermometer untuk mengukur suhu tubuh mereka, tentunya suhu tubuh mereka normal seperti manusia biasa pada umumnya karena memang mereka manusia bukan vampire-makhluk yang haus darah dan bertubuh dingin.