aku b***k suamiku

aku b***k suamiku

book_age4+
25
FOLLOW
1K
READ
like
intro-logo
Blurb

Plak! Plak! Plak!.

Bunyi telapak tangan yang beradu tepat mengenai daging tipis pembalut tulang wajah bagian kiri dan kananku.

"Ampun mas ... sakit ...." Hanya itu yang bisa aku ucapkan berharap agar tamparan itu berhenti.

"Dasar istri tidak berguna, pembawa s**l. Apa saja yang kau lakukan seharian, sudah berapa kali aku bilang pulang itu harus bawa uang." ucapnya sambil menendang bokongku.

"Ampun mas ... sakittt ... aaaku ...." Belum sampai aku menjawab, kakinya sudah lebih dulu menendang pinggulku.

"Makanya jadi istri itu yang becus. Lain kali harus bawa uang biar ngak dipukul. Dari dulu sudah aku bilang ngemis aja, biar bisa menghasilkan duit, masih aja ngelunjak."

Terlahir dengan kondisi cacat tidak membuatku pasrah dengan takdir kehidupan. Berusaha menjadi seorang yang tegar hanya memiliki satu mata yang dapat berfungsi dengan baik. Bertubuh pendek dan kurus. Sehingga banyak orang yang mencaci dan menghinaku. Bahkan ada yang bilang kalau aku ini adalah kurcaci. Walaupun demikian aku jadikan itu sebagai penyemangat hidup. Berharap suatu saat akan menjadi pujian bagi mereka.

Hidup sebatang kara. Selalu berusaha untuk bertahan dengan Mas Deni karena memang dia satu-satunya yang aku punya. Dari kecil aku sudah yatim piatu.

Orang tuaku tak pernah menperkenalkan aku pada saudaranya. Hingga aku tidak tahu bahkan tidak mengenali siapa sanak saudaraku. Entah dimana meraka semua.

Orang tuaku memang hidup menjauh dari keluarga besarnya. Penyebabnya aku sendiri tak tahu. Karena ingin membesarkan aku. Mereka berani mengambil resiko karena tak menginginkan kehadiranku yang cacat.

Bagi mereka aku ini adalah aib di keluarga. Kehadiranku adalah hasil dari hubungan terlarang orang tuaku. Entah mengapa aku yang menjadi korban dari semua ini. Padahal aku tidak tau apa-apa yang mereka perbuat sehingga aku harus menanggung penderitaan sepahit ini. Walaupun demikian, aku selalu berusaha tetap sabar dan tegar untuk terus melanjutkan hidup.

ic_default
chap-preview
Free preview
bab 1
Plak! Plak! Plak!. Bunyi telapak tangan yang beradu tepat mengenai daging tipis pembalut tulang wajah bagian kiri dan kananku. "Ampun mas ... sakit ...." Hanya itu yang bisa aku ucapkan berharap agar tamparan itu berhenti. "Dasar istri tidak berguna, pembawa s**l. Apa saja yang kau lakukan seharian, sudah berapa kali aku bilang pulang itu harus bawa uang." ucapnya sambil menendang bokongku. "Ampun mas ... sakittt ... aaaku ...." Belum sampai aku menjawab, kakinya sudah lebih dulu menendang pinggulku. "Makanya jadi istri itu yang becus. Lain kali harus bawa uang biar ngak dipukul. Dari dulu sudah aku bilang ngemis aja, biar bisa menghasilkan duit, masih aja ngelunjak." Terlahir dengan kondisi cacat tidak membuatku pasrah dengan takdir kehidupan. Berusaha menjadi seorang yang tegar hanya memiliki satu mata yang dapat berfungsi dengan baik. Bertubuh pendek dan kurus. Sehingga banyak orang yang mencaci dan menghinaku. Bahkan ada yang bilang kalau aku ini adalah kurcaci. Walaupun demikian aku jadikan itu sebagai penyemangat hidup. Berharap suatu saat akan menjadi pujian bagi mereka. Hidup sebatang kara. Selalu berusaha untuk bertahan dengan Mas Deni karena memang dia satu-satunya yang aku punya. Dari kecil aku sudah yatim piatu. Orang tuaku tak pernah menperkenalkan aku pada saudaranya. Hingga aku tidak tahu bahkan tidak mengenali siapa sanak saudaraku. Entah dimana meraka semua. Orang tuaku memang hidup menjauh dari keluarga besarnya. Penyebabnya aku sendiri tak tahu. Karena ingin membesarkan aku. Mereka berani mengambil resiko karena tak menginginkan kehadiranku yang cacat. Bagi mereka aku ini adalah aib di keluarga. Kehadiranku adalah hasil dari hubungan terlarang orang tuaku. Entah mengapa aku yang menjadi korban dari semua ini. Padahal aku tidak tau apa-apa yang mereka perbuat sehingga aku harus menanggung penderitaan sepahit ini. Walaupun demikian, aku selalu berusaha tetap sabar dan tegar untuk terus melanjutkan hidup. "Sariii ... cepat sini." Teriak suamiku dari dapur. "Ya Mas." Belum sampai aku di meja makan yang berada di dapur, suamiku menarik rambutku ke arah meja tersebut. Mas Deni adalah suamiku. Kami berkenalan beberapa bulan yang lalu. Hingga memutuskan untuk menikah. Mas Deni dulunya adalah tetangga yang berjarak tiga rumah dari rumahku. Aku biasa bekerja sebagai tukang cuci dan gosok. Namun setelah menikah dengan Mas Deni aku berhenti bekerja. "Mana makanannya, sudah ngak bawa uang makanan juga ngak ada." Sambil mendorongku ke arah meja makan. "Ngak ada yang bisa dimasak Mas." Sambil bangkit dari lantai. "Hah ... Beraninya kau menjawab begitu, aku ngak mau tau pokoknya selepas aku bangun tidur kau harus sudah siapkan aku makanan." Ditariknya lagi rambutku ke atas. "iiya Mas ... " Sambil memegang penggalan tanggannya di rambutku. Berhutang adalah satu-satunya jalan yang bisa aku lakukan agar bisa memasak. Mbak Dian dan Mas Joko adalah tetangga sebelah rumahku sekaligus tempat mengadu dan mereka sepasang suami istri sangat baik. Terkadang melihat kedatanganku saja mereka sudah faham. Mereka segera memberikan beberapa bahan makanan pokok sehari-hari yang aku butuhkan mungkin karena rasa iba. Mas Joko dan Mbak Dian juga dekat dengan Mas Deni suamiku. Sesekali mereka menegur Mas Deni agar tidak lagi berbuat kasar terhadapku. Jarak rumah yang begitu dekat hingga mereka mengetahui kelakuan Mas Deni. Tetapi tetap saja di depan Mbak Dian dan Mas Joko suamiku berpura-pura baik. Sedangkan di belakang mereka aku selalu disiksa mungkin,karena Mas Deni ingin mendapatkan restu mereka. Memang sudah lama Mas Deni menyukai putri sulung dari Mbak Dian dan Mas Joko, bahkan Mas Deni sudah berniat untuk menikahinya. Di pagi yang cerah, angin sejuk. Hampir setiap hari Mas Deni pergi berkunjung ke rumah tetanggaku. Paras putri Mbak Dian dan Mas Joko bisa membuat Mas Deni suamiku betah di sana dari pada di rumahnya sendiri. "Mas mau kemana." Tanyaku yang berdiri memegang sapu di depan pintu "Ke rumah sebelah, lama-lama aku makin tak betah disini." Jawab Mas Deni sambil mencari-cari sendal eiger yang biasa dipakainya. "Ngapain sering ke sana Mas, kan rumahmu di sini bukannya di sana Mas." Hatiku mulai hancur mendengar jawaban Mas Deni yang cuek tampa rasa bersalah. "Memangnya kamu siapa ngatur-ngatur aku. Sudah tak punya anak, tak berguna sama aja kayak sampah." Memang Mas Deni sering kali menyamakan aku dengan s****h. "Bagaimana bisa punya anak Mas kamu aja jarang di rumah, apalagi malam." Aku selalu meyakinkan Mas Deni bahwa aku bisa memiliki anak jika Mas Deni bisa menempatkan dan memperlakukan aku layaknya seorang istri. "Ah ... sudahlah ... melihatmu saja aku merasa jijik, bagaimana bisa aku tidur seranjang denganmu." Mas Deni mulai mendorongku yang sedang berdiri di pintu yang menghalangi jalannya. "Tapi aku ini istrimu Mas...kenapa kamu mau menikah denganku jika kamu tidak menginginkan aku. Maaas ... Maas ... Maaaas ...." Aku mulai bangit dari lantai dan berusaha memanggil Mas Deni agar tidak lagi pergi ke rumah tetanggaku. Teriakan dan panggilan yang ku serukan itu rupanya tidak bisa mempengaruhi niat Mas Deni untuk pergi ke sana. Setiap hari aku selalu berdoa kepada Tuhan agar Mas Deni bisa menerima kenyataan bahwa aku ini adalah istrinya yang sah bukan musuhnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Heal Me Doctor

read
49.4K
bc

Badboy, I Love You

read
276.1K
bc

Tentang Kean [END]

read
10.7K
bc

Me and My Freezer Boy

read
43.9K
bc

Tawanan Hati Sang Pewaris

read
10.0K
bc

Terpaksa Nikah (18+) (Indonesia)

read
96.8K
bc

SEXY LITTLE SISTER (Bahasa Indonesia)

read
313.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook