Penolakan Mbok Min

1010 Words
Keesokan harinya, tepatnya sore hari, Rasti yang sudah rapi kembali mengunjungi rumah Guntur. Tak perlu dia berteriak memanggil wanita empat puluhan yang berparas lumayan manis ini, Mbok Min ternyata sudah muncul dari pintu samping rumah majikannya. Rasti pun terkejut dibuatnya, terlebih ada Ayu yang mengekor di belakangnya. "Waduh, rapi banget nih semenjak dapet durian runtuh," ucap Mbok Min saat melihat penampilan Rasti. Wanita paruh baya itu memang sudah mengetahui dari percakapan mereka di telepon semalam jika Said tetap memberikan uang pada Rasti, walau Ayu menolak untuk berkenalan. Bahkan semalam, Mbok Min juga meminta bagiannya tanpa ada penolakan dari Rasti yang memang berniat membaginya. "Lho. Mau diajak ke mana aku emangnya?" tanya Rasti heran. Dia melirik ke arah Ayu yang terlihat senyum-senyum. Gadis muda itu tampak sangat cantik dengan celana jeans selutut dan kaos bergambar squidwards, sobat kentalnya spongebob. Sendal jepit mahalnya juga mengundang perhatian Rasti. "Traktir baksolah, Rasti! Kamu kan dapat uang banyak," pinta Mbok Min sambil mengedipkan matanya. Rasti tampak tidak terlalu semangat dengan ajakan Mbok Min. Ditolehnya rumah majikannya yang berada di seberang. "Wong aku belum izin sama Pak Said, Mbok. Ntar aku dimarahin loh," elak Rasti. Kini dia merasa cemas. "Rasti ... Rasti. Gimana sih? Wong tinggal bilang kamu pergi jajan bakso karo Ayu. Beres, pasti mingkem tuh duda." Rasti menghela napas, berpikir sejenak. "Udah enggak usah mikir-mikir. Dia pasti malah tambah seneng. Bukannya kamu dulu pernah nanya gimana cara menghadapi majikan duda. Yah gitu. Lakukan apa yang bikin dia senang. Biar jadi duda bahagia. Kayak Papa Ayu dulu, duda bahagia loh dia karena asisten-asisten nurut. Apa pun yang dia suruh, cepet kita kerjakan. Sampai-sampai kita biarin dia kesengsem sama Nayra. Kita fasilitasi. Ingat? Ha? Rasti? Ojo bingung ah." Rasti masih saja terlihat bingung. "Lho, emang Ayu?" tanyanya masih belum percaya. Padahal Ayu seperti sudah tidak sabar diajak kedua ART itu jalan-jalan sore menuju warung bakso. "Rasti. Ayu ini suka bakso. Duda Said demen Ayu. Gimana sih! Mbok ya mikir, Rass." Mbok Min tetap memaksa agar Rasti mau menurutinya. Akhirnya Rasti pun mengiyakan ajakan Mbo Min. Dia dengan cepat kembali ke rumah Said untuk izin pada majikannya itu. Setelah beberapa saat kemudian, mereka bertiga pun berjalan santai menuju warung bakso yang berada di gang sempit ujung komplek perumahan elit ini. Jika sebelumnya Ayu tidak b*******h makan bakso di warung, kali ini dia memutuskan untuk ikut makan bersama Rasti dan Mbok Min di warung tersebut yang kebetulan tidak seramai biasanya. Ayu nyaman berada di sisi dua perempuan itu. Seru menurutnya, soalnya ada saja celoteh mereka yang membuatnya tersenyum. "Jadi, papa-mama Ayu kapan pulang?" tanya Rasti. Bakso sudah mendarat di hadapan mereka masing-masing. "Hm, Minggu pulang, Mbak," jawab Ayu yang sedang mengaduk kuah baksonya. Rasti melirik-lirik Mbok Min yang sudah menikmati baksonya dengan lahap, lalu sedikit melirik ke Ayu yang juga mulai melahap bakso. Dia heran, kenapa Ayu mau saja diajak makan bakso padahal dia sepertinya tidak begitu suka dihubung-hubungkan dengan Said. Setiap kali mendengar nama Said saat berjalan menuju warung bakso, wajah Ayu terlihat cemberut. Tapi begitu tiba di depan warung bakso, wajahnya berubah ceria. Mungkin karena usianya yang masih 18 tahun jadi dia masih mudah berubah-ubah emosinya karena masih labil. "Loh, Ras? Kok nggak dimakan baksomu?" tanya Mbok Min membuyarkan lamunan Rasti. "Ah. Nunggu dingin. Aku enggak bisa makan panas-panas kayak kamu sama Ayu." Tiba-tiba, di tengah mereka yang asyik menyantap bakso, ada gadis cantik menegur Ayu. "Permisi, Dik. Kamu keponakannya Farid, ya?" tanya gadis itu sopan. Farid adalah adik Mama sambung Ayu. Farid sebelumnya pernah dijodohkan dengan Ayu oleh Bu Hanin, Ibu Guntur. Akan tetapi perjodohan itu ditolak halus Ibu Nayra karena Farid dan Ayu masih memiliki hubungan kekerabatan. Bukan Ayu saja yang keheranan, Rasti dan Mbok Min juga. Ayu yang masih mengunyah baksonya mengangguk pelan. "Aku Lira. Mantan Farid. Bilang ke Farid selamat menempuh hidup baru." Dia lalu berlalu dengan senyum manisnya. Rasti, Mbok Min dan Ayu saling pandang. Dan, Mbok Min menoleh ke arah gadis yang mengaku sebagai mantan Farid tadi. "Wes. Paling cuma ngaku-ngaku. Dari matanya keliatan licik," kata Mbok Min dengan gaya cueknya. Akhirnya mereka kembali melanjutkan menikmati bakso masing-masing. *** Sepulang makan bakso, Mbok Min tampak menolak uang yang baru saja disodorkan oleh Rasti di depan Ayu. "Lho, Mbok? Serius? Enggak kepingin duit? Ini aku sudah siapkan lo," desak Rasti seraya meletakkan amplop coklat ke atas tangan Mbok Min. Rasti heran dengan perubahan sikap Mbok Min. Padahal sebelumnya Mbok Min semangat menyambut uang cuma-cuma tersebut. Sementara Ayu tampak santai duduk di atas ayunan depan rumahnya. "Sudah. Itu rezeki kamu, Rasti. Simpan aja. Kita ditraktir aja udah seneng banget. Iya enggak, Yu?" tolak Mbok Min sambil mendorong tangan Rasti yang masih menjabatnya. Ayu mengangguk. Rasti semakin merasa tidak enak hati karena sudah berjanji memberikan separoh uang pemberian Said ke Mbok Min. Dipandangnya rumah majikannya dari depan rumah Guntur, lalu kembali menghadap Ayu dan Mbok Min. "Duh. Pak Said juga enggak mau aku kembalikan uangnya. Mbok juga nolak. Yo, Wes. Buat aku ya." Mbok Min tertawa mengangguk. "Ya udah. Aku pulang ya." "Ya, Rasti. Jangan lupa ditabung. Lumayan nyicil kebun di kampung. Jangan dihabiskan!" seloroh Mbok Min. Hanya gelak tawa yang terdengar dari Rasti yang sudah mulai melangkah pulang. "Yuk, Non. Kenyang, kan? Malam kita bakar-bakar roti pisang lagi," ajak Mbok Min. Wajah Ayu sangat cerah mendengar usulan Mbok Min. Tapi hanya beberapa saat saja, wajahnya berubah murung seketika karena tidak sengaja pandangannya tertuju ke lantai dua rumah Said. Tampak Said berdiri tenang mengamati dirinya sambil melambaikan tangan. "Ih, ngapain sih dia ngelihatin aku." Tanpa menanggapi isyarat dari Said, Ayu pun cepat-cepat menyusul langkah Mbok Min yang sudah lebih dulu masuk ke dalam rumahnya. Sementara Said masih saja melihat Ayu yang baru saja menghilang dari pandangan. Meskipun wanita itu masih menghindar darinya, tetapi Said tidak akan menyerah dan masih berniat untuk mengenal Ayu lebih jauh. "Mungkin sekarang kamu masih tidak ingin menemuiku, tapi nanti, ada saatnya kita bisa bertemu untuk saling mengenal." Said merasa sangat optimis. Senyumnya tampak mengembang hingga membuat pria itu terlihat sangat tampan. Namun, di mata Ayu, pria itu bukanlah kriterianya karena memang usia mereka yang terlampau cukup jauh. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD