Curiga Guntur

1350 Words
Nayra heran dengan kepulangan suaminya yang lebih awal dari biasanya. Belum lama dia dan Ayu hendak memasuki rumah, Guntur cepat memasukkan mobil barunya ke dalam garasi. Terdengar decitan ban serta mesin yang menderu setelahnya. Ayu dan Nayra saling pandang, seakan tahu bahwa ada yang disesalkan Guntur sore itu. Apalagi setelahnya terdengar bunyi keras pintu mobil yang ditutup. "Ayu masuk duluan ya? Papa kayaknya lagi bete," ujar Nayra seraya menyerahkan tas ke dekapan Ayu. Padahal dia yang biasa membawakannya ke dalam. Ayu mengangguk cepat. Dia terlihat cemas. Setengah berlari dia masuk ke dalam rumah. "Wah. Barengan kita pulangnya, Yang," seru Nayra senang melihat Guntur berjalan ke arahnya. Guntur lalu mendekap Nayra dan mengecup dahi Nayra penuh kasih. "Ayu sudah di kamar?" tanya Guntur sambil menyerahkan tas kerjanya ke Nayra. "Iya. Emang kenapa?" Guntur tidak segera menjawab. Lalu setelah melepas alas kakinya dia melangkah cepat ke dalam rumah. Nayra mengikutinya. "Lo, Yang? Nggak mandi dulu?" tanya Nayra heran melihat Guntur yang mengetuk pintu kamar Ayu. Nayra bertambah heran dengan Guntur. Apalagi Guntur sama sekali tidak memberinya jawaban. Tak lama kemudian, muncul Ayu dari balik pintu kamarnya. Ayu masih berseragam sekolah. Ayu terperangah melihat wajah papanya masam memandangnya. "Papa tunggu kamu di teras belakang. Ada yang ingin Papa bicarakan." "Ayu mau mandi." "Sekarang. Juga bawa hape kamu." Guntur langsung melangkah cepat menuju teras belakang. "Ma?" desah Ayu ke Nayra yang berdiri di depan pintu kamarnya. Nayra juga dilanda kebingungan. Ayu sedih mendengar cara bicara papanya yang menyapanya dengan 'kamu', bukan Ayu. Ini berarti ada yang disesali Papa Gun. Tapi apa masalahnya? "Mama juga nggak tau, Sayang. Ayu lebih baik ke sana." "Mau sama Mama," rengek Ayu. "Ayu harus berani. Papa nggak ajak Mama. Papa ajak Ayu. Mama belum berhak ikut campur. Nanti kalo Mama tau masalahnya, baru Mama maju," Ayu cemas. Ada apa ini? Kenapa papanya menyinggung ponselnya? Ayu langsung memasuki kamarnya dengan gerak cepat. Ayu berpikir cepat bahwa amarah papanya mungkin ada kaitannya dengan Bang Said. Dengan tangan gemetar dan gerak cepat, Ayu menghapus obrolannya dengan Said serta menghapus kontak Said. *** "Siapa yang nunggu kamu pagi-pagi di gerbang sekolah?" tanya Guntur dengan suara beratnya. Dia ambil dengan cepat ponsel yang diserahkan Ayu kepadanya. Ayu memejamkan matanya. Ternyata bukan Said penyebab amarah papanya. "Am. Jason, Pa," "Siapa dia?" "Masnya Brie, teman dekat Ayu di kelas. Anaknya Tante Wita, sahabat Mami," "Kok pake bawain tas kamu? Sedekat apa kamu dengan dia?" Ayu mengerjapkan matanya. Dia, Jason dan Brie memang sangat dekat. Tapi bukan dekat seperti yang diduga papanya. "Ya. Dekat, Pa. Mas Jason yang sering bela Ayu kalo ada yang ganggu Ayu di sekolah," jawab Ayu. Ayu menggigit bibirnya getir ketika melihat papanya mulai melihat-lihat isi ponselnya. Dia cemas, papanya pasti akan mengecek pesan-pesan antara dirinya dan Jason. Guntur menggelengkan kepalanya ketika membaca pesan-pesan antara Ayu, Jason dan Brie. "Apa ini sayang-sayang? emotikon cinta? Apa-apaan ini?" "Iya, Pa. Mas Jason emang suka Ayu, tapi Ayu nggak balas kok. Dia bilang dia senang bantu Ayu. Lagian Mas Jason udah punya pacar. Baru jadian minggu lalu." Guntur mengelengkan kepalanya. Ada-ada saja pergaulan anak-anak sekarang. "Papa nggak suka kamu deket-deket laki-laki seperti itu lagi." Mata Ayu memanas. "Sekali lagi kalo Papa liat kamu jalan sedekat itu. Apalagi tangannya menyentuh kepala kamu. Kamu harus pindah sekolah segera," Guntur menyerahkan ponsel Ayu ke Ayu. "Papa juga akan sita ponsel kamu. Papa nggak suka," tegas Guntur. Lalu dia beranjak dari duduknya dan melangkah cepat memasuki rumah meninggalkan Ayu duduk menangis sendirian. *** Di waktu yang sama, Sore itu Rasti mengunjungi rumah Guntur hendak mengambil peralatan masak yang dia bawa ke rumah Guntur kemarin. Rasti bertemu Mbok Min di dapur yang sedang melap-lap peralatan masak milik majikan Rasti. "Wah. Ini wajannya khusus banget, Ti. Asli buatan luar negeri. Ini rock? Batu?" omel Mbok Min sambil mengamati wajan wok besar yang sedang dia lap. "Aku nggak ngerti, Mbok. Cuma ngerti make." "Beda ya? Kalo Bu Hanin senengnya wajan stainless. Ini orang kaya beda. Batu kok dijadikan wajan," Tidak sempat Rasti melepas tawanya, muncul Ayu berlarian memburu Mbok Min dan merengek meminta dipeluk. "Lo, Non? Kok nangis? Ada apa?" Mbok Min cemas. Dia dekap Ayu kuat-kuat sambil mengusap-usap punggung Ayu. Rasti tentu saja penasaran. Dia tunda niatnya kembali ke rumah depan. Padahal wajan-wajan dan peralatan makan pempek sudah siap dibawa pulang. Mbok Min lalu membimbing Ayu duduk di kursi makan. "Dimarahi Papa," sungut Ayu yang masih menangis. "Karena?" "Papa salah sangka. Masa Mas Jason dibilang pacar Ayu. Orang Mama juga kenal dengan dia. Kan Mbok juga sering Ayu ceritain," "Halaaah. Jason yang suka Non Ayu suruh-suruh bawain tas?" Ayu mengangguk sambil menyeka pipinya. "Hm, ya sudah. Yang penting kan Ayu nggak melakukan yang disangka Papa," "Iya, Mbok. Tapi sampe ancam Ayu pindah sekolah kalo Ayu deket-deket Mas Jason. Hape Ayu juga mau disita Papa," "Yah, wajar toh Papa Non marah. Karena belum tau yang sebenarnya. Wes, mandi dulu, ganti baju. Trus istirahat. Malam ini mau makan apa? Mbok masakin," bujuk Mbok Min. "Mbak sudah masak opor ayam kampung. Tinggal dibawa ke sini kalo Non Ayu mau," timpal Rasti ikut membujuk. "Tuh tinggal pilih," bujuk Mbok Min lagi. "Pingin opor, Mbak," rengek Ayu. "Ya sudah. Mbak pulang dulu. Nanti Mbak ke sini lagi." Ayu mengangguk. *** Di kamar Guntur, Nayra masih heran dengan sikap Guntur yang gusar setibanya di kamar. Guntur masih bungkam. Karenanya, Nayra biarkan suaminya memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri. Nayra kemudian meraih seluruh pakaian bekas pakai Guntur yang Guntur lempar di sisi luar pintu kamar mandi. "Nay. Kamu jangan ke luar dulu. Aku ingin bicara," ujar Guntur dari balik pintu kamar mandi yang dia buka sedikit. Nayra mengangguk lemah. Dia lalu memindahkan seluruh pakaian Guntur yang dia raup ke keranjang rotan, lalu menutupnya. Kemudian dia duduk di kursi malas sambil memainkan ponsel, menunggu suaminya selesai mandi. Tidak sampai bermenit-menit, Guntur sudah menyelesaikan mandinya. Nayra memejamkan matanya karena tidak biasa melihat Guntur segusar sekarang ini. "Kamu apa nggak meratiin pergaulan Ayu di sekolah? Sama siapa dia bergaul. Cowokkah, cewekkah..." mulai Guntur yang tampak segar dengan kaos tipis dan celana katun pendek. Dia duduk di kursi kerjanya dan menggeserkannya mendekat ke kursi malas yang diduduki Nayra. "Ya aku peratiin, Yang. Aku tanya-tanya siapa saja yang dia kenal. Akrab atau nggak ... emang kenapa?" Nayra mengelus perut buncitnya yang terasa bergerak. Melihat gelagat Nayra, Guntur kemudian berusaha mengatur emosinya. Dia hela napasnya panjang. "Tadi pagi aku liat dia ditunggu cowok. Cowok itu membawakan tas Ayu, sambil pegang-pegang kepala Ayu," "Jason?" "Kamu kenal?" Nayra mengangguk. "Anaknya Mbak Wita. Dia memang dekat Ayu. Aku yang suruh jaga-jaga Ayu. Ayu ngeluh sering digoda temennya. Anaknya baik kok, Yang...." "Hah. Ternyata…." "Maksud kamu?" "Aku ini laki-laki, Nay. Mau bagaimanapun, jika sudah dekat-dekat cewek... apa yang di dalam benak laki-laki sama. Pake pegang-pegang kepala. Modus," decak Guntur kecewa. Dia igat sekali reaksi laki-laki yang bernama Jason mengacak-acak rambut Ayu gemas. "Ya. Nanti aku akan bilang ke Ayu untuk memperbaiki pergaulannya. Aku juga nggak pernah liat Jason pegang kepala Ayu. Yang aku tau dia emang senang bantu Ayu, membawakan Tas Ayu misalnya." Nayra tampak ikut menyesalkan. Guntur meraih dua tangan Nayra yang masih berada di atas perutnya. "Kamu baik-baik aja kan?" tanya Guntur lembut. Dia tidak ingin emosi Nayra memuncak di tengah hamilnya. "Iya, Yang. Aku akan bicara baik-baik ke Jason besok, juga ke Mbak Wita. Tapi setauku Jason sudah punya pacar. Teman sekelasnya di kelas dua belas. Dia sering ajak pacarnya bertemu aku dan mamanya, kalo aku dan Mbak Wita janji ketemu di kantin sekolah.…" Guntur menundukkan kepalanya. Dia menyadari keresahannya yang berlebihan. "Aku terus mantau Ayu, Yang. Aku kan sering ajak ngobrol dia. Dia juga banyak tanya-tanya. Soal apa saja yang menarik untuknya. Dari masalah cowok, cewek, teman yang baik, teman yang kurang baik, tentang sekolah. Yang pasti banyak yang sayang Ayu. Aku selalu pesan ke dia untuk terus jaga diri. Jangan sampai seperti aku," Guntur terkekeh. Sesaat dia mengenang masa-masa pacaran dengan Nayra. Lalu dia mencubit hidung Nayra gemas. "Maafkan aku yang ganggu kamu dulu, Sayang," ucap Guntur mulai manja. Dia letakkan kepalanya di atas perut buncit Nayra, mengharapkan belaian Nayra. "Kamu bukan ganggu. Kamu maksa," sungut Nayra sambil membelai rambut suaminya pelan-pelan. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD