Alina tersadar saat berada di ranjang rumah sakit malam itu. Seorang pasien sudah berada di samping ranjangnya.
"Hai...!" sapa gadis berusia 17 tahun itu.
"Kamu, sejak kapan ada di sini?" tanya Nadia.
"Baru aja, Kok. Halo nama aku Laila, kamu namanya siapa?"
"Aku Alina."
Tiba-tiba seorang wanita masuk ke dalam ruangan itu.
"Laila anak Mamah, kamu enggak apa-apa kan, Nak?" Seorang wanita paruh baya datang langsung memeluk gadis itu.
"Aduh, jangan kenceng-kenceng, sakit ini kepala aku," jawab Laila.
"Untung saja kamu selamat, kamu kok bisa sih seperti ini?"
"Mana Laila tau, Mah."
"Karena kamu mabuk, iya kan?" Seorang pria masuk seraya berkacak pinggang.
"Apa benar itu, Nak, kamu mabuk-mabukan?"
Nyonya itu menatap Laila dengan menahan air matanya, ia mencari kejelasan dari mulut putri semata wayangnya itu yang belum juga didapatkan.
"Aku cuma minum dikit kok, Mah," sahut Laila akhirnya.
"Dikit apanya? Tuh, buktinya dua kawan kamu lainnya mati, hah?" Sang ayah membentak Laila kala itu.
"Pah, ini rumah sakit tolong tenang sedikit, lagi pula bukan Laila yang menyetir, pasti kawannya lah yang mabuk," ucap sang ibu masih membela putrinya.
"Halah... terus saja kamu membela bocah tengik itu, dasar anak sial, selalu saja membuat orang tua malu!" Sang Ayah langsung keluar ruangan meninggalkan putrinya dan sang istri.
"Sudah jangan kamu dengarkan Papah kamu itu, kamu istirahat saja ya, Nak, sebentar lagi suster akan membawa kamu pindah," ucap sang ibu lalu mencium kepala putrinya.
"Kenapa harus pindah?" tanya Laila.
"Mamah mau bawa kamu ke rumah sakit yang lebih bagus. Dah kamu tenang aja enggak usah pikirin ayah kamu." Wanita itu lalu pamit pergi menyusul suaminya.
Alina yang melihat perlakuan ayah gadis itu ikut merasa sedih.
"Kamu enggak apa-apa, kan?" tanya Alina.
"Kamu lihat semuanya, ya? Papah aku tuh ya gak mandang ada orang lain juga kalau dia mau marahin aku, ya marah aja dia mah, aku udah biasa kok di gituin sama dia, dia tuh gak pernah nunjukkin kalau dia sayang sama aku hanya karena aku anak perempuan."
Alina tahu ada kesedihan terpancar dari matanya yang berkaca-kaca, tetapi gadis itu berusaha untuk menyembunyikan sekuat wajahnya yang mencoba tersenyum.
Kedua gadis itu berbincang dan mencoba lebih akrab lagi.
*
Malam itu, Alina terbangun tepat pukul dua belas malam.
"Duh mau kencing lagi, nih," gumam Alina berusaha mengangkat tubuhnya beranjak menuju kamar mandi di ruangan itu. Ia melangkah perlahan dengan menggenggam alat infus di tangannya ke kamar mandi.
"Issshhh sakit banget nih tangan," gumam Alina seraya berusaha menurunkan celananya.
Setelah selesai menuntaskan hajatnya, ia meraih tuas kloset yang tiba-tiba berbunyi sendiri mem-flush isi toilet.
"Wuidih bagus juga nih kloset, jangan-jangan pakai sensor yang langsung bersih seketika," gumam Alina.
Lalu ia menyalakan keran air dan membasuh wajahnya. Saat ia mengangkat wajahnya terlihat bayangan seorang perempuan di cermin yang menyentak tubuhnya.
"Astaga... bayangan apa itu?" Alina berusaha mengusap cermin di hadapannya.
"Perasaan aku aja kali, ya," gumam gadis itu lalu membalikkan tubuhnya untuk keluar dari toilet.
Boooooooo....!!!
Wajah seorang wanita dengan luka sayatan benda tajam menyilang terpampang mengerikan. Luka itu terbuka menunjukkan daging segarnya dan tulang pipi yang terlihat. Darah mengucur bercampur nanah menimbulkan bau anyir yang menusuk ke dalam hidung si penerima. Hantu wanita yang tak mempunyai kaki itu melayang di hadapan Alina. Terlihat di bagian ujung pahanya itu hancur, mengerikan.
"Aaaaaaaaa.... !!!" Alina berusaha berteriak sekuat tenaganya dan langsung panik menuju keluar kamar mandi. Dia terlupa kalau tangannya menggunakan selang infus yang langsung terlepas.
Darahnya sampai menetes keluar dari lubang jarum infus yang masih tertancap di pergelangan tangannya. Alina sampai menabrak Laila yang datang tiba-tiba membantunya.
"Kamu kenapa?" tanya Laila.
"A-ada, ada hantu di dalam," ucap Alina langsung naik ke atas ranjangnya dan meringkuk, menutupi tubuhnya dengan selimut. Tubuh gadis itu gemetar ketakutan.
Laila menghela napas panjang, lalu perlahan ia menguatkan diri membuka pintu kamar mandi. Tak ada siapapun dia dapati di sana.
"Enggak ada siapa-siapa, Lin," ucapnya saat menoleh ke Alina. Tiba-tiba pintu kamar mandi tertutup sendiri dengan kencang seolah ada yang membanting.
Brak...!!!
"Lho kok? Hiy... kayaknya kamu bener deh, Lin, ada sesuatu di dalam sana." Laila langsung naik ke atas ranjangnya.
"Terus kalau aku mau pipis apa mau pup gimana?" tanya Alina dari balik selimutnya.
"Ya udah tahan aja hehehe," sahut Laila yang ikut menarik selimut untuk bersembunyi.
"Kamu jadi pindah rumah sakit?" tanya Alina dari balik selimut.
"Kok, kamu tau?"
"Kan tadi mama kamu udah bilang mau pindahin kamu, kata dia rumah sakit ini kurang bagus, kan?"
"Biarin aja. Alina, kamu ada tamu malam-malam begini?" tanya Laila.
"Maksud kamu?" Alina makin tak mengerti dan mencoba melihat ke arah Laila.
"Di samping ranjang kamu ada dua orang lagi berdiri, itu siapa?" tanya Laila.
"Ih... jangan ngaco deh!"
"Beneran aku enggak ngaco, lihat deh sendiri, aku cuma bisa ngintip kaki mereka aja," sahut Laila.
Alina berusaha memberanikan diri untuk menoleh.
Perlahan demi perlahan ia membuka selimut yang menutupi wajahnya.
"Hei! kalian pada ngapain jam segini masih berisik aja?" tanya seorang suster yang baru saja muncul.
"Suster tadi emangnya ada dua orang di samping ranjang saya?" tanya Alina.
"Hahaha ngaco kamu, saya dari tadi sendirian berdiri di sini, baru masuk juga, lho ini selang infusnya copot, saya benerin dulu deh."
Suster itu lalu meraih kapas, cairan pembersih dan selang infus yang baru.
"Kamu salah lihat tuh Laila, enggak ada siapa-siapa di sini," ucap Alina.
"Tadi aku sempet lihat—"
"Udah ya ngobrolnya, saya suster Alda, saya cek suhu tubuh dulu ya sama infus kalian, terus ini obatnya langsung minum aja," ucap Suster Alda.
"Udah jam segini masih minum obat?" tanya Alina.
"Iyes, udah nurut aja, harusnya jam 9 tadi saya kasih, tapi kalian tidur pulas semua, eh ini malah pada bangun."
"Besok aja minum obatnya ya," pinta Alina.
"Suster datang berdua, ya?" tanya Laila yang mengintip dari balik selimut.
"Berdua dari mana, saya sendiri, kok."
"Itu di belakang suster ada kaki," tunjuk Laila.
Suster Alda menoleh ke arah yang di tunjuk Laila. Tak ada apapun di sana.
"Kamu lihat apa, sih? Enggak ada siapapun di belakang saya," sahut suster Pada.
"Lha, aku beneran liat..." Laila membuka selimutnya dan melihat sosok hantu perempuan salah satu temannya yang meninggal itu sedang menyeringai menatapnya.
"Aaaaaaaa...!" Laila berteriak sekuat tenaga sampai tak sadarkan diri kemudian.
"Sus, itu Laila kenapa?" tanya Alina.
"Mungkin dia berhalusinasi," jawab Alda.
Suster itu lalu memeriksa keadaan Laila.
"Dia pingsan, tapi biarkan saja biar sekalian istirahat," ucap Suster Alda
Suster itu lalu pamit pergi.
"Duh, tuh suster main pergi aja."
Alina merasakan bulu tengkuknya meremang. Ia menoleh perlahan ke belakangnya karena merasa ada sesuatu yang seolah sedang memandangnya. Gadis itu langsung menelan air liurnya yang terasa berat di batang tenggorokkan kala ia melihat dua sosok mengerikan itu.
*
To be Continue…