bc

DERING

book_age18+
655
FOLLOW
1.8K
READ
murder
revenge
drama
tragedy
twisted
mystery
scary
highschool
supernatural
spiritual
like
intro-logo
Blurb

Alina mengalami koma setelah selamat dari pembantaian yang menewaskan seluruh anggota keluarga intinya. Dalam peristiwa itu suara ponsel yang terus berdering, membuatnya trauma akan benda tersebut.

Setelah bangun dari komanya, gadis itu malah dapat melihat makhluk astral di sekitarnya termasuk arwah keluarganya. Apa yang ingin mereka sampaikan pada Alina? Apakah berkaitan dengan pembunuh keluarganya?

Pembunuhan penuh misteri pun datang di sekitar gadis itu. Bagaimana ia dapat memecahkan misteri pembunuhan tersebut dan bagaimana ia dapat sembuh dari trauma akan dering ponsel?

*cover by @naviegirl

chap-preview
Free preview
Awal Mula
Malam itu, di tengah gemuruh suara petir dan hujan deras, seorang gadis berparas ayu sedang berjuang untuk bertahan hidup. Kaki ramping gadis itu melangkah menuju ke tempat persembunyian yang menurutnya aman. Ia bersembunyi di lemari bawah tangga tempat penyimpanan barang tak terpakai layaknya gudang kecil di dalam rumah besar itu. Suara derap langkah kaki tercipta dengan sangat cepat menuruni anak tangga. Isak tangis seorang gadis bernama Alina itu terdengar sesenggukan. Ia mencoba menahan dengan membekap mulutnya sendiri. Rambut hitam sepunggung itu tersibak saat ia bersembunyi di dalam lemari bawah tangga. Ia menahan deru napasnya yang seolah akan menjadi bumerang baginya. Kedua mata lentiknya gadis itu mencoba mengintip dari celah kedua pintu lemari bawah tangga yang sedikit terbuka itu. Gadis itu terperanjat saat melihat sosok tubuh perempuan mengenakan pakaian tidur terusan berwarna hijau muda yang ia kenal. Sedetik kemudian, gadis itu berusaha menahan teriakan yang ingin terlontar kala ia melihat tubuh seorang wanita itu terlihat terbaring dengan bersimbah darah. Di punggung wanita itu penuh dengan luka hujaman senjata tajam. Lebih menyeramkan lagi kala ia lihat di punggung wanita itu masih tertancap sebuah cleaver knife di sana. “Ma-Mama,” lirih Alina, ia masih mencoba menahan diri dan tak mengeluarkan suara. Seolah kedua kakinya terpaku di dalam ruangan itu sampai tak bisa bergerak meski tubuhnya gemetar ketakutan. Suara ponsel terdengar di tangan sang mama. Sosok itu menarik paksa ponsel tersebut dan meletakkannya di meja kabinet di samping hiasan keramik koleksi sang mama. Wanita yang terbaring di lantai itu masih berusaha merangkak meraih ponsel yang berdering di atas meja itu, akan tetapi sebuah guci dijatuhkan oleh sosok misterius itu tepat mengenai kepala belakang sang mama. Sosok misterius itu lantas menarik pisau di punggung wanita itu lalu mengarahkan ke arah leher wanita itu. Ia menebas leher korban bagai sang jagal yang menyembelih hewan ternak. Kepala wanita dengan rambut ikal itu lantas menggelinding sampai ke depan pintu lemari bawah tangga, tempat Alina bersembunyi. Kedua mata itu seperti menatap kosong ke arah Alina yang masih bersembunyi seraya menahan isak tangis yang ingin meledak. Tak lama kemudian, sosok misterius itu pergi. Terdengar suara pisau itu yang dibentur-benturkan ke pegangan tangga saat si pembunuh itu menuju ke lantai dua. Alina mencoba keluar dari tempat persembunyiannya dengan cara mengendap-endap. Dering ponsel itu masih terdengar, tapi Alina tak bisa temukan ponsel tersebut karena sang sosok misterius telah menggenggam ponsel itu. Tak lama kemudian, suara dentuman keras bercampur dengan suara pecahan kaca membuat gadis itu tersentak dan langsung menoleh ke asal suara. Seorang pria terjatuh dari lantai dua menghantam meja ruang tamu membuat gadis itu tersentak. Serpihan kaca dari permukaan meja tersebut berserakan. Kedua mata Alina seketika terperanjat ketika melihat pria itu adalah ayahnya. "Papa...." lirihnya. Tubuh lelaki itu terbaring dengan luka gorokan yang menganga di leher. Darah segar mengucur dari luka tersebut. Ayahnya sempat menoleh ke arah Alina sebelum menutup kedua mata dan meregang nyawa. Air mata deras mengalir di pipi gadis itu. “Aaaaaaaa…!” Teriakan seorang gadis kini terdengar dari lantai dua yang membuat Alina yakin kalau suara itu berasal dari adik perempuannya, Kaila. Gadis itu meraih sebuah patung dewa yunani kuno yang akan ia gunakan sebagai senjata. Ia melangkah dengan gemetar menaiki anak tangga. Ia bertekad untuk menolong adiknya. Namun, dirinya kembali terkejut kala melihat adiknya satu lagi yang masih berusia satu tahun sudah tergantung tak bernyawa di depan pintu kamar orang tuanya. “Adek...." Linangan air mata mengalir di pipi gadis itu seraya menyentuh wajah adik kecilnya yang sudah membiru tak bernyawa. Alina hendak menyentuh jasad adiknya. Gadis itu ingin melepas ikatan yang menjerat si adik bayi itu. Akan tetapi, teriakan adiknya yang satunya tadi kembali terdengar di beranda lantai dua. Ia segera menuju ke sana dan mendapati sosok adiknya sudah dalam posisi dicekik oleh si pelaku. Gadis belia yang berusia 13 tahun itu terlihat berusaha melepaskan diri tetapi tak bisa. Gadis itu langsung saja berusaha menyelamatkan Kaila dengan memukul si pelaku. Sayangnya pelaku berjubah hitam itu lebih kuat. Ia mendorong Alina sampai jatuh ke lantai. Kemudian, sosok itu langsung melempar tubuh adiknya ke tepi kolam renang. Kepala gadis belia itu terlihat pecah membentur bebatuan hiasan berukuran besar di tepi kolam renang itu. "Tidak...!" Alina berteriak dengan kerasnya seraya menangis. Gadis itu lantas menatap tajam si sosok misterius itu dengan penuh kebencian. “Kau, siapa kau sampai tega membunuh keluargaku?” pekik Alina. Gadis itu berusaha mencekik si pelaku berjubah hitam itu. Sayangnya tangan gadis itu langsung ditepis. Sosok misterius itu menarik rambut Alina dan membenturkan kepalanya ke dinding teras lantai dua itu. "Aaarrghhh!" pekik Alina. Kemudian tubuhnya terasa terangkat. Ia tau akan apa yang terjadi selanjutnya. Ia tak bisa mengelak lagi. Sosok misterius itu lantas melempar Alina seperti saat melempar adiknya tadi. Gadis itu terbaring tak berdaya di samping tubuh sang adik. Tetesan darah bercampur dengan bulir bening air mata itu mengalir ke permukaan lantai di samping wajah Alina. Ia berusaha menjangkau sang adik, tapi tubuhnya tak sinkron dengan perintah otaknya. Ia tak bisa mendekat menjangkau Kaila. Kedua mata adiknya terlihat terbuka, tetapi tubuhnya sudah tak bernyawa. Hari itu bagaikan memasuki sebuah neraka yang ia rasakan. Ia kehilangan seluruh keluarganya dan mendapati semuanya mati di depan kedua matanya sendiri. Detik itu juga Alina menyerah. Ia ingin hidupnya berakhir menyusul seluruh keluarganya yang sudah pergi lebih dulu. Dering ponsel itu kembali terdengar saat kedua mata gadis itu sempat menatap ke wajah adiknya yang sudah tak bernyawa sebelum ia akhirnya kedua matanya menutup. Alina tidak sadarkan diri kemudian. * Satu bulan berlalu setelah kejadian mengerikan di rumah Alina. Pagi itu, Alina berusaha mengerjap-ngerjapkan kedua matanya. Sorot lampu ruangan itu mampu membuatnya merasa silau. Sampai alam sadarnya kembali, ia menelisik tiap sudut ruangan kamar perawatan itu. Tubuhnya masih terasa sakit dan nyeri terutama di bagian kepala gadis itu. Ia menatap ke pergelangan tangan kirinya yang dipasang selang infus. Ia kini paham sedang berada di mana saat itu. Alina langsung menangis kala mengingat kematian keluarganya. "Kenapa, kenapa aku tidak mati?" Lirih gadis itu seraya menatap langit-langit kamar perawatannya. "Dokter, Dokter pasien sadar." Suara seorang suster membuat Alina merasa semakin terjaga. Ia menoleh ke arah suara tersebut. Dilihatnya seorang Dokter pria bernama Ridwan, sesuai yang tertulis pada tanda pengenal dokter tersebut, menghampiri gadis itu. Ia memeriksa kondisi dari gadis yang masih terbaring lemah itu. Dua orang suster di kanan dan kiri ranjang tempat gadis itu terbaring juga bersiaga mengecek keadaan Alina. Mereka sigap dengan segala perintah sang dokter. "Syukurlah akhirnya kamu sadar juga," ucap Dokter Ridwan. Dokter itu menempelkan stetoskop pada d**a gadis itu untuk mengecek detak jantung dan kondisi tubuhnya. "Semuanya baik suster, coba nanti mulai kasih makanan yang lembut ya, Sus." "Baik, Dokter," sahut kedua suster itu bersamaan. "Oke, kalau gitu saya pamit dulu, nanti kabari lagi perkembangan gadis ini," ucap pria itu. Dokter itu tersenyum pada Alina, lalu ia melangkah pergi ke luar dari ruang perawatan gadis itu. Namun, saat di depan pintu langkah pria itu terhenti dan menoleh ke arah dua suster tadi. “Oh, iya, jangan lupa beri tahu pihak kepolisian kalau gadis ini sudah bangun dari koma,” tegas Dokter Ridwan, lalu ia melanjutkan lagi langkahnya menjauhi ruangan itu. * To be Continue…

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
203.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
219.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
19.5K
bc

JIN PENGHUNI RUMAH KOSONG LEBIH PERKASA DARI SUAMIKU

read
4.4K
bc

My Secret Little Wife

read
115.9K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
19.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook