Awal permusuhan

1623 Words
Zui bangun dengan senyum manis di wajahnya, hari ini adalah hari dimana Ayahnya akan memberikan ponsel baru sebagai hadiah atas prestasinya di sekolah Zui segera mandi dan bersiap dengan seragam sekolahnya. Gadis itu segera turun dari kamar yang berada di lantai dua untuk sarapan "Selamat pagi, Bunda," ucap Zui lalu memeluk Rihana "Pagi, Sayang. Seneng banget putri Bunda." "Iya dong, Bun. Hari ini kan, Ayah janjiin sesuatu buat Zui." Rizuka menuju ke meja makan sambil menunggu ayahnya keluar dari kamar. Tudung saji yang berada di atas meja di bukanya dan. Taraa "Wow, Bunda. Ini ponsel Zui?" tanyanya takjub. Rihana tersenyum dan ikut duduk di sampingnya. "Iya, tapi Zui janji, ya. Harus lebih giat lagi belajarnya. Bentar lagi kamu lulus loh, Sayang." "Iya, Bunda. Zui janji," ucapnya sumringah Mahendra ikut bergabung dan melihat betapa bahagianya putrinya dengan hadiah pilihannya. "Bagus nggak?" tanya Mahendra dan mengelus dengan sayang rambut Rizuka "Bagus banget, Yah. Makasih," Zui mencium pipi Ayahnya. Kebiasaannya sedari dia kecil, Zui tidak sungkan dan melakukannya hingga remaja. "Buka dong, coba lihat galerinya," ucap Mahendra. Zui mengerutkan kening. "Ponselnya kan baru, nggak mungkin ada fotonya." "Buka aja," ucap ayahnya lagi. Zui menurut dan langsung mengotak-atik ponsel barunya. Netra gadis itu berembun kala melihat foto-foto dirinya di dalam sana. Mahendra menoleh ke Rihana, istrinya terharu melihat mata putrinya berkaca-kaca. Di dalam ponsel itu, Mahendra memasukkan foto-foto Rizuka saat putrinya masih bayi hingga sekarang, ada foto Zui saat ultah yang pertama hingga ultah tahun kemarin. Ada juga foto Zui saat sedang sakit dan saat mereka liburan. "Ayah, kok bisa Ayah ngumpulin semuanya?" tanya Zui. Mahendra tersenyum dan mengenggam tangan Zui. "Ayah sengaja mengabadikan moment-moment bahagia dan saat penting agar kamu bisa melihat kasih sayang Bunda dan Ayah sama kamu, Nak." Zui memeluk Ayahnya erat. "Terimakasih, Ayah. Terimakasih, Bunda. Terimakasih kalian udah jadi orang tua yang hebat untuk Zui." "Sama-sama, Sayang. Oh iya, ada nomor ponsel Ayah dan Bunda juga di sana." "Oke, tapi kalau Zui bawah ke sekolah, temen-temen Zui pasti ngetawain Zui, Yah." "Kenapa?" "Karena ada foto bayinya." "Ya udah, jangan di bawah aja, Ayah juga beli buat kamu, bukan buat temen-temen kamu atau ponselnya di simpan di rumah saja. Di bawah ke sekolah nanti kamu nggak fokus belajarnya, Sayang." Rizuka menghela napas, namun yang di katakan Ayahnya benar juga. "Baik lah, Yah." Zui segera membawa ponselnya ke kamar dan kembali lagi ke bawah. "Ayah sudah hampir terlambat, Zui mau berangkat bareng atau bagaimana?" Letak sekolah Zui dan rumahnya tidak terlalu jauh, Gadis itu melihat jam tangannya. "Zui jalan kaki, aja, Yah." ucapnya cengengesan. "Oke, sampai jumpa nanti malam," ucap Mahendra dan mencium putrinya. Tidak lupa dia juga mencium kening Istrinya. "Jaga diri di rumah, ya, Bund." "Iya, Yah." Jawab Rihana "Ih, so sweet banget udah tua juga," ledek Zui. "Tau aja, nih, yang sweet. Bunda kamu memang sweet." "Ayah Swett yang mana Zui atau Bunda?" ucapnya tak ingin kalah. Rihana tersenyum mendengar pertanyaan itu. "Manisan Bunda lah, kamu kan buatannya Bunda." "Ih, Ayah. Ngeselin," "Gimana mau punya Adik, sama Bunda aja cemburuan." "Mas, udah. Nanti telat, sana berangkat," Rihana melerai keduanya. Mahendra bisa melihat senyum simpul yang berusaha di sembunyikan oleh Zui. "Ayah berangkat," ucapnya lalu keluar. Tak lama deruh mesin mobil terdengar menjauh. Rizuka bangkit dari tempat duduknya. Cup Zui mencium pipi sang Ibunda. "Bunda memang manis," ucapnya lalu berlari keluar. "Zui berangkat, Bunda." "Hati-hati di jalan, Sayang," ucap Rihana Zui tersenyum sepanjang jalan mengingat ucapan sang Ayah. "Ayah bener-bener cinta mati sama, Bunda," [Flashback ON] Pertemuan pertama Bisma dan Rizuka di pertigaan arah menuju sekolah. Tempat itu selalu menjadi tempat favorit bagi Zui untuk nongkrong di pagi hari. Seperti pagi ini. Namun, ada yang berbeda kali ini. Tiba-tiba, Pletak. Sebuah sepatu baru saja melayang mengenai kepala gadis itu. "Auw sakit," Rizuka meringis kesakitan. Gadis itu menoleh mencari siapa yang telah melempar sepatu itu kepadanya. Zui mengusap kepalanya. Selama dia sekolah, baru kali ini Rizuka ketibang sial. "Siapa nih, pelakunya! Kurang kerjaan banget," kesalnya. Zui memegang sepatu yang telah menimpuk kepalanya, seorang Pemuda berjalan tergesa-gesa ke arah tempat dia berdiri. Sambil berjinjit pemuda itu meminta sepatu yang ada di tangan Zui. "Eh Lo, siniin sepatu gua!" Bentaknya. Dia adalah Bisma Angkasa seorang murid baru pindahan dari sekolah lain. Bisma seorang pemuda yang selalu tertinggal kelas, harusnya sekarang Bisma telah duduk di bangku Kuliah. Tapi karena kenakalannya dan hobi ngeband. Bisma jadi tertinggal dalam pembelajaran. "Eh, budek lo, ya! Siniin sepatu gua, dasar cewek aneh!" ucapnya pada Zui. "What! Lo ngatain gua aneh!" Zui terbelalak tidak menyangka dengan ucapan pemuda yang baru di temuinya itu. "Terus apa! Kalau bukan aneh, budek lo ya, balikin sepatu gua," hardiknya. Rizuka tak pernah menyangka akan bertemu orang yang senga seperti pemuda yang ada di hadapannya itu. "Denger, ya. Lo, harus minta maaf ke gue, gara-gara sepatu jelek lo ini, kepala Gue jadi benjol." "B O D O. Bodo amat!" ucap Bisma tak menghiraukan. Rizuka di buat naik pitam dengan kelakuan cowok ngeselin itu. "Oh ya, kalau gitu sama dong!" ucapnya dengan senyum mengejek. "Maksud lo, apa?" Dengan senyum sinis Rizuka mengambil ancang-ancang dan melempar sepatu Bisma entah kemana. Hup Sepatu itu hilang tanpa jejak. Sontak pemuda itu sangat kesal dengan kelakuan gadis bar-bar yang tak punya etika menurutnya. "Gila lo, ya!" ucap Bisma kesal. Rizuka melipat tangan ke dadanya dengan santai. "Oh ya, lo yang ngajarin gue, B O D O. Bodo amat," ucapnya lalu melengos pergi. Wajah Bisma kini merah padam. Entah mimpi apa pemuda itu semalam hingga bertemu peri jahat sepagi ini. Ting ... ting ... ting .... Suara lonceng tanda masuk kelas telah berbunyi. "Wow, udah masuk aja, sampai jumpa dan selamat mencari sepatu jelek, lo." Rizuka menjulurkan lidah meledek Bisma sebelum pergi. Gadis itu kini berlari kecil karena pagar akan segera di tutup. "Dasar cewe gila!" teriak Bisma frustasi. Bisma merasa sangat sial, niat hati melempar copet dan membantu orang lain. Dia malah harus kehilangan sepatunya di hari pertama ke pindahannya. Dengan dongkol pemuda itu harus mencari kemana sepatu mahalnya melayang, "Ish, andai gua nggak di pindahin Bokap kesini," gerutunya. "Andai gua nggak ketemu cewek hutan itu, nggak ada etika, emang." Rizuka berhasil masuk ke kelas tampa terlambat, hatinya kian gondok karena ritual paginya di ganggu dengan cowok rese tadi. Zui memiliki kebiasaan menunggu lampu lalu lintas berganti dengan warna kuning, ritual yang selalu dia lakukan selama tinggal di kawasan itu. Zui sangat menyukai warna kuning. Warna itu terlihat sangat cantik di matanya. *** Sorak dan keributan siswa dan siswi terhenti saat wali kelas masuk bersama seorang siswa baru. Zui sedang fokus pada buku bacaannya, hingga tidak menyadari kehadiran seorang lelaki di depan sana. "Selamat pagi anak-anak," sapa Bu Vita. "Pagi, Bu," ucap Zui dan teman-temannya secara serentak. Gadis itu terbelalak saat melihat cowok rese yang menimpuk kepalanya berdiri di depan kelas. "Kali ini kita kedatangan siswa baru pindahan dari kota, harap kalian membantunya jika dia bertanya sesuatu." "Baik, Bu," ucap teman-teman Zui. Rizuka memincingkan mata menatap pemuda yang ada di depan sana. "Baiklah, perkenalkan namamu," titah wali kelas pada Bisma. "Hay, perkenalkan nama gua Bisma Angkasa, gua pindahan dari kota," ucapnya pendek. Zui menatapnya dingin. "Hay Bisma," sapa cewek-cewek centil di sekitar Zui. "Baiklah, silahkan duduk," ucap Bu Vita, guru agama di sekolah itu. Bisma baru memperhatikan Zui. . "Elo!" ucapnya spontan kalah melewati gadis itu. Bisma terbelalak dia tidak menyangka bahwa dia akan duduk satu ruangan dengan cewe bar-bar yang telah mengerjainya. Nana dan Duwi menatap mereka bergantian. "Ada apa, Bisma?" tanya Bu Vita melihat keduanya yang saling melotot. Zui membalas tatapan Bisma, gadis itu tidak gentar meski dia tahu kalau tingkahnya memang agak keterlaluan. "Dasar cewek gila," ucap Bisma kesal Zui akan membalasnya, namun Bu Vita datang mendekat. "Kalian saling kenal?" tebak sang wali kelas "Enggak, Bu. Tadi kita kebetulan ketemu saat ada orang gila kehilangan sepatu," ucap Zui. Teman-temannya tertawa namun tidak pada Bisma. "Orang gila kehilangan sepatu, ada-ada aja, kalian ini." Bu Vita ikut tertawa mendengar cerita Zui. "Iya, Bu. Terus ada perempuan yang lebih gila lagi bawah sepatu orang yang di anggap gila itu." Tawa siswa dan siswi yang ada di ruangan itu makin pecah mendengarnya. "Jadi maksud kalian, kalian bertemu dengan dua orang gila begitu?" "Enggak, Bu," ucap Zui dan Bisma bersamaan. "Yang gila, cowoknya," ucap Zui. "Nggak, yang lebih gila ceweknya," ucap Bisma tidak mau kalah. "Udah stop," ucap Bu Vita. "Bu, coba tanyain. Orang gilanya kenalan nggak, siapa tau jodoh," timpal murid yang lain. Murid satu kelas kembali tertawa termasuk kedua sahabat Zui. Pipi Zui merona karena malu. "Udah sebaiknya kalian duduk, soal orang gila jangan di bahas di kelas saya," ucap Bu Vita dan kembali ke depan. Bisma terus menatap Zui. Gara-gara Gadis itu, Bisma harus melompati pagar dan mencari sepatunya ke semak-semak. Nyebelinnya lagi, Bisma mendapat kursi tepat di belakang Zui. "Ish, kenapa gua pake satu kelas sama dia, sih," ucap keduanya berperan dengan batin masing-masing. Kedua sahabat Zui menatap mereka dengan tanda tanya besar. Pelajaran pertama berjalan dengan lancar. Ting ting ting Lonceng tanda istrahat berbunyi. "Baiklah, kita akan setor hafalan saat pelajaran agama yang akan datang," ucap Bu Vita mengakhiri kelasnya. "Baik, Bu." Bu Vita keluar dari kelas dan di susul siswa siswi lain yang akan ke kantin. Bisma belum beranjak dari kursinya demi menunggu Zui mengatakan maaf. "Zui ke kantin, yuk," ajak Nana. "Yuk," ucap Zui lalu berdiri. Bisma bangkit untuk menahannya, tapi siswa-siswi yang lain lebih dulu menahan langkah Bisma. "Hay, nama gue Lala," "Gue, Nincy." "Gue, Clara," ucap ketiga siswi itu memperkenalkan diri. "Gua Bisma, sorry, ya. Gua ada urusan, gua tinggal dulu," ucap pemuda itu. Bisma segera keluar dari kelas dan mencari keberadaan Zui. "Oh iya, dia bilang mau ke kantin, kan. Dia pasti berada di sana." Bisma mencari kantin yang ada di sekolah itu, setelah bertanya ke siswa-siswa yang di temuinya akhirnya Bisma menemukan Zui.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD