Ujian Level Ar dtús III

1675 Words
"Ujian Level Ar dtús" babak ketiga. Ujian apakah ini? Bagaimanakah kelanjutan cerita mereka? Apakah yang akan para leveler lalui selanjutnya? Apa yang akan terjadi di "dalam sana" setelah ini? Temukanlah jawabannya dan... selamat menikmati. +++++++ Kedua pemuda itu pun memutuskan untuk melepas sepatu mereka. Melanjutkan perjalanan di tanah yang lembab dalam kondisi telanjang kaki. Guna meminimalisir munculnya suara yang tidak diperlukan. Akan tetapi, tanpa mereka sadari. Makhluk yang seperti anjing raksasa itu telah membuka mata. Dan dengan insting yang tajam merasa terusik. Namun, makhluk itu tetap tak beranjak dari tempatnya hingga memunculkan “zona aman” palsu untuk dua calon makan siangnya. Seth dan Luke terus berjalan menembus suasana remang-remang hutan. Suatu dunia antah berantah yang memiliki atmosfer begitu mudah menjatuhkan dalam kesesatan. Luke ingin segera menemukan jalan keluar dari semua kemuakan ini. Maka ia melangkah dengan lebih tergesa-gesa. Meninggalkan sang partner yang memilih untuk lebih mengawasi sekeliling agar tak menimbulkan masalah. Sekalipun membuatnya melangkah jauh lebih lambat. Alon alon asal kelakon. Prinsip yang selalu ia pegang teguh di mana pun ia berada. Keduanya juga masih berbicara meski sendiri sendiri seperti orang tidak waras. “Lisa BlackPink menikah dengan Luke Lachlan karena ia patah hati pada pacarnya yang terdahulu dan akhirnya memutuskan untuk mengubah kewarganegaraan menjadi penduduk Inggris Raya. Setelah satu tahun menikah Lisa melahirkan anak laki-laki yang di masa depan akan menjadi pejabat bangsawan Inggris Raya. Tak lama kemudian Lisa akan melahirkan anak kedua. Seorang gadis cantik yang di masa depan akan menjadi ballerina sekaligus idol kpop sepertinya ibunya,” ucap Luke. Ia berkata dalam hati, aku pasti akan sungguhan tidak waras andai saja bisa benar-benar keluar dari semua kegilaan ini. Aku harap semua yang terjadi ini hanya mimpi, harap pemuda itu. Sementara rekannya… “Paman makan angsa… angsa di kuali… si angsa berkata bahwa ia belum ingin mati… setelah itu si angsa pun hidup lagi… bersama si paman mereka mulai menari-nari… ke sana dan ke sini untuk menghindari badai api yang tengah menyerbu bumi. Aku juga tidak peduli. Saat ini aku hanya ingin makan ayam cemani bali. Hui hii hii hii,” ucap Seth. Bingung ingin mengatakan apa lagi agar badai tak turun untuk yang kesekian kali. Ia berkata dalam hati, mungkin aku bukanlah siapa pun di dunia ini. Aku hanya seorang kuli panggul “menyedihkan” yang mencari nafkah di pasar tradisional. Mungkin kematian orang seperti aku tidak akan memberi banyak dampak pada putaran rotasi bumi. Akan tetapi, meski begitu aku harus tetap bertahan. Aku harus kembali dalam keadaan yang seperti sebelumnya. Sekalipun itu hanya untuk mereka yang bukan “siapa-siapa”, harap pemuda itu. “AAAAAKH---…!!!” pekik Luke tiba-tiba. Di posisinya yang berada cukup jauh di depan Seth. Lokasi mereka berdua berada kini memang sudah lumayan jauh dari monster berwujud anjing raksasa itu. Tapi, di tengah hutan yang sangat sepi seperti ini. Rasanya suara sekecil jarum jatuh pun bisa terdengar seperti menggunakan toak. “Hah?!” Seth segera mempercepat langkahnya untuk menghampiri Luke dari belakang. Drap drap drap drap drap drap drap. Dan… ups! Nyaris saja ia ikut berteriak juga karena menginjak beragam duri dan potongan dahan tanaman yang tajam di tanah. Pemuda kaukasian itu sendiri tengah meringkuk kesakitan dengan kaki yang mengucurkan darah segar. Benar-benar situasi yang tidak menguntungkan. Kelihatnnya hewan raksasa yang mereka lihat sebelumnya bukan vegetarian. Bisa bahaya jika dia sampai mencium jejak darah pemuda itu. Aku harus membantu orang ini, putus Seth. Ia langsung menyobek kain pakaiannya sendiri untuk ia lilitkan di telapak kaki pemuda berambut merah itu. Karena situasi sedang kacau seperti ini. Luke berusaha keras menahan diri (malah) agar tidak mengeluarkan suara. Alhasil membuat keduanya jadi lupa untuk terus berbicara. Alhasil hujan badai yang diiringi oleh sambaran petir dan angin kencang kembali muncul. “Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang!...” hanya itu yang bisa Seth ucapkan untuk menghentikan amukan badai. “Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang! Tenang!...” “HHH…!!! HHH…!!! HHH…!!! HHH…!!! HHH…!!!” Seth tersenyum melihat Luke. “Aku akan menggendongmu. Naiklah ke…” Bukannya melakukan yang Seth perintahkan. Luke malah gemetar hebat dan menunjuk ke belakang tubuh Seth. Sosok anjing chupacabra raksasa itu berdiri tepat di sana. Seth menoleh dan… “KABOOORRR!!!” teriaknya sambil menggendong asal tubuh Luke. DRAP! DRAP! DRAP! DRAP! DRAP! DRAP! DRAP! DRAP! DRAP! DRAP! DRAP! DRAP! DRAP! DRAP! DRAP! Tubuh Luke memang “terhitung” cukup ringan. Tentu saja jika dibanding dengan beban yang biasa pemuda itu bawa ketika melakoni pekerjaan sebagai kuli panggul pasar induk tradisional. Tapi, ia belum pernah membawa tujuh karung beras sambil dikejar-kejar oleh anjing. Anjingnya anjing raksasa yang menghisap darah lagi. Ia berusaha mencari pepohonan berdahan besar yang tumbuh agak rapat untuk memperlambat gerak monster itu. Untung saja strategi tersebut berhasil. Hewan yang memiliki tinggi paling tidak lebih dari lima meter itu harus menghancurkan berbagai macam pohon dan tanaman yang jadi penghalang dulu. Demi mendapatkan calon “makan siangnya”. “GROAAAARRR!!!” suara hewan itu masih terdengar keras meski telah berada di kejauhan. Seth sangat bersyukur karena kondisi fisiknya selalu prima akibat bekerja sebagai kuli panggul. Ia memang tidak bisa bertarung. Tapi, ia memiliki kaki yang kuat dan juga cepat. bukanhanya itu punggung dan lengannya juga kuat. Massa otot di tubuhnya pun jauh lebih banyak timbang lemak trans. Semua memang menguntungkan. Tapi… “Seth, aku bisa melihat sepasang telinga runcing dan bola mata merah bercahaya makhluk separuh (atau memang?) iblis itu sekitar sepuluh meter di belakangmu,” beritahu Luke berbisik. “Langkahku pasti bisa lebih cepat kalau tidak ada beban,” ucap Seth dengan pandangan nyaris putus asa. Wajah dan tubuhnya basah oleh keringat. “Jangan tinggalkan aku, Seth!” pinta Luke mengiba, “Aku tidak mau mati.” “Kau… tidak mau… mati?” tanya Seth. Luke menganggukkan kepala cepat. Mempererat pegangan ke leher Seth yang kuat. “Kalau begitu pakailah… sepatumu!” pinta Seth. DRAP DRAP DRAP DRAP DRAP DRAP DRAP DRAP DRAP DRAP DRAP DRAP DRAP DRAP DRAP DRAP DRAP DRAP DRAP DRAP DRAP!!! Anjing chupacabra raksasa itu semakin memperpendek jarak diantara mereka. Luke yang ada di punggung Seth sampai kena cipratan air liurnya. Wekhs, sangat menjijikkan, batin pemuda itu. Tiba-tiba Seth menjatuhkan tubuh Luke ke tanah. Bruuuakh. Luke yang tak sempat kaget langsung kembali bangkit dan berlari ke arah yang berbeda. Menahan rasa saking yang menggila di kakinya. Namun, hal yang tidak biasa terjadi. Karena monster besar itu tak balik mengejar ia yang (seharusnya) menguarkan aroma darah. Melainkan ia tetap mengejar Seth. Yang kini memang mampu berlari jauh lebih cepat. Tapi, ya tetap saja. Rasanya sudah sekitar setengah jam pemuda itu berusaha untuk kabur dari kejaran dan serangan monster itu. Sambil terus membopong tubuh Luke pula. Kini ia sudah terlalu lelah. Mana dalam “game” ini tidak ada fitur penambah energi. Ditambah ia harus terus bicara agar tak mendatangkan hujan, badai, angin, dan petir atau yang semacam itu. Yang bisa jadi malah hanya akan semakin menghalangi usaha pelariannya. Monster ganas itu terus mengejar dan memperpendek jarak dengan sang buruan. Suara langkahnya terdengar berat dan begitu mengintimidasi. Seth mulai merasa bahwa pandangannya jadi terasa buram. Kaki yanga terlalu lelah. Entah sudah berapa lama ia berjalan sejak tiba di hutan antah berantah. Dari kejauhan Luke tetap terus mengamati keberadaan Seth. Langkahnya terlihat semakin pelan. Gontai. Dan akhirnya… “HAP!” “Hah…?” Deg. Luke tak bisa bergerak lagi saat menyaksikan dengan kedua matanya sendiri. Tubuh Seth menghilang dari pandangan. Apa dia bisa melarikan diri? Tapi, kalau dia melarikan diri harusnya anjing chupacabra raksasa sialan itu mengejar, bukan? Monster itu terlihat biasa saja dengan posisi moncong menjorok ke tanah. Pikiran Luke benar-benar ruwet kala itu. Ia ingin segera berlari menjauh. Tapi, kakinya yang semakin infeksi seperti tak kuasa lagi untuk melangkah. Ia jadi kembali mempertanyakan realitasnya. Apakah ia benar-benar masih hidup? Tempat macam apa ini sebenarnya? Apa terdapat padanan kata yang mampu mewakili tempatnya berada kini? Ceantar Ghleann Dail? Area Glendan? Apa hal semacam itu benar-benar ada di dunia nyata? Sial! Kenapa semua ingatan sebelum ia tersadar di tempat terkutuk ini lenyap? Siapa dia? Seth benar-benar mati. Ia juga akan mati sampai tak bisa keluar dari sini. Apa? Apa? Apa? Apa yang harus ia lakukan? Petir mulai kembali bersahut-sahutan. Rintik hujan dan badai kembali menghajar tempatnya berada kini. DDDRRRRSSSSHHH. Luke berusaha merangkak menjauhi tempat kejadian perkara gugurnya Seth. Seth mati karena menyelamatkan dirinya. Meski sampai sekarang ia tidak tau kenapa chupacabra b******k itu tetap mengejar Seth. Apa karena Seth berlari lebih kencang darinya? Bukankan anjing akan mengejar orang yang berlari? Apa saja. Ia sudah tidak peduli. Ia hanya ingin secepatnya sadar dari mimpi buruk ini. Dan kembali ke kehidupannya yang “bahagia”. “GRRRHHH… GRRRHHH… GRRRHHH…!!!” Glek. Wajah Luke sudah basah oleh hujan, air mata, ingus, semua bercampur aduk memperburuk penampilannya. Ia sudah tidak tahan lagi. Kenapa hal segila ini harus terjadi dalam hidupnya? Ia bertanya. Semua orang juga mempertanyakan hal yang sama. Diputar lehernya ke belakang. Diredam oleh suara badai yang terus bersahutan. Ia tak sadar bahwa anjing chupacabra raksasa itu sudah berada tepat di belakangnya. HHHKKKHHH… mendenguskan nafas yang beraroma darah dan daging segar. Apakah itu aroma manusia? Entahlah. Siapa tau. “Maaf… maafkan aku… aku tidak akan mengulanginya lagi… ampuni aku…” rintih Luke tepat saat monster itu membuka rahangnya yang sangat besar. Diisi oleh deretan gigi yang runcing dan juga kuat bagaikan tombak. Begitu tajam seperti kapak. Ditambah permukaan lidah makhluk itu yang ditumbuhi oleh duri-duri tajam seperti lidah seekor singa. Ia tersenyum nelangsa. “Tampaknya kematianku tidak akan jadi pengalaman menyenangkan…” Apa hal ini juga yang dialami oleh Seth barusan, tanyanya tanpa suara sebelum memejamkan mata dan… +++++++ "Kematian macam apa yang akan merekan alami di dunia yang asing itu? Akankah Seth dan Luke mampu mencapai kehidupan surgawi yang selama ini mereka pelajari? Samakah tanah rerumputan (alam baka) di dunia ini dan dunia nyata? “Apa tujuan dari semua kejadian ini? Misteri apa yang tersimpan dari alam semesta? Yang rasanya belum semua sempat digali oleh para manusia..."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD