Ujian Level Ar dtús I

1074 Words
Seth dan Luke sudah berada di dalam medan pengujian pertama mereka. Medan pengujian yang harus para leveler selesaikan agar bisa naik ke level selanjutnya. Tús Rud ar bith agus Athbhreithe sendiri telah mengatakan dengan tegas bahwa: “Untuk keluar dari sini kalian harus mencapai level tertinggi Ceantar Ghleann Dail dan bertemu dengan Úinéir na bhFlaitheas agus Talamh an Túir Dhiaga.” Beberapa saat sebelumnya. ` ` ` Seth dan Luke tengah tertidur di kamar karena bosan. Entah sudah berapa lama waktu mereka lewati di tempat itu. Saat terbangun tiba-tiba mereka berdua sudah berada di suatu ruangan yang seluruh bagian dari interiornya memiliki warna putih. Mirip dengan aula putih yang menyapa mereka saat pertama tiba di Ceantar Ghleann Dail atau Area Glendan. Tapi, ruangan kali ini tampak lebih kecil dan terdapat meja dan bangku sekolah berwarna abu-abu di sana. Sekalipun tanpa perintah. Orang-orang yang tersadar di lantai seolah mengerti dan beranjak menduduki bangku itu. Berdekatan dengan pasangannya masing-masing. Bangku tempat mereka duduk tiba-tiba bergerak sendiri dan membentuk formasi lingkaran. Lantai tampak seperti air yang sangat licin dan memiliki kilatan seperti permata. Di bagian tengah di mana tak terdapat satu pun benda. Lagi-lagi tubuh “entitas” Tús Rud ar bith agus Athbhreithe muncul dari ketiadaan. Dari suatu khampaan. Seperti big bang yang melahirkan suatu tanda tanya baru. Apa lagi yang akan terjadi pada kita? Apa lagi yang akan terjadi pada kita? Apa lagi yang akan terjadi pada kita? Apa lagi yang akan terjadi pada kita? Apa lagi yang akan terjadi pada kita? Apa lagi yang akan terjadi pada kita? Apa lagi yang akan terjadi pada kita? Tak ada yang bisa menjawab tak peduli bagaimana pertanyaan itu terus berkecamuk dalam d**a. Tidak juga ada yang mampu menggerakkan satu pun bagian dari tubuh mereka. Apalagi melakukan sikap sembrono seperti tempo “hari” kala menghadapi situasi tidak biasa kali ini. KALAU KEADAANNYA SUDAH JADI SEPERTI INI. SUDAH PASTI INI BENAR-BENAR BUKAN DUNIA TEMPAT KITA BERASAL, ‘KAN???!!! Situasi ini… kondisi ini… hawa ini… atmosfer mencekam karena ketidaktahuan akan kenyataan ini… semua ini… Haaahh… Semua orang tampaknya sudah benar-benar pasrah. Mimpi? Lucid dream? Alien? Dunia lain? Dimensi lain? Beragam hipotesa lahir di setiap kepala. Sampai rasanya… sudah kehabisan kata. Kehabisan “alasan” untuk menghadapi realita. Apa saja, lah! Mental kebanyakan orang di sana sudah terlalu lelah dan syok dalam menghadapi hal yang teramat sangat g-i-l-a ini. Luke mengamati situasi dan kondisi disekitarnya dengan sangat cermat dan serius. Tak seperti Seth yang malah sekujur tubuhnya sudah gemetar hebat. Hhh… hhh… hhh… Semua itu karena takut, khawatir, dan perasaan anxiety (cemas akut) yang bercampur menjadi satu. Apakah berlebihan? Tentu saja tidak. Karena kenyataan memang selalu memberi hal-hal yang tidak pernah disangka oleh manusia. Menunjukkan betapa kecilnya mereka dalam aturan susunan jagat raya yang begitu mulia. “Wahai penduduk Bumi!” seru Tús Rud ar bith agus Athbhreithe dengan suara yang berat dan sangat “bersahaja”. Kepada semua manusia di tempat itu. Para tawanannya, “Saat ini kalian akan menapaki langkah pertama menuju pertemuan dengan Úinéir na bhFlaitheas agus Talamh an Túir Dhiaga. Bagi siapa pun yang memilih untuk memiliki sikap lemah serta mudah menyerah. Maka tidak diragukan lagi akan mudah untuk kalah. Barang siapa yang memilih untuk tidak kuat dalam pendirian akan sangat mudah untuk ditumbangkan. Akan tetapi, barang siapa yang terus bertahan dalam menghadapi segala ujian. Maka cepat atau lambat ia akan menemukan kemenangan yang selalu didambakan. “Selamat berjuang, para leveler,” tutup entitas itu. Mengakhiri “khotbah” pembukanya. Yang entah selanjutnya akan bagaimana. Bzztt. Tubuh Tús Rud ar bith agus Athbhreithe menghilang dari hadapan semua orang. Luke mengamati bahwa terdapat orang-orang yang menangis diantara mereka. Mulai dari yang hanya sesenggukan. Huu… huu… huu… Sampai yang meraung-raung. HWAAA… HWAAA… HWAAA… TOLONG AKU! SELAMATKAN AKU! Aku masih ingin hidup. Kami semua masih ingin hidup. Tidak selesai di sana. Ada juga yang kedua pandangan matanya begitu kosong dan hampa. Seolah raga yang telah kehilangan jiwa. Ada yang tampak marah dengan sejuta ketidak setujuan di raut wajahnya. Ada yang berusaha untuk tenang dan bersikap pasrah saja: Karena tidak ada yang bisa mereka lakukan juga, ‘kan. Ada juga yang sangat jelas tampak depresi seperti orang yang ada di sampingnya. Ada juga yang terlihat “cool” dan mampu menjaga sikap karena merupakan tipe pengamat seperti dirinya. Hhaahh… semuanya ada. Dan semua hal rasanya bisa saja terjadi. Ketika seorang manusia sudah dipaksa untuk menerima bagaimanapun juga kelanjutan takdir hidupnya. Tertawa atas penderitaan. Menangis karena kebahagiaan yang terasa tidak realistis. Hidup. Ini adalah hidup. Hal apa pun yang terjadi baik di dunia “ini” maupun di kehidupan biasa. Semua adalah bagian “pendek” dari perjalanan hidup, bukan?. Bzzt! Bzzt! Bzzt! Bzzt! Bzzt! Bzzt! Bzzt! Bzzt! Bzzt! Bzzt! Bzzt! Bzzt! Bzzt! Bzzt! Bzzt! Bzzt! Bzzt! Bzzt! Bentuk fisik tubuh satu demi satu orang di ruangan itu tiba-tiba menghilang. Satu leveler disusul oleh leveler yang menjadi “rekan” mereka. Kejadiannya persis seperti Tús Rud ar bith agus Athbhreithe. Luke mendengar orang-orang yang berteriak kalut berusaha melepaskan diri dari kursi tempat mereka duduk. Aaaaaakh! Aaaaaakh! Aaaaaakh! Lepaskan aku! Selamatkan aku! Apa yang akan terjadi padaku???!!! Tapi, tentu saja gagal. Pada akhirnya mereka yang berteriak dan berusaha memberontak pun hanya menjadi salah satu dari leveler yang tubuhnya menghilangdan lenyap entah ke mana. Luke melirik ke arah Seth. Ia melihat seperti “ada” nyawa yang sudah siap keluar dari hidungnya. Wajah pemuda itu tampak begitu pucat pasi dan iris matanya juga seperti lenyap! “SETH! SETH! SETH!” panggil Luke di tengah situasi tempat itu yang sangat chaos (kacau balau). Untung saja nyawa pemuda itu segera terhirup masuk lagi ke dalam hidung. “I, I, Iya, apa? Bagaimana? Apa kita sudah mati? Apa ini alam baka???” tanyanya kalut. “Apa kau bisa beladiri? Apa saja,” tanya Luke. Seth langsung menjawab dengan yakin, “Tentu saja… tidak! Aku ini hanya bærere (kuli panggul) di pasar induk tradisional, Luke. Dilihat dari luar saja sepertinya kita ini beda level ya di dunia nyata. Kenapa kau menanyakan hal seperti itu?” tanya Seth balik. Luke tertawa lirih dengan raut wajah putus asa. “Ha ha ha. Tidak apa-apa, sih. Aku hanya punya firasat kalau kemampuan beladiri dan bertarung mungkin akan sangat kita butuhkan dalam bertahan hidup di tempat sial ini,” jawab pemuda itu dengan wajah yang berusaha dibuat santai, tapi kedua kelopak matanya meneteskan cairan asin air mata. Bzzztt! Dan tubuh mereka berdua pun turut menghilang seperti para leveler yang lain.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD