16. Afrah ( Rasa Kecewa )

1232 Words
Perumahan Komplek Pelita Indah. Blok A. Pukul 20.01. Jakarta Utara. Afrah?" Aku menoleh ke arah pintu. Aku menatap Fara dari ujung kepala hingga ke kaki. Fara sudah cantik. Syar'i yang di pakainya sangat anggun. Harganya pasti mahal. "Sudah siap?" "Ha?" Fara memasuki kamarku dengan santai. Seolah-olah kami adalah kawan lama yang sering bermain. Fara duduk di pinggiran ranjang milikku. "Kamu sudah siap?" Aku mengangguk. "Em sudah." "Kalau begitu cepat pakai cadarmu! Ah rasanya aku tidak sabar melihat buku-buku diskonan dibazar nanti. Bahkan Mama titip buku resep masakan nusantara kalau ada." Aku hanya diam melihat Fara yang begitu antusias. Sebelumnya aku paling jarang untuk keluar rumah di malam hari. Awalnya Bunda memang melarangku, tapi karena Fara begitu lihai membujuk Bunda alhasil Bunda mengizinkanku. "Iya. Aku akan pakai. Tunggu sebentar." Akupun memakai cadarku. Lalu aku memastikan bila semua auratku tertutup dengan rapi. Kemudian aku kembali bercermin. Alhamdulillah semuanya sudah rapi. Aku dan Fara sudah keluar rumah setelah berpamitan dengan Bunda beberapa menit yang lalu. Setibanya di luar rumah, aku melihat mobil hitam terparkir depan rumahku "Ah sepertinya itu Fikri." ucap Fara dengan semangat. "P-pak Fikri?" "Iya Afrah. Pak Fikri ikut. Bukankah seru kalau kita jalan bertiga?" Seketika degup jantungku berdetak kencang. Ya ampun. Hanya melihat Pak Firki semenit dua menit saja rasanya sangat mendebarkan. Bagaimana dengan beberapa menit kedepan? "Asalamualaikum?" "Wa'alaikumussalam Fikri. Gimana? Berangkat sekarang?" Fara terlihat bersemangat malam ini. Bahkan dengan santainya dia mengamit lenganku. "Boleh. Lebih cepat lebih baik." "Fik?" panggil Fara pelan. "Ya?" "Kayaknya tadi kamu sibuk banget ya?" "Maksud kamu?" "Em.." Fara terlihat salah tingkah. Ada apa dengan Fara? Itu yang aku pikirkan. "Em kalau sibuk mending kamu tidak perlu ikut deh. Biar saya yang-" "Saya tidak sibuk. Tenang saja." "Ya kali aja sih kamu sibuk urus anak-anak. Wajah kamu penuh bedak dan pakaian kamu wangi minyak telon." Seketika raut wajah Pak Fikri berubah. Antara terkejut dan tidak suka. Sampai akhirnya Fara tertawa. Fara begitu leluasa dengan Pak Fikri. Mau dia mengejek atau tidak. Tentu saja tidak menjadi masalah. Berbeda denganku yang hanya menyimak keduanya bagaikan menonton sinteron si cantik dan si tampan. "Sudah. Ayo. Nanti keburu jam 9 malam." ucap Pak Fikri berusaha mengalihkan. Aku menatap Fikri yang terlihat santai malam ini. Jauh dari kata formalitas. Aku pun memasuki mobil Pak Fikri bersama Fara yang kini duduk di sebelahku. Mobil sudah berjalan dengan kecepatan sedang. Sejak tadi Pak Fikri dan Fara banyak berbicara ringan. Dimulai dari urusan pekerja. Klien kerjasama perusahaan. Rekan-rekan mereka dikantor. Dan lain-lain. Sedangkan aku, hanya melongo diam mendengarkan mereka. Meskipun rasa cemburu menyelinap hatiku. Ya Allah. Untuk apa aku cemburu? Pak Fikri bukanlah siapa-siapaku. Jadi aku tidak berhak sakit hati. Dalam hati aku istighfar berkali-kali. Berusaha menahan rasa cemburu terpendam ini. Karena istighfar, hati menjadi tenang dengan mengingat nama Allah. Tapi satu hal yang aku suka saat ini. Aroma mobil Pak Fikri wangi minyak telon dan bedak bayi. Ah aku suka minyak telon dan bedak bayi. Jangankan hal itu, melihat bayi saja rasanya gemas. **** Mall Kelapa Gading. Jakarta Utara. Pukul 20.20 Malam. Alhamdulillah akhirnya aku tiba bersama Fara dan Pak Fikri di Mall yang sangat besar. Aku menatap keatas dan memperhatikan disekitarku. Hawa dingin tempat ini begitu terasa di kulit tubuhku. Seketika aku memeluk erat tubuhku sendiri. Suara kekehan geli Fara membuatku menoleh kearahnya. "Ada apa?" "Kamu yang kenapa Af?" senyum Fara kepadaku. "Aku baik-baik saja." "Kamu terlihat bingung. Seperti tidak pernah menginjak Mall saja." "Aku memang tidak pernah kemari. Apalagi ke Mall. Jadi ini pertama kalinya." "Apa?!" Aku melihat reaksi Fara yang terkejut. Aku dan Fara berjalan beriringan menuju bazar buku yang jaraknya sudah beberapa meter dari kami. Sementara Pak Fikri ada didepan kami. "Memangnya berapa lama kamu tinggal di kota ini?" "Aku lupa. Em.. sebelum restoran milik Pak Firki opening." "Itu sih sudah lama Af. Seharusnya kamu sudah pernah kemari. Wah kalau begitu aku akan menjadi teman kamu yang istimewa! Mengajak temannya menjajaki Mall untuk pertama kalinya!"  "Tapi.. kenapa kamu tidak pernah ngemall Af? Apakah Bunda melarangmu?" "Aku anak rumahan." ucapku lagi. "Sebelum bekerja, dulunya setiap hari aku menghabiskan waktu bersama Bunda di rumah. Aku suka menonton televisi daripada bermain ponsel. Aku pernah nonton sinetron katanya barang-barang dipasar lebih murah daripada di Mall." "Jadi itu alasan kamu kenapa tidak pernah ke Mall?" "Iya Fara. Maafkan aku yang kampungan ini." Fara tertawa. "Santai saja Afrah. Hahaha. Kamu itu temanku yang lucu. Ayo! Jangan sampai kita kehabisan buku-buku dan n****+ yang menarik!" Aku menatap raut wajah Fara yang berbinar dengan sikapnya yang periang. Tidak dengan Pak Fikri yang sibuk berjalan didepan kami. Tiba-tiba Fara berpindah posisi didepanku. Fara berjalan disamping Pak Fikri meskipun masih menyisakan jarak diantara mereka. Aku hanya bisa bersabar. Apalah daya diriku yang cuma bisa melihat kedekatan mereka dari belakang. *** Buku-buku didepan mataku begitu banyak. Rasanya bingung untuk membeli yang mana. Semua judul dan blurb nya banyak yang seru. Tapi aku sadar kalau aku tidak boleh kalap apalagi boros karena itu merupakan perbuatan salah. Allah Ta’ala berfirman, وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’ [17]: 26-27).  Maksudnya adalah mereka menyerupai setan dalam hal ini. Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.” Tapi sayangnya rasa dingin di tempat ini membuatku tidak tahan. Tiba-tiba sesuatu mengenai punggung tubuhku. Aku menoleh kebelakang. Betapa terkejutnya kalau Pak Fikri menyampirkan sebuah jaket kepunggung tubuhku. "Sepertinya Mbak Afrah kedinginan. Pakai saja Mbak." Aku bingung harus berkata apa. Kedua iris birunya menatapku lekat. Gesture Pak Firki sangat santai. Berbeda dengan efek yang di lakukan Pak Fikri kepadaku saat ini. Hatiku yang berdebar. Kedua mata Pak Fikri kini beralih ke buku yang aku pegang. "Buku Ilmu Komunikasi?" tanya Pak Fikri ke padaku. Aku beralih menatap ke buku ditanganku. "Iya Pak. Ada apa?" "Kamu dulu kuliah?" Aku mengangguk. "Iya Pak. Saya dulu kuliah." Aku menatap Pak Fikri yang terbungkam. Ada apa dengannya? Kenapa tiba-tiba dia terlihat syok? "Pak?" "Ha? Ah.. Saya cari buku dulu Mbak. waktu kita tidak lama. Takut kemalaman. Permisi." Pak Fikri tersenyum ke arahku. Kemudian dia langsung pergi meninggalkanku. Dengan kikuk nya aku mengangguk lagi seperti anak kecil yang menurut. Aku hampir saja tidak fokus karena debaran ini. Ya Allah. Hindarkan hamba dari hal-hal yang menjerumuskan ke arah dosa jika pengaruh pesona Pak Firki begitu kuat denganku. Dalam hati aku beristighfar agar aku tidak terhasut bisikan syaitan yang menyuruhku untuk mendekati Pak Fikri. "Hei. Sudah dapat perburuan buku-buku malam ini?" Aku tersentak bahkan terkejut. Tiba-tiba Fara datang. Di tangannya sudah ada beberapa buku. Aku mengangguk. "A-aku sudah dapat. Ayo kita ke kasir." "Sebentar." Tiba-tiba Fara menghentikan langkahku. Tanpa diduga Fara meraih jaket yang sempat tersampirkan ke pundakku. "Ini punya Fikri kan?" tanya Fara kepadaku. "Iya. Ini.. punya Fikri." "Ugh! Dia itu tidak sopan ya. Masa taruh jaket di pundak kamu. Sini kemarikan! Kamu manusia. Bukan tiang besi buat di gantungi jaket." "Tapi-" Tanpa diduga Fara sudah pergi menuju kasir. Dari sini aku melihat Fara dan Fikri saling bersebelahan. Fara terlihat sibuk didepan kasir hanya untuk membayar semua buku-bukunya. Lalu jaket itu. Jaket milik Pak Firki yang sempat berada di tubuhku dengan debaran hati yang aku rasakan kini sirna. Ntah kenapa hatiku sesak. Apalagi jaket itu kini berada di pelukan Fara. Aku hanya tersenyum miris dibalik cadar yang aku kenakan. Ingat Afrah ingat. Pak Fikri sudah milik Fara. **** Aduh Afrah. Nyesek Hai. Maafkan author baru update. Kesibukan author membuat Author baru bisa kembali kesini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD