Sienna menatap keluar jendela mobil Adrian, memperhatikan pemandangan kota Lombok yang bersinar dengan lampu-lampu malam. Mobil akhirnya berhenti di sebuah bukit yang menawarkan pemandangan menakjubkan, di mana city light bersinar bagaikan ribuan bintang di bumi. Sienna menghela napas, merasa tenang meski di dalam hatinya masih tersimpan rasa sedih yang mendalam.
Adrian melihat Sienna termenung, dan ia pun berpikir untuk menghangatkan suasana. "Tunggu di sini sebentar, aku akan pesan minuman hangat untukmu," katanya sambil turun dari mobil.
Sienna tersenyum kecil, merasa terharu dengan perhatian Adrian. Tak lama kemudian, Adrian kembali dengan dua cangkir minuman hangat. “Kopi s**u, favoritku. Aku harap kamu suka.”
“Terima kasih, Adrian,” Sienna menjawab sambil menerima cangkir itu. Aromanya membuatnya merasa lebih nyaman. Mereka berdua duduk di pinggir mobil, memandangi pemandangan di depan mereka sambil menikmati minuman hangat.
“Jadi, di mana kamu tinggal, Sienna?” Adrian bertanya, nada suaranya akrab dan hangat.
Suasana di bukit semakin hangat saat Sienna dan Adrian terus berbincang, berbagi cerita tentang kehidupan mereka. Adrian sangat perhatian, mendengarkan setiap kata yang diucapkan Sienna dengan penuh minat. Ketika Sienna mengambil gigitan makanan dari camilan yang mereka bawa, dia tidak menyadari ada sisa makanan yang menempel di bibirnya.
“Eh, tunggu,” kata Adrian sambil tersenyum lembut, lalu perlahan mengulurkan tangannya dan mengelap sisa makanan di bibir Sienna dengan ujung saputangan yang ia miliki. Sienna merasa pipinya memanas, terkejut dengan tindakan manis itu, namun juga merasa seolah ada kehangatan yang mengalir dalam perbuatannya.
“Maaf, aku…,” Sienna mencoba menjelaskan sambil tersenyum malu.
“Tidak apa-apa,” jawab Adrian dengan nada lembut. “Kadang kita tidak menyadari hal-hal kecil seperti itu. Aku hanya ingin memastikan kamu nyaman.”
Tak lama kemudian, saat Sienna terlalu cepat menelan makanan dan tersedak, Adrian langsung sigap. Dia mengambilkan segelas air dari dalam tasnya dan menyodorkannya kepada Sienna. “Minum, ini akan membantu,” katanya sambil memperhatikan dengan cermat.
Sienna meneguk air dengan cepat, rasa lega mengalir saat tenggorokannya terasa lebih baik. “Terima kasih, Adrian. Perhatianmu sangat berarti bagiku.”
Adrian tersenyum, senyumnya penuh kehangatan. “Aku hanya melakukan hal yang seharusnya. Kamu tidak perlu merasa terbebani. Aku senang bisa berada di sini bersamamu.”
Sienna merasa harinya menjadi lebih baik dengan kehadiran Adrian. Rasa perhatian dan kepedulian yang ia tunjukkan membuat Sienna teringat akan semua momen yang hilang dalam rumah tangganya. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Sienna merasakan perasaan yang hangat, di mana seseorang benar-benar peduli padanya.
Sienna menatap Adrian, merasa seolah sudah lama mengenalnya. “Aku tinggal di rumah orangtuaku di dekat sini. Mereka selalu mendukungku. Tapi hanya satu minggu, aku berada disini. Aku akan kembali lagi ke jakarta rumah suamiku."
"Kalau begitu kita sama, aku juga, harus pulang ke jakarta karena harus mengurus beberapa hal."Adrian mengangkat bahunya. Adrian banyak membuat Sienna tersenyum dengan candaanya.
Adrian mengangguk, merasakan kedalaman dari kata-kata Sienna. “Kadang kita perlu waktu untuk menemukan diri kita sendiri. Semua orang melalui masa sulit. Yang penting adalah kamu memiliki orang-orang yang mencintaimu di sekitarmu.”
Sienna tersenyum tipis, merasa ada kehangatan dalam pernyataan Adrian. “Ya, aku beruntung memiliki keluarga yang selalu ada untukku. Meskipun, saat ini, semuanya terasa rumit.”
"Rumit?"Adrian mengernyitkan keningnya.
"Ahhh, tidak maksudku rumah tangga itu pasti ada lika likunya, dan akan terjadi pada setiap kehidupan rumah tangga,"lirih Sienna.
"Aku benar, bahkan aku pun pernah gagal, dalam rumah tanggaku, sejak 13 tahun lalu, hingga aku takut untuk membangun sebuah biduk rumah tangga."
Percakapan mereka mengalir dengan alami, menciptakan suasana yang nyaman di antara keduanya. Sienna merasa lega bisa berbagi perasaannya dengan seseorang yang tidak menghakimi, dan Adrian mendengarkan dengan penuh perhatian, seolah ingin memahami setiap lapisan dari cerita Sienna.
Suasana di bukit semakin hangat saat Sienna dan Adrian terus berbincang, berbagi cerita tentang kehidupan mereka. Adrian sangat perhatian, mendengarkan setiap kata yang diucapkan Sienna dengan penuh minat. Ketika Sienna mengambil gigitan makanan dari camilan yang mereka bawa, dia tidak menyadari ada sisa makanan yang menempel di bibirnya.
“Eh, tunggu,” kata Adrian sambil tersenyum lembut, lalu perlahan mengulurkan tangannya dan mengelap sisa makanan di bibir Sienna dengan ujung saputangan yang ia miliki. Sienna merasa pipinya memanas, terkejut dengan tindakan manis itu, namun juga merasa seolah ada kehangatan yang mengalir dalam perbuatannya.
“Maaf, aku…,” Sienna mencoba menjelaskan sambil tersenyum malu.
“Tidak apa-apa,” jawab Adrian dengan nada lembut. “Kadang kita tidak menyadari hal-hal kecil seperti itu. Aku hanya ingin memastikan kamu nyaman.”
Tak lama kemudian, saat Sienna terlalu cepat menelan makanan dan tersedak, Adrian langsung sigap. Dia mengambilkan segelas air dari dalam tasnya dan menyodorkannya kepada Sienna. “Minum, ini akan membantu,” katanya sambil memperhatikan dengan cermat.
Sienna meneguk air dengan cepat, rasa lega mengalir saat tenggorokannya terasa lebih baik. “Terima kasih, Adrian. Perhatianmu sangat berarti bagiku.”
Adrian tersenyum, senyumnya penuh kehangatan. “Aku hanya melakukan hal yang seharusnya. Kamu tidak perlu merasa terbebani. Aku senang bisa berada di sini bersamamu.”
Sienna merasa harinya menjadi lebih baik dengan kehadiran Adrian. Rasa perhatian dan kepedulian yang ia tunjukkan membuat Sienna teringat akan semua momen yang hilang dalam rumah tangganya. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Sienna merasakan perasaan yang hangat, di mana seseorang benar-benar peduli padanya.
Setelah menikmati malam yang menakjubkan dengan pemandangan city light yang memukau, Sienna dan Adrian meninggalkan tempat itu. Suasana hati Sienna terasa lebih ringan, berkat kehangatan dan perhatian yang diberikan Adrian selama malam itu. Mereka berjalan beriringan menuju mobil Adrian, dan Sienna tidak bisa menahan senyumnya.
“Terima kasih untuk malam yang luar biasa ini, Adrian. Aku sangat menikmati waktuku bersamamu,” ujar Sienna dengan tulus saat mereka mencapai mobil.
“Senang mendengarnya, Sienna. Aku juga merasa begitu,” jawab Adrian sambil membuka pintu mobil untuknya.
Setelah Sienna duduk, Adrian segera masuk dan menyalakan mesin mobil. “Jadi, kapan kita bisa jalan-jalan lagi?” tanya Adrian dengan antusias.
Sienna sedikit ragu. “Mungkin... tapi bagaimana dengan wanita yang bersamamu di acara tadi? Apakah dia kekasihmu?” tanyanya, ingin memastikan status hubungan Adrian.
Adrian menggelengkan kepalanya, senyumnya tetap tersungging di wajahnya. “Oh, tidak. Dia hanya teman sekilas saja. Kami tidak lebih dari itu. Aku lebih tertarik untuk mengenalmu lebih baik,” jawabnya dengan percaya diri, memandang Sienna dengan serius.
Mendengar penjelasan Adrian, hati Sienna terasa lega .
Adrian tersenyum, matanya berbinar. “Kalau begitu, kita bisa merencanakan sesuatu yang menyenangkan. Aku tahu beberapa tempat menarik di sekitar sini,” tawarnya, bersemangat.
Mereka melanjutkan perjalanan menuju rumah Sienna, berbincang dengan akrab dan penuh tawa. Dalam benak Sienna, pertemuannya dengan Adrian memberikan angin sejuk ditengah kegersangan hatinya saat ini.
"Mas Ardha sedang apa ya, kenapa dia tidak menanyakan kabarku, dan orangtuaku?"Sienna mengernyitkan keningnya.
"Adrian maaf aku menelepon sebentar."Sienna menuju ke depan .
"Tuttttt."Suara sambungan telpon.
[Halo, mas]
[Ya Sienna]
[Kamu dimana sekarang?]
[Huffft, se-dang huhhh, di kamar]Suara Ardha terdengar berat dan napasnya sedikit memburu. Ternyata Renita tengah mencumbunya, dengan lihai, sehingga tubuh Ardha merem*ng hebat
[Mas, kau sedang apa, kenapa suaramu begitu?]
[A-ku di toilet huhh, sudah dulu ya]
"tutttttt" panggilan diakhiri tanpa ada kata mesra dari suaminya. Sienna mendekap ponselnya di da**nya. Tak terasa air matanya mengalir.
"Apa ini rumah tangga yang aku jalani? Begitu datar bahkan tak ada yang indah di dalamnya." batin Sienna.
"Ada apa Sienna, mengapa kau menangis?"Adrian mengernyitkan keningnya.
"Tidak Adrian, terimakasih kau sudah menghiburku malam ini, setidaknya aku bisa tersenyum tadi."
"Sampai jumpa aku masuk dulu."Sienna masuk ke dalam rumahnya. Adrian menatap punggung ramping Sienna, penuh dengan perasaan kagum.
Saat Adrian masuk ke dalam mobilnya, dia menemukan sebuah dompet ."Ini... dompet Sienna ?"Adrian mengernyitkan keningnya. "Sepertinya aku memang harus bertemu kembali dengannya." Adrian melajukan mobilnya menuju resort.
Sesampainya di resort sang asisten menanyakan kepergiannya. "Tuan, anda darimana saja? Para investor mulai menanyakan tentang kredibilitas anda dalam mengelola perusahaan karena anda terlalu banyak bermain di luar bersama...."Hendrik tidak melanjutkan ucapannya .
"Bersama siapa?"