Sienna terkejut dan kesakitan, tidak menyangka serangan tiba-tiba itu. Beberapa petugas keamanan segera datang untuk melerai, menarik Larasati menjauh dari Sienna. Namun, Larasati terus berteriak, menyebut nama Adrian, hingga membuat Adrian keluar dari ruangannya dengan ekspresi serius.
“Lepaskan dia,” perintah Adrian kepada petugas keamanan. “Aku akan berbicara dengannya di ruanganku.”
Sienna yang masih terguncang mencoba menenangkan dirinya. Adrian memberi isyarat agar ia tetap tenang sebelum membawa Larasati ke ruangannya.
Adrian menatap Larasati dengan tenang namun tegas. “Apa yang anda lakukan ,di kantor saya, dan melakukan kekerasan pada karyawan saya!"
"Wanita itu sudah membuat anak saya, dipindahkan dan dia di jebak oleh wanita itu."Larasati dengan napas tersengal-sengal.
Adrian menarik napas panjang, lalu menatap Larasati dengan tajam.
"Ini adalah keputusan saya, karena dia sudah mengganggu karyawan saya."Adrian dengan nada tegasnya.
Hari-hari di kantor menjadi semakin sulit bagi Sienna setelah Larasati mendatangi perusahaan. Meski Adrian telah memindahkan Ardha ke cabang perusahaan lain, keputusan itu rupanya hanya sementara. Ardha kembali ke kantor pusat, kali ini dengan jabatan manajer operasional, yang membuat Sienna terpaksa harus bertemu dengannya setiap hari dalam berbagai pertemuan kerja.
Keadaan menjadi lebih rumit ketika Renita, istri Ardha, juga bekerja di perusahaan sebagai sekretaris pribadi Ardha. Kehadiran Renita menambah tekanan bagi Sienna, terutama karena sikap Renita yang sinis setiap kali mereka bertemu.
Sienna berusaha bersikap profesional, tetapi jelas terlihat bahwa beberapa staf mulai memperlakukannya dengan dingin. Gosip tersebar dengan cepat, mengaitkan kedekatannya dengan Adrian, sang pemilik perusahaan, sebagai alasan ia mendapatkan posisi manajer marketing.
“Lihat dia,” bisik seorang staf kepada rekannya. “Baru kerja beberapa bulan tapi sudah dekat dengan bos besar. Tidak heran dia bisa naik jabatan.”
Sienna sering merasa tatapan tidak ramah menghujam punggungnya ketika ia berjalan di koridor kantor. Beberapa staf bahkan sengaja menghindarinya atau memberi komentar pedas secara tidak langsung dalam rapat.
Di sisi lain, Ardha memanfaatkan situasi ini untuk menyudutkan Sienna. Setiap ada kesempatan, ia melontarkan komentar sinis atau memberikan tugas tambahan yang tidak masuk akal.
“Sepertinya jabatan manajer marketing tidak cukup membuatmu sibuk, ya?” ucap Ardha dingin suatu hari. “Aku akan memastikan kau punya pekerjaan lebih banyak agar tidak sempat berkeliling ke ruangan Adrian lagi.”
" Terserah kau saja ,aku tidak peduli."
Sienna hanya menghela napas panjang, berusaha tidak terpancing. Ia tahu Ardha sedang mencoba memprovokasinya.
Renita, yang mendengar gosip tentang Sienna dan Adrian, semakin terbakar cemburu. Ia mulai melempar komentar menyakitkan secara langsung kepada Sienna.
“Jangan terlalu sering cari perhatian di ruangan Adrian,” kata Renita dengan nada mengejek saat mereka bertemu di pantry. “Kau tahu kan, itu membuat beberapa orang di sini tidak nyaman?”
Sienna tidak membalas, hanya tersenyum kecil dan meninggalkan Renita. Ia tahu bahwa menjawab hanya akan memperkeruh suasana.
Sienna tidak membalas, hanya tersenyum kecil dan meninggalkan Renita. Ia tahu bahwa menjawab hanya akan memperkeruh suasana.
Meski semua tekanan ini membuat Sienna merasa tertekan, Adrian tetap menjadi sumber dukungan baginya. Ia sering memperhatikan situasi di kantor dan memberi Sienna ruang untuk berbicara jika ia merasa terbebani.
“Kau tidak perlu mengkhawatirkan mereka,” kata Adrian, sore itu setelah memanggil Sienna ke ruangannya. “Fokus saja pada pekerjaanmu. Aku percaya padamu.”
Kata-kata Adrian memberi Sienna kekuatan untuk bertahan. Namun, ia tahu bahwa hubungan mereka. meskipun hanya sebatas profesional—akan terus menjadi bahan pembicaraan di kantor. Bagi Sienna, satu-satunya cara untuk mengatasi situasi ini adalah membuktikan bahwa ia pantas berada di posisinya, tanpa ada campur tangan siapa pun.
Sementara sebentar lagi akan diadakan pesta ulang tahun Perusahaan , dan Adrian sebagai CEO pun sibuk memberi memonitor acara tersebut. Bahkan Sienna dipercaya untuk mencari EO untuk pesta tersebut.
Malam pesta ulang tahun perusahaan Adrian Group tiba. Sebuah acara megah dengan dekorasi mewah, lantunan musik orkestra, dan tamu-tamu penting dari kalangan bisnis. Sienna, sebagai manajer marketing, tahu ia harus hadir, namun ia merasa bimbang. Lemari pakaiannya tidak memiliki gaun yang layak untuk menghadiri acara sebesar ini.
Di tengah kebingungannya, Sienna menerima sebuah paket. Saat membukanya, ia menemukan sebuah dress elegan berwarna midnight blue dengan desain sederhana namun anggun. Di dalamnya ada catatan kecil:
"Kau pantas terlihat luar biasa. Sampai bertemu di pesta. - Adrian."
Sienna tersentuh oleh perhatian Adrian, meski sempat ragu untuk memakainya. Namun, ia memutuskan untuk tampil percaya diri. Dengan riasan sederhana dan dress tersebut, ia tampak memukau saat tiba di pesta, menarik perhatian banyak tamu termasuk Adrian sendiri.
"Sienna?"panggil seorang dari arah sana .
Pesta ulang tahun perusahaan Adrian Group semakin meriah. Para tamu berpakaian anggun bercengkerama di bawah gemerlap lampu kristal. Sienna, dengan dress midnight blue yang elegan dari Adrian, menjadi pusat perhatian. Keanggunannya memikat banyak pasang mata, termasuk Ardha, yang tak bisa mengalihkan pandangannya.
Di tengah keramaian, seorang laki-laki menghampiri Sienna. Wajahnya tampak familiar. “Sienna? Lama sekali tak bertemu,” katanya sambil tersenyum.
Sienna memutar badan, dan segera mengenali pria itu. “Haris? Ya ampun, ini kejutan!” jawabnya dengan nada senang.
Haris, teman kuliah Sienna dulu, kini tampak lebih dewasa dengan gaya formalnya. Percakapan mereka mengalir dengan mudah, mengingatkan mereka pada masa-masa kuliah. Mereka tertawa, berbagi cerita singkat tentang apa yang telah terjadi dalam hidup masing-masing.
Namun, pemandangan itu menarik perhatian Ardha, yang diam-diam memperhatikan Sienna sepanjang malam. Ada sesuatu yang aneh dalam dirinya. Ketika ia melihat Sienna malam itu, dengan penampilan memukau dan kepercayaan diri yang terpancar, ia merasakan sesuatu yang tak pernah ia rasakan sebelumnya sejak perceraian mereka—rasa tertarik yang sulit ia jelaskan.
Sementara itu, Adrian masih sibuk berinteraksi dengan kolega bisnisnya. Ia sempat melirik ke arah Sienna beberapa kali, namun tugas sebagai tuan rumah membuatnya sulit untuk langsung mendekatinya.
Ardha, yang merasa tergerak oleh penampilannya, mulai mendekat ke arah Sienna. Namun, ia berhenti di tengah langkah ketika melihat Haris membuat Sienna tertawa lepas. Rasa cemburu muncul di dadanya, meskipun ia tak ingin mengakuinya.
Renita, yang juga hadir di pesta itu, menyadari perubahan sikap Ardha. Ia mulai mencurigai ada sesuatu yang kembali tumbuh antara Ardha dan Sienna. Namun, malam itu ia memilih diam, hanya mengamati situasi dengan tatapan dingin.
Pesta terus berlangsung, dengan Sienna yang kini mulai merasa lebih santai berkat percakapannya dengan Haris. Namun, di sudut ruangan, baik Ardha maupun Adrian menyimpan perasaan berbeda yang terpendam, satu penuh penyesalan, dan yang lain penuh harapan.
Setelah menikmati beberapa percakapan ringan dengan Haris, Sienna merasakan ada sesuatu yang aneh. Renita, dengan senyuman yang terlihat dipaksakan, mendekatinya sambil membawa segelas minuman.
“Sienna, kau terlihat cantik malam ini,” ujar Renita dengan nada manis yang tak sepenuhnya tulus.
Namun, saat Renita bergerak lebih dekat, gelas di tangannya tiba-tiba tergelincir, dan cairan dingin tumpah ke gaun Sienna, meninggalkan noda basah di kain elegan itu.
“Oh, maaf sekali! Aku tidak sengaja,” ucap Renita, meski nada bicaranya terdengar jauh dari tulus.
Sienna menarik napas dalam-dalam, menahan diri agar tidak menunjukkan kekesalannya di depan tamu. “Tidak apa-apa,” balasnya singkat sebelum melangkah menuju toilet untuk membersihkan diri.
Di dalam toilet, Sienna mencoba mengeringkan gaunnya menggunakan tisu. Namun, tidak lama setelah itu, pintu terbuka, dan Renita masuk. Ia berdiri di belakang Sienna dengan tangan terlipat, menyeringai kecil saat melihat Sienna yang sibuk dengan gaunnya.
“Kasihan sekali,” ujar Renita dengan nada sinis. “Kau berusaha keras tampil sempurna malam ini, tapi tetap saja, kau hanyalah seorang wanita kesepian. Tidak ada yang benar-benar peduli, kan?”
Sienna berhenti sejenak, menatap bayangannya di cermin, lalu berbalik menghadap Renita. “Apa maksudmu?” tanyanya dengan tenang.
Renita tersenyum tipis. “Aku hanya ingin kau tahu, aku adalah pemenang di sini. Aku memiliki Ardha, dan kau? Kau hanya seorang wanita yang ditinggalkan. Kau mungkin terlihat cantik malam ini, tapi itu tidak mengubah kenyataan bahwa kau sendirian.”
Sienna menatap Renita dengan tajam, namun tetap menjaga nada suaranya. “Jika itu yang membuatmu merasa menang, maka selamat. Tapi izinkan aku memberitahumu sesuatu, Renita. Aku mungkin sendirian, tapi aku tidak pernah merasa seburuk itu dibanding harus hidup dalam hubungan yang penuh kebohongan dan kepura-puraan.”
Renita terkejut mendengar respons Sienna yang tenang namun menusuk. Sienna melanjutkan, “Dan untuk hal yang terjadi malam ini, kau bisa mencoba menjatuhkanku sesering yang kau mau, tapi itu hanya menunjukkan siapa dirimu sebenarnya.”
Renita menggertakkan giginya, mencoba membalas, namun tidak menemukan kata-kata. Sienna, dengan penuh percaya diri, melangkah keluar dari toilet, meninggalkan Renita yang masih terdiam dengan amarah yang tertahan.
Saat kembali ke pesta, Sienna mendapat perhatian dari Adrian yang akhirnya selesai dengan urusan bisnisnya. Melihat noda di gaunnya, Adrian bertanya dengan cemas, “Apa yang terjadi?”