Bab 13 Pendekatan Adrian

1293 Words
Malam itu, restoran tempat Sienna bekerja sedang ramai. Sienna, yang kini memutuskan untuk mengambil pekerjaan sampingan di sebuah restoran mewah untuk mengisi waktu luangnya, melayani para tamu dengan senyum yang tetap ia usahakan tulus meskipun tubuhnya lelah. Saat ia sedang membawa nampan penuh makanan, suara tawa yang tak asing terdengar dari meja dekat jendela. Ia menoleh dan menemukan Renita dan Ardha duduk di sana, terlihat mesra. Jantungnya berdegup kencang. “Kenapa harus mereka?” pikir Sienna, mencoba menenangkan diri. Renita langsung menyadari keberadaan Sienna dan memanggil pelayan dengan suara keras. "Hei, pelayan! Oh, ternyata kamu di sini, Sienna," ucap Renita dengan nada mengejek, sengaja membuat Sienna menjadi pusat perhatian. Sienna melangkah mendekat dengan tenang. “Selamat malam, ada yang bisa saya bantu?” tanyanya sopan, meskipun hatinya terasa tercekat. Renita menyeringai, menatap Sienna dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Kamu cocok juga ya kerja di sini. Lumayan, daripada cuma numpang hidup sama orang lain." Ardha hanya diam, meski pandangannya tak sengaja bertemu dengan mata Sienna. Ada sesuatu di tatapan itu, seolah mengisyaratkan rasa bersalah, namun ia memilih bungkam. Sienna tidak menanggapi provokasi Renita. Dengan profesionalisme yang ia junjung tinggi, ia mencatat pesanan mereka tanpa membalas penghinaan itu. Namun, Renita tampaknya tidak puas. Saat makanan diantarkan, ia dengan sengaja mempersulit Sienna. "Ini steak-nya terlalu matang! Aku pesan medium rare! Kamu benar-benar nggak kompeten, ya?" Renita berteriak, membuat beberapa tamu lain menoleh. Sienna mencoba tetap tenang. "Saya mohon maaf atas ketidaknyamanannya, Bu. Saya akan meminta dapur untuk memperbaikinya," ujarnya lembut. “Dasar bodoh,” gumam Renita, cukup keras untuk didengar oleh Sienna. Di balik meja, Ardha akhirnya angkat bicara. "Sudahlah, Renita. Jangan berlebihan." Namun, Renita justru menatap Ardha tajam. "Apa? Kamu membelanya sekarang? Dia kan cuma pelayan!" Sienna menahan air matanya, tidak ingin terlihat lemah di depan mereka. Setelah memperbaiki pesanan Renita, ia tetap melayani mereka dengan sikap profesional, meskipun hati kecilnya hancur oleh penghinaan itu. Malam itu, saat mereka pergi, Sienna hanya bisa menarik napas panjang. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak membiarkan hinaan mereka memengaruhi langkahnya. Ia tahu, suatu hari nanti, ia akan berdiri lebih tinggi daripada mereka. Sienna terkejut melihat mobil mewah Adrian berhenti di depan restoran tempatnya bekerja. Pria itu tersenyum hangat sambil melambaikan tangan, mengisyaratkan agar Sienna mendekat. Meskipun terkejut, Sienna tak ingin menolak, dan akhirnya menurut. Adrian dengan sopan membukakan pintu mobil untuknya, memperlakukannya dengan penuh perhatian. Mereka melaju meninggalkan restoran, dan Adrian mengajaknya ke sebuah pantai yang tenang, jauh dari hiruk-pikuk kota. Saat mereka duduk di tepi pantai, percakapan mereka mengalir dengan nyaman. Sienna merasa lega akhirnya bisa terbuka dan jujur pada seseorang tentang kehidupannya yang penuh luka, termasuk perceraian yang dialaminya. Adrian mendengarkan dengan saksama, tatapan matanya menunjukkan ketulusan. Begitu Sienna menyelesaikan ceritanya, Adrian tampak sangat senang dan tersenyum lega. “Jadi... kau benar-benar sudah bebas?” tanya Adrian dengan nada lembut namun penuh arti. Sienna tersenyum tipis, menahan emosi yang tiba-tiba muncul. “Ya, Pak Adrian. Rasanya sulit, tapi aku harus melanjutkan hidup.” Adrian, tanpa disadari, menggenggam jemari Sienna dengan lembut. "Sienna, aku tahu ini mungkin mendadak, tapi aku merasa ada sesuatu yang istimewa di antara kita. Aku ingin kau tahu, sejak pertama kali melihatmu, aku merasa ada harapan baru dalam hidupku," ucapnya pelan namun penuh ketulusan. Sienna menatap Adrian, terkejut tapi tak mampu berkata-kata. Sorot matanya menyiratkan kehangatan yang tulus, sesuatu yang selama ini tak pernah ia dapatkan dari Ardha. Hari sudah mulai gelap ketika Adrian akhirnya mengantarkan Sienna pulang. Namun, sebelum Sienna sempat turun, Adrian berkata dengan nada serius, "Aku tak suka kau tinggal di kamar kos sempit. Aku ingin kau tinggal di apartemen yang lebih nyaman." Sienna terdiam, merasa bingung namun tersentuh. Adrian tidak hanya menawarkan kenyamanan, tapi juga perhatian tulus yang sangat ia butuhkan saat ini. "Tapi.. aku terbiasa hidup begini, pak Adrian." Alzena menautkan kedua alisnya. Setelah mengantar Sienna pulang, Adrian langsung menghubungi asistennya, Kenzo, untuk mengurus apartemen bagi Sienna. Adrian ingin memastikan bahwa Sienna tinggal di tempat yang nyaman dan dekat dengannya, agar lebih mudah baginya untuk menjaga dan membantu Sienna melewati masa sulit ini. "Kenzo, aku butuh kau mencari apartemen secepatnya," kata Adrian tegas saat panggilan tersambung. "Pastikan lokasinya dekat dengan tempatku. Aku ingin yang nyaman dan aman." "Baik, Pak Adrian. Saya akan mencarikan yang terbaik dan akan segera mengabari Anda," jawab Kenzo. Sienna, meskipun terkejut dengan perhatian Adrian yang begitu besar, tidak menolak. Dalam hatinya, ia menyadari bahwa ini adalah kesempatan baginya untuk bangkit dan memulai hidup baru, sekaligus cara untuk menunjukkan pada Ardha bahwa ia bisa menjalani hidup yang lebih baik tanpa kehadirannya. Dendamnya yang sempat terpendam kini terasa semakin kuat. Ia bertekad bahwa setiap langkah yang diambilnya kini adalah bagian dari upayanya untuk memulihkan harga dirinya. “Terima kasih, Pak Adrian,” ucapnya dengan senyuman tipis, menyembunyikan tekad kuat di balik wajah lembutnya. “Jangan khawatir, Sienna. Aku akan memastikan semuanya berjalan lancar untukmu,” jawab Adrian dengan senyum hangat, seolah memahami betapa pentingnya momen ini bagi Sienna. Dalam hatinya, Sienna tahu bahwa ini baru permulaan. Kini ia merasa lebih kuat dan yakin untuk menghadapi masa depan tanpa rasa takut, bahkan siap membalas semua rasa sakit yang pernah ia alami. Keesokan harinya, Adrian menjemput Sienna di depan tempat kosnya. Dengan tampilan rapi dan elegan, Adrian tampak begitu mempesona—wajah blasterannya terlihat lebih menawan di bawah sinar matahari pagi, dan senyum kecilnya sukses membuat hati Sienna berdegup tak karuan. Ia menyadari bahwa perhatian Adrian padanya terasa sangat berbeda dari yang pernah ia rasakan sebelumnya. “Selamat pagi, Sienna,” sapanya dengan nada lembut sambil membukakan pintu mobil untuknya. “Selamat pagi, Pak Adrian,” jawab Sienna dengan senyum gugup, mencoba menenangkan dirinya. Setelah berada di dalam mobil, Adrian memutar arah, namun bukan menuju restoran tempat Sienna bekerja. Sienna memandangnya dengan tatapan bingung."Pak, kita ...mau kemana?Ini bukan jalan menuju restoran tempat kerjaku!" Tapi Adrian hanya tersenyum. “Sienna, aku ingin bicara tentang pekerjaanmu,” katanya lembut. “Aku menghargai kerja kerasmu di restoran itu, tapi aku pikir kamu pantas mendapat yang lebih baik. Bagaimana kalau kamu bekerja di kantorku? Kamu punya bakat yang lebih besar dari sekadar menjadi waitress, dan aku ingin melihatmu berkembang.” Sienna terdiam, memproses kata-kata Adrian. Ia memang memiliki latar belakang akademik yang lebih baik, dan tawaran Adrian terasa seperti kesempatan yang sulit untuk dilewatkan. “Aku... aku nggak tahu harus bilang apa, Pak Adrian. Tapi, ini kesempatan yang besar buatku,” jawab Sienna, tak bisa menutupi haru di matanya. Adrian tersenyum, kali ini lebih lembut. “Panggil aku Adrian saja. Tidak perlu sungkan. Aku tahu kamu mampu dan bisa memberikan kontribusi yang luar biasa di kantor. Aku percaya pada kemampuanmu.” "Mulai sekarang, kamu fokus pada dirimu dan masa depanmu, Sienna. Aku ada di sini untuk membantumu," ucap Adrian dengan tulus. Sienna tersenyum penuh rasa syukur. Tanpa disadari, dendamnya pada Ardha kini perlahan tergantikan oleh keinginan untuk benar-benar memperbaiki hidupnya, kali ini dengan dukungan seseorang yang memahami dan menghargainya. Adrian membawa Sienna ke sebuah coffee shop cantik di pinggir danau. Tempat itu terkenal dengan pemandangan indah yang menenangkan, terutama di pagi hari ketika matahari baru saja muncul dari balik pepohonan, memantulkan cahaya lembut di permukaan air. Udara sejuk menambah suasana damai di sekitar mereka. Adrian yang mengenakan kacamata hitam, dengan rambut rapi dan rahangnya yang dihiasi bulu-bulu tipis, tampak sangat menarik perhatian. Sosoknya yang gagah dan tampan memang membuat siapapun terpesona. Dia terlihat lebih muda dari usianya, seolah waktu tak mengikis pesonanya. Beberapa wanita dewasa dan gadis muda di coffee shop itu tidak bisa menyembunyikan kekaguman mereka, diam-diam melirik Adrian sambil berbisik-bisik. Di sisi lain, Sienna juga menarik perhatian dengan keanggunannya yang sederhana. Wajahnya masih muda dan memancarkan kecantikan alami yang segar. Saat Adrian membimbingnya menuju meja di pinggir danau, beberapa pengunjung tampak kebingungan melihat keduanya. Mereka mengira Sienna adalah “sugar baby” yang ditemani pria kaya berwajah tampan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD