Zee bersandar pada pintu kamarnya yang tertutup. Dadanya terasa sesak, air matanya tak henti-hentinya mengalir. Ia menangisi takdir hidupnya. Azzam hanya mengharapkan anaknya, tidak dengan dirinya. Mendengar suara mobil Azzam yang meninggalkan pelataran rumahnya, Zee kembali tersenyum miris. "Apalagi yang aku harapkan disini? Tidak ada," gumam Zee pelan. Tangannya terulur mengelus perutnya. "Kita harus segera pergi dari sini, sayang. Ayahmu hanya mengharapkan kamu, tapi tidak mengharapkan bunda. Dan bunda tidak bisa tanpa kamu. Kamu akan bersama bunda selamanya." Dengan sigap Zee segera membereskan barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam koper. Zee tak ingin ada satupun barangnya yang tertinggal. Zee harus segera pergi. Sebelum Zee menutup kopernya, Zee teringat akan sesuatu. Ras