07.45
“Dean?! Dean, kau mendengarku? Sial, Dean, katakan sesuatu!”
Tidak ada jawaban. Tiba-tiba sambungan teleponnya terputus begitu saja - tanpa peringatan. Jantung Nikki berdegup kencang, darahnya mengalir deras. Nikki mencoba mencerna semua itu perlahan-lahan, tapi rasa panik menguasainya lebih dulu. Ia melongokkan wajahnya ke arah dapur dan melihat Lorrie masih berdiri di belakang konter untuk menyiapkan sarapan mereka pagi itu. Tanpa berpikir panjang Nikki langsung menyambar jaketnya di atas sofa kemudian menghampiri Lorrie untuk berpamitan.
“Dengar! Ada urusan mendadak yang harus kuselesaikan.”
“Apa?” Lorrie tampak kebingungan. Bola matanya berputar ke sekitar dapur. “Ada apa?”
“Aku tidak bisa memberitahumu sekarang tapi aku harus segera menemui Kate. Tolong jaga Sam dan saat dia bangun katakan padanya kalau aku tidak akan pergi lama.”
“Ya, Nik, tapi ada apa?”
“Maaf tapi aku harus pergi sekarang.”
Nikki meninggalkan Lorrie di dapur dan merasa bersalah karenanya. Akhir-akhir ini ia bersikap semena-mena pada adiknya, tapi hal lain benar-benar tidak bisa menunggu. Dalam perjalanan menuju kantor polisi tempat dimana Kate bekerja, Nikki berusaha menghubungi wanita itu. Hasilnya nihil. Seperti yang dikatakan Dean, Kate tidak mengangkat teleponnya. Jadi Nikki mengendara dengan kecepatan tinggi untuk sampai di tempat itu.
Untungnya lalu lintas tidak padat pagi itu. Nikki mengambil lebih sedikit waktu dari biasanya untuk tiba di tempat Kate dan dalam perjalanan menuju kesana Nikki meninggalkan pesan untuk asistennya di klinik.
Hei Dewitt, maafkan aku tapi tolong bantu aku mejadwalkan ulang pertemuanku dengan pasien, atau kalau kau bersedia, kau boleh mengisinya karena ada urusan yang harus segera kuselesaikan dan aku khawatir kalau itu akan mengambil waktu lama. Tolong hubungi aku setelah kau mendengar pesan ini.
Nikki menekan tombol hijau dan pesan suaranya terkirim dalam hitungan detik. Sembari menatap jalanan, Nikki memutar setir ketika sampai di tikungan. Seorang laki-laki di depan kedai restoran sedang melambai ke arahnya. Pria paruh baya itu adalah pemilik kedai sekaligus pasiennya. Nikki baru sadar ketika ia membelokkan mobilnya di tikungan. Langsung saja ia balik melambai ke arah laki-laki itu kemudian memutar kemudi dan menghentikan SUV hitamnya persis di halaman parkir kantor polisi setempat.
Setelah turun dari mobil, Nikki langsung bergerak menuju lobi. Seorang petugas yang berjaga disana langsung menghentikan Nikki dan menanyakan urusannya. Nikki bilang ia ingin bertemu Kate dan petugas itu memintanya untuk menunggu di ruang tunggu.
Nikki menolak dengan mengatakan, “tolong hubungi dia dan katakan ini penting. Aku perlu berbicara dengannya sekarang.”
“Tolong tunggu dulu di sana.”
Nikki mengembuskan nafas, merasa kesal sekaligus frustrasi karena paginya yang ruwet. Kalau saja Dean tidak membiarkan teleponnya menggantung begitu saja - kalau saja laki-laki itu tidak menyebut-nyebut tentang gadis yang dibunuh dan insiden berdarah, segalanya mungkin akan berbeda: Nikki tetap pergi bekerja dan ia akan mencoba menghubungi Kate selagi merencanakan perjalanan untuk menyusul Dean kesana. Tapi semuanya tidak berlangsung seperti itu, alih-alih semua orang sepertinya berusaha menyulitkanya pagi itu.
Atur nafas, kendalikan pikiranmu..
Kegelisahannya tidak mereda begitu saja. Nikki merasa malu karena tiba-tiba saja fokusnya buyar dan ia mulai bertingkah dengan cara yang selalu dihindarinya selama ini. Alih-alih duduk menunggu di bangku seperti yang disarankan oleh petugas di lobi, Nikki justru bergerak menyusuri lorong yang menuju ke toilet, dan ketika tidak ada seorang yang melihatnya, ia langsung mengambil kesempatan itu untuk menyusup masuk ke dalam kantor.
Nikki harus memasang wajah tebal saat menyadari beberapa petugas berseragam memandanginya selagi ia berjalan melewati ruang kerja mereka. Seorang petugas di belakang berusaha menghentikannya, tapi alih-alih berbalik, Nikki justru mengabaikan laki-laki itu dan berjalan menuju pintu kayu yang terbuka di ujung ruangan. Hanya beberapa langkah jauhnya dari ruangan Kate.
“Bu! Bu! Pengunjung dilarang masuk kesini..”
Nikki mempercepat langkahnya. Tujuh langkah lagi dan ia akan sampai di depan pintu ruangan Kate. Lima langkah.. empat langkah.. jantungnya bergedup kencang, nafasnya memburu. Dua langkah, kemudian petugas itu menarik lengannya dan menghentikan Nikki persis ketika Nikki berada dalam jarak satu langkah dari pintu ruangan Kate.
“Bu, dilarang masuk!” kecam petugas itu dengan tegas.
“Aku hanya perlu menemui iparku, Kate!” Nikki membalas tanpa merasa gentar. Raut wajahnya mengeras, ia sudah bersiap untuk bersikap defensif persis ketika pintu digeser tebuka lebih lebar dan seorang petugas berkulit hitam yang merupakan partner kerja Kate bernama Kevin baru saja keluar dari sana.
“Nikki?” katanya dengan satu alis di angkat. Kevin memandangi Nikki dan petugas yang berusaha menghentikan Nikki itu secara begiliran kemudian setelah membaca situasinya, Kevin menyelamatkan Nikki dengan memberi anggukan pada petugas itu dan berkata, “tidak apa-apa. Aku akan mengurusnya kau bisa melanjutkan pekerjaanmu.”
Petugas yang menahan Nikki tanpak enggan ketika melepaskan lengan Nikki dan berbalik pergi. Setelah menutup pintu ruangan di belakangnya, Kevin langsung bertanya, “apa yang kau lakukan disini?”
“Apa Kate ada?”
“Tidak, dia ditugaskan ke luar kota hari ini.”
“Apa?”
“Ya, tugas dadakan.”
“Berapa lama?”
“Aku tidak tahu, mungkin sehari atau dua hari.”
“Kapan dia pergi?”
“Sekitar dua jam yang lalu. Atasan kami di Idaho memintanya untuk mengurus kasus tertentu karena petugas kami menghilang tanpa kabar. Kate terhubung dengan kasus itu jadi dia meminta Kate untuk menanganinya sampai petugas penggantinya datang.”
“Apa dia tidak membawa ponselnya?”
“Aku tidak tahu tapi dia mungkin sedang berada di pesawat sekarang. Tapi omong-omong dia memintaku untuk mengawasimu dan Dean. Dia mengatakan tentang Dean..”
“Ya! Ini penting. Sesuatu terjadi pada Dean.”
Kevin membimbing Nik berjalan menuju lorong sehingga mereka mendapatkan kesempatan untuk berbicara dalam situasi yang lebih tenang, kemudian laki-laki berusia akhir empat puluhan itu bertanya, “apa yang terjadi, Nik?”
“Dia menghubungiku pagi ini. Dia bilang kalau dia baru saja menyaksikan pembunuhan di tempat itu.”
“Apa dia memiliki bukti?”
“Tidak, dia hanya melihatnya.”
“Bagaimana kejadiannya?”
“Di tengah hutan, dia pergi ke suatu tempat dan melihat penduduk disana mengadakan semacam upacara khusus. Dean bilang mereka membawa seorang gadis ke atas tebing dan mendorongnya jatuh dari sana. Orang-orang itu melihat Dean dan mereka mengejarnya. Aku sedang berbicara dengannya di telepon, tapi dia kedengaran terburu-buru. Kurasa dia berlari menghindari sesuatu dan.. aku mendengar teriakan. Teriakannya. Aku mencoba bertanya apa yang terjadi. Dia hanya bilang ‘menereka mengenaiku’ kemudian ‘darah’, kakinya berdarah. Setelah itu sambungan telepon kami terputus begitu saja. Mungkin karena baterai ponselnya habis, tapi itu biasa saja karena seseorang menangkapnya. Dia butuh bantuan, dia memintaku untuk mengatakannya pada Kate, tapi Kate tidak menjawab teleponku jadi langsung saja aku datang kesini.”
“Oke, kau tahu dimana dia berada sekarang?”
“Tidak secara spesifik.”
“Apa maksudmu?”
“Itu kawasan pegunungan dan letaknya bermil-mil jauhnya dari tempat pemberhentian terakhir. Tidak ada sinyal disana dan sangat sulit untuk menemukan tempatnya di maps.”
“Tapi kau tahu nama pemberhentian terakhir itu?”
“Ya,”
“Kalau begitu ikut aku, aku perlu mengumpulkan beberapa keterangan darimu kemudian aku akan melihat apa aku bisa membawa orang untuk pergi kesana.”
Nikki punya firasat buruk, jadi tanpa berpikir ulang dia langsung bertanya, “Berapa lama sebelum kau bisa mengirim seseorang untuk membantunya?”
“Aku tidak tahu Nik, kuusahakan secepatnya. Kami tidak bisa mengirim orang begitu saja ke tempat yang jauh tanpa bukti kuat.”
Nikki memikirkan beberapa foto yang dikirim Dean ke ponselnya: sebuah makam dengan simbol setan dan nisan bertuliskan tanda kematian yang aneh. Pertanyaannya apa semua itu cukup kuat untuk dijadikan sebagai bukti? Nikki masih menyimpan beberapa pesan terakhir Dean yang masuk ke ponselnya, namun tidak semua dari pesan-pesan itu mengindikasikan sebuah tanda bahaya. Belum lagi ia tidak punya rekaman apapun dari percakapan terakhirnya dengan Dean di telepon. Ia rasa menunggu kepolisian memutuskan untuk mengirim seseorang atau tidak hanya akan membuang-buang waktu.
“Kevin, aku tidak tahu apa itu ide yang bagus. Dean membutuhkan bantuan sekarang juga dan aku rasa dia tidak bisa menunggu selama itu.”
“Dalam hal ini aku tidak bisa berbuat apa-apa Nik.”
Nikki menggerakan tubuhnya dengan gelisah, kebingungan. Ia menopangkan tubuhnya pada satu kaki kemudian bertumpu pada kaki yang satunya selagi memikirkan jalan keluar tercepat untuk mengatasi situasi itu.
“Begini saja, aku akan meninggalkan pesan untuk Kate dan begitu kau mendapat kabar darinya, tolong sampaikan pesan itu segera. Dean sudah berbicara padanya jadi aku yakin Kate tahu apa yang harus dilakukan.”
“Itu pilihanmu. Tapi aku perlu tahu apa yang ingin kau lakukan?”
“Aku akan melakukan apa yang diperlukan.”
“Kau tahu itu berbahaya untuk mengambil tindakan sendiri..”
“Jangan khawatir Kevin, tolong sampaikan saja pesannya pada Kate. Sekarang dimana aku bisa merekam pesannya?”
Kevin memandangi Nikki dengan curiga, tapi tetap berbaik hati untuk menujukkan ruangan kecil di ujung lorong tepat dimana Nikki bisa merekam suaranya dan meninggalkan pesan itu untuk Kate.