Cukup sudah. Miko tidak tahan dengan kalimat pedas Irna yang syarat akan godaan. Pria itu segera menghampiri wanita itu, manarik pinggangnya hingga tubuh mereka berdua saling menempel. Mereka saling berpandangan, Miko mengumpat lirih ketika merasakan desiran aneh di setiap jengkal tubuhnya saat ini, terlebih kini Irna dengan berani menggoda dengan mengalungkan kedua tangannya di leher Miko.
“Damn Na! Lo akan menyesal sudah menggoda gue.”
Irna terkekeh geli sebelum mendaratkan satu buah kecupan di bibir Miko hingga membuat pria itu tertegun seperti tersengat listrik. “Gue nggak akan menyesal. Mungkin lo yang menyesal? Siapa tau.”
“Sialan!”
Miko menarik Irna semakin erat agar tubuh mereka benar – benar menempel, lalu pandangan mereka bertemu dan Irna reflex memejamkan matanya saat Miko mendekatkan wajahnya. Miko melumat bibirnya dengan ciuman panjang dan dalam.
Pagi harinya, ketika Miko membuka mata, tidak ada Irna di sampingnya. Panik sudah pria itu, membayangkan jika Irna kabur pada saat lelaki itu terlelap. Pria itu segera menyibak selimut. Mencari – cari pakaiannya yang berhamburan, lalu segera keluar mencari keberadaan Irna.
Miko sudah mencari Irna di lantai dua dan lantai satu ruko, tapi dia tetap tidak mendapati keberadaan istrinya itu. Semakin paniklah Miko, terlebih rolling door Miko terbuka. Miko pun mengeluarkan motornya dari dalam, bermaksud mencari keberadaan Irna. Ketika dia akan menghidupkan mesin motornya, pupil matanya memandang siluet Irna yang sedang berlari memasuki pelataran ruko. “Kemana saja?” Ujar Miko setengah membentak. Irna menatap Miko datar dan berkata, “Lari lah! Lo nggak lihat gue pakai celama training gini?”
Berdecak kesal, Miko menarik lengan Irna untuk masuk. Irna yang tidak suka di tarik – tarik memilih menghempaskan tangannya dan menatap benci pada Miko. “Apa sih lo Mik? Nggak jelas banget!”
“Lain kali pakai baju yang benar kalau lari. Jangan pakai tanktop Irna!”
“Terserah gue dong. Tubuh – tubuh gue. Hidup juga hidup gue!”
“Tapi sekarang lo istri gue!”
Irna berkacak pinggang menatap sengit suaminya, “Bukan berarti karena semalam lo tidur sama gue jadi sekarang lo bisa seenaknya ya Mik!”
“IRNA!”
“Apa lagi sih? Berisik banget tau nggak?”
Tanpa mamandang Miko. Irna segera berlari menaiki satu persatu tangga. Dia terlalu jengkel dengan pria itu. Sekalipun sekarang Miko adalah suaminya, seharusnya lelaki itu tidak banyak mengaturnya. Toh mereka menikah bukan karena saling suka. Seharusnya lelaki itu bersyukur, Irna berbaik hati memberinya bonus untuk tidur bersama. Tapi pada dasarnya Miko itu orang yang mudah baper, baru di kasih itu dikit aja, sudah sok mengecap Irna sebagai kepunyaannya.
Aneh memang..
“Memangnya lo nggak kerja apa? Kerja sana. Cari uang yang banyak biar gue bisa foya – foya!”
Mendengar itu, Miko hanya bisa mengurut d**a mendengar ucapan pedas istrinya. “Aku cuti, baru masuk besok. Aku ke bawah dulu cari sarapan.” Ujar Miko, lalu pria itu keluar kamar dan turun ke lantai bawah berencana mencari sarapan untuknya dan Irna.
Dia memutuskan membeli bubur ayam saja yang berada tak jauh dari ruko. Tak sampai tiga menit berjalan, dia sudah sampai di warung bubur ayam itu, “Buburnya, dua. Yang satu kayak biasa, yang satu komplit.”
“Tumben pesen dua?” Tanya penjual bubur sembari membungkus pesanan orang.
Miko pun tak menjawab, karena merasa dia tidak perlu menjawabnya. Namun, penjual bubur itu malah menatapnya dan tersenyum penuh keanehan padanya. “Ah, saya mah tau, pasti satunya buat Si Eneng yang barusan masuk ruko. Si Eneng cantik juga ya. Pacarnya, Bang?”
“Bukan—istri..”
Penjual bubur itu lantas terkejut dengan penuturan Miko. “Memang nikah kapan? Kok saya nggak di undang?”
“Kemarin. Sudah buruan bubur gue. Gue laper ini.”
“Oh iya ini siap. Saya kasih lebih porsinya, soalnya tahu semalam pasti Abang kerja keras, jadi sekarang kelaparan.”
Miko ingin sekali menjitak kepala botak penjual bubur itu. Namun, karena banyak juga pembeli yang berdatangan, Miko memilih menahan kejengkelannya. Setelah selesai pesanan di buat, Miko segera membayarnya dengan uang pas, lalu beranjak pergi dari sana cepat – cepat.
Sesampainya ia di ruko. Miko segera menaiki lantai dua untuk menuju dapur. Di sana, Miko menata bubur ke piring dan menyiapkan secangkir kopi untuk dirinya sendiri. Tak seberapa lama, terdengar seseorang menuruni tangga membuat Miko yang tengah mengaduk kopi mendongak dan ia pun selama beberapa detik sempat terpana.
Dengan pakaian rumahan dan rambut yang setelah basah, Irna benar – benar tampak memukau relung jiwanya.