~Langit~
Aku sedang ada rapat penting dengan klien yang ingin bekerja sama dengan pabrik kueku saat tiba-tiba satpam masuk dan membisikkan sesuatu padaku.
"Apa maksudmu ?" Tanyaku begitu mendengar ucapannya.
"Iya pak, calon istri bapak menunggu dibawah." Ucapnya lagi yang tentu saja membuat mataku membulat.
Beberapa klienku bahkna tersenyum mendengar ucapan satpam itu. Tapi tidak dengan Mery, dia langsung memanyunkan bibirnya penuh dengan kemarahan sambil terus menatapku.
"Mohon maaf pak bu saya permisi sebentar, bisa dilanjutkan dulu dengan sekertaris saya Mery, saya akan segera kembali." Kataku sebelum pergi meninggalkan Mery dan klienku.
Aku bergegas menuruni tangga dan turun kebawah, kepalaku penuh tanda tanya dengan seseorang yang dengan beraninya mengakui bahwa dia adalah calon istriku. Bahkan aku saya tidak pernah memiliki hubungan spesial dengan siapapun selain Mery saat ini.
"Siapa kamu ?" Tanyaku begitu melihat seorang wanita berambut coklat sebahu berdiri di dekat pos satpam membelakangiku.
"Om Langit ?"
Aku kaget melihat siapa sosok perempuan yang berdiri di depanku. Dia adalah Senja, gadis kecil yang selalu Bintang sebut dihadapanku sebagai mamanya. Dia juga teman sekolah Mentari. Bagaimana bisa dia tiba-tiba ada disini bahkan beraninya dia mengakui bahwa dia adalah calon istriku.
"Apa yang kamu lakukan disini ?" Bentakku !
"Om maaf, saya ..... "
"Apa maksudmu mengatakan pada satpam bahwa kamu adalah calon istri saya ?" Tanyaku sekali lagi.
"Maaf om saya gak bermaksud seperti bohong. Saya terpaksa karena pak satpam tidak mengijinkan saya untuk bertemu sama om, makanya saya terpaksa bilang kalau saya calon istri om."
"Apa urusanmu ingin bertemu dengan saya ?"
"Om saya mau minjem uang."
Gadis kecil yang bodoh itu bahkan semakin terlihat menjijikkan dimataku setelah keberaniannya mendatangi kantorku, mengaku sebagai istriku bahkan dia berani meminjam uang padaku. Dia bukan siapa-siapa, aku tak mengenalnya, aku juga sama sekali tidak pernah berhutang budi padanya, tapi melihatnya dengan keberanian seperti itu membuatku semakin memandang rendah dirinya.
"Saya tidak mengenal kamu. Saya tidak ada urusan sama sekali sama kamu. Berani sekali kamu datang kesini untuk mempermalukan saya bahkan meminjam uang sama saya ?"
"Om saya mohon bantu saya om, saya mau kok jadi OB di kantor om."
"Karyawan saya sudah banyak !"
"Atau kalau tidak saya juga bisa jadi pembantu di rumah om, saya bisa momong Bintang om. Tolong saya om!"
"Bintang itu sudah besar, dia sudah sekolah, tidak perlu di momong seperti bayi !"
"Saya mohon om, saya tidak tau harus minta bantuan sama siapa lagi, saya dan ibu saya diusir dari rumah akibat perbuatan ayah saya om, saya gatau lagi harus tinggal dimana om sama ibu saya, pinjam salon juga gak mungkin dapat uang banyak untuk sewa rumah om."
"Kamu pikir saya perduli ? Lebih baik kamu pergi dari sini !" Kataku sambil pergi meninggalkannya.
"Om saya mohon om!" Kali ini dia berlutut memegang kakiku, dia bahkan menangis dan memohon kepadaku.
"Silahkan pergi dari sini atau saya suruh satpam buat usir kamu !" Ancam saya sambil melepas paksa pegangan tangan dia dari kaki saya.
"Saya janji akan bayar om kalo om mau minjemin saya uang. Saya ..... "
"Satpam !" Panggilku.
"Ok dengarkan saya dulu om, saya ........ "
"Bawa dia pergi dari sini, dan jangan pernah ijinkan dia untuk menginjakkan diri disini lagi. Dia bukan calon istri saya. Saya saja tidak mengenal dia sama sekali !" Kataku sambil meninggalkannya.
Kubenarkan jasku yang berantakan gara-gara tarikan Senja. Aku melangkah masuk kembali ke dalam kantor. Entah kenapa aku kembali melihat kebelakang, kulihat Senja menaiki motornya dengan penuh air mata. Aku tidak ingin iba pada gadis murah seperti dia, sekali ditolong pasti dia akan melunjak. Toh aku juga sama sekali tak mengenalnya. Kembali kulangkahkan kakiku menuju lantai dua, klienku pasti sudah menungguku.
"Maaf pak bu sudah menunggu lama." Kataku ramah begitu aku sampai di ruanganku.
"Ah tidak apa-apa. Lho mana calon istrinya pak ? Kok tidak dibawa masuk ?" Kata klienku.
"Ah itu tadi hanya anak kecil yang iseng saja pak. Teman anak sekolah saya." Jawabku seadanya.
"Kalaupun iya juga tidak apa pak Langit, anda kan sudah sendiri selama 8 taun, alangkah baiknya segera mencari pendamping." Goda istri klienku.
"Hahahha iya pak doakan saja. Oiya jadi gimana tadi kelanjutannya ?"
"Kami sudah membicarakan dengan bu Merry pak, semoga nanti kerjasama kita berhasil. Kami pamit dulu ya pak Langit, soalnya masih ada hal yang harus kita urus."
"Oh iya pak bu, terima kasih. Mohon maaf sekali lagi kalau tadi sempat ada kericuhan kecil."
"Ah tidak apa, jangan lupa pak Langit."
"Iya pak lupa kenapa ?"
"Kalau nikah lagi, saya diundang ya ? Hahaha"
"Ah kalian berdua bisa saja. Pasti pak bu, doakan saya segera bertemu jodohnya. Hehehe."
"Aamiin."
Klienku pergi. Kututup pintu ruanganku tak lupa ku kunci pintunya agar tidak ada seorangpun yang masuk. Kulihat Mery sudah berdiri di sudut kantor sambil membelakangiku, sudah kupastikan dia marah, dan pasti dia akan meminta penjelasan dariku atas ulah Senja tadi.
"Sayang .... "
"Siapa calon istrimu itu ?" Tanyanya dengan nada penuh amarah.
"Cuma anak kecil, dia gak jelas, aku saja tidak kenal."
"Bohong !" Sergapnya lagi.
"Aku serius. Dia itu teman sekolah Mentari, aku tidak mengenalnya, dia kemari hanya untuk meminjam uang padaku. Biasalah, mungkin anak kecil dengan kehidupan bak sosialita."
"Kalau kamu tidak mengenalnya, bagaimana dia bisa mengakui kalau dia calon istrimu ?"
"Karna satpam tidak mengijinkannya masuk, makanya dia sengaja berbohong agar bisa bertemu denganku."
"Kamu gak lagi bohong kan ?"
"Apa aku bisa berbohong padamu ?" Tanyaku pada Mery.
Mery memelukku. Dia juga mencium bibirku hingga membuat adik kecil di bawahku terbangun dari tidur panjangnya. Tentu saja itu membuatku membalas ciuman bibirnya. Tak lupa tanganku meraih kedua bukit kembar miliknya yang begitu hangat.
"Jadi kapan kamu mau meresmikan hubungan kita di depan anak-anakmu sayang ?" Tanyanya sambil melepas ciumanku.
Aku segera melepas pelukannya. Jika sudah keluar pertanyaan seperti ini dari bibirnya aku langsung hilang nafsu dan berusaha menjauh darinya.
"Kenapa ?" Tanyanya.
Aku kembali membenarkan jas dan pakaianku yang menjadi sedikit berantakan.
"Mau sampai kapan ?" Tanyanya kembali.
"Mery bukankah kamu sudah tau bahwa anak-anakku tidak menyukaimu ? Aku tidak bisa menikahimu tanpa restu dari mereka."
"Berikan aku kesempatan untuk dekat dengan mereka, biarkan aku berusaha untuk mengambil hati mereka, aku yakin setelahnya mereka pasti akan merestui hubungan kita."
"Bukan aku tidak mengijinkan, aku hanya tidak mau kamu kembali sakit hati seperti dulu lagi, ingatkah kamu apa yang kamu dapatkan saat berusaha mendekati mereka ? Fikirkan kembali itu."
"Lalu mau sampai kapan ? Aku juga ingin kejelasan status."
"Aku tidak tau, tapi jika kamu memang tidak sabar silahkan kamu pergi, aku tidak apa jika kamu sudah menemukan sosok pria yang lebih baik dariku."
"Kamu itu !" Brak ! Merry keluar membanting pintu ruangan.