BINTANG

1038 Words
Namanya Bintang. Usia aku perkirakan sekitar 7 taunan. Anaknya cantik berambut panjang. Dia bilang melihatku seperti melihat mamanya. Ketika kutanya dimana mamanya dia bilang sudah meninggal, seketika aku terenyuh mendengar segala cerita dia. Masih banyak sesungguhnya hal yang ingin ku tanyakan padanya tapi sayangnya aku harus kembali bekerja, untungnya kak Biru pengertian. Dia bersedia mengantarkan Bintang kembali ke sekolahan karena takut jika keluarga dan pihak sekolah mencarinya. "Kenapa nduk ?" Tanya ibuku. "Tadi ketemu sama anak kecil buk, dia bilang aku mirip mamanya yang sudah meninggal. Aku jadi sedih mendengar ceritanya." "Trus ?" "Aku gak tau lagi buk, soalnya waktunya ga lama juga. Kebetulan pas Senja jam istirahat, tapi kebetulannya ada kak Biru, jadi dibantu oleh dia pas pulangnya. Soalnya kan Senja mesti kerja lagi." "Katanya ada 7 dari 10 orang dengan wajah yang mirip. Mungkin memang kebetulan kamu mirip. Kalau bertemu lagi kelak jadilah sosok mama untuknya. Setidaknya bisa sedikit menghibur dia menghilangkan kerinduan dia pada mamanya." "Gimana caranya buk ? Mana ngerti coba Senja gimana caranya jadi ibu ?" "Kan ga garus jadi ibu juga. Mungkin perhatian atau jika bertemu diajak bermain kan bisa." "Belom kepikiran sama sekali buk. Ya kali kalau harus di panggil mama lagi. Untung coba tadi barengnya sama kak Biru. Coba kalo orang lain yang denger, bisa dikira anak Senja beneran kan berabe." "Yasudah yasudah. Ibuk mau tidur dulu. Kamu istirahat ya, sudah malam. Jaga kesehatan. ***** Hari ini aku bekerja seperti biasanya. Berharap ga ketemu kejadian kaya kemarin lagi. Tapi serius kalau dipikir-pikir ga lucu banget kalau tiba-tiba dipanggil mama sama anak kecil di depan orang banyak. Kak Biru aja udah mikir negatif kemarin. Secara aku baru aja lulus SMK yakali tiba-tiba udah punya anak segede itu. "Bengong lo !" Tiba-tiba Mentari mengagetkanku. "Mentari ?" "Mikir duit ya lo ? Kasian. Sini creambath gue, tar gue kasih tambah tips biar bisa buat lo kuliah. Hahahha." "Kemarin kan udah nyalon, ngapain sih nyalon lagi ?" Tanyaku cemberut. "Suka-suka gue dong. Duit gue kan banyak. Ya ga Mek ?" "Betul mbak Mentari. Lagian kamu ini Ja, udah bagus lho mbak Mentari rajin ke salon, kan harusnya seneng salon jadi rame." Kata mba Meka nyerocos. "Sama mbak Meka aja deh. Akunya males." Jawabku. "Songong amat lo! Ga butuh duit emang buat kuliah ?" "Bodo amat ! Mending makan ! Wekk !" Kataku sambil beranjak keluar salon. Bruk ! Aku menabrak seseorang tepat di depan pintu salon. Tipis banget tubuhku ya kalau nabrak orang pasti jatuh. Besok harus banyak makan nih biar gendutan dikit. "Mama ?" Deg ! Jantungku tiba-tiba langsung berdetak keras ketika kembali mendengar suara itu memanggilku dengan sebutan mama. Bukan karena apa-apa, tapi ini ditempat kerjaku. Aku bahkan tidak berani bangun dari tempatku terjatuh karena bingung memikirkan pandangan orang-orang terhadapku dan penjelasan apa yang harus aku berikan pada orang-orang nanti. Ya Tuhan kenapa harus ketemu lagi sih ? Apalagi teman-teman tau kalau belum menikah, mereka pasti mikirnya aku bohong dan hamil di luar nikah nih. "Mama ayo bangun, aku tolongin ma." Kata Bintang lagi, kali ini dia duduk di hadapanku. Wajah polos cantiknya sungguh membuatku tidak tega untuk menolak pertolongannya. "Bintang, dia siapa kenapa kamu memanggilnya mama ?" Tanya suara tegas pemilik pria disamping Bintang yang akupun bahkan tak berani melihat wajahnya. "Dia mamaku pa." Jawab Bintang dengan polosnya kemudian memelukku. "Mama, Bintang seneng ketemu mama lagi." Kata Bintang sambil memelukku. "Heh Bintang ! Apaan sih kamu !" Mentari langsung menghampiri Bintang dan menariknya dari pelukanku. "Mentari jangan sekasar itu sama adek kamu !" Bentak seorang laki-laki yang kuperkirakan pasti papa Bintang. "Lihat nih !" Kata Mentari emosi sambil mengangkat wajahku. "Dia Senja. Temen sekolah kak Tari. Bukan mama ! Ngerti !" Bentak Mentari lagi yang membuat Bintang menangis dan memeluk papanya. "Papa kak Tari jahat. Hiks hiks hiks ." Bintang menangis. "Dan lo Ja, awas ya sampai lo kegeeran sama perkataan ade gue!" Ancam Mentari padaku. "Sudah sudah ayo kita pulang saja kalau begitu !" Ajak papa mereka. "Yah, gak jadi nyalon dong pa ? Bulan kan pengen nyalon pa." Kata anak perenpuan ayu yang kuperkirakan usia 15 taunan. "Kamu tau kan adek kamu nangis ? Kalau mau kamu bisa sama kakakmu! Adek biar pulamg sama papa, nanti papa jemput jika sudah selesai." "Gak mau pa, Bintang mau sama mama." Bintang tiba-tiba meronta meminta turun dan berlari kepadaku. "Bintang !" "Tari ! Sudah ! Biarkan saja!" Bentak papa mereka. "Mek, creambath gue !" Perintah Mentari kepada mbak Meka sambil melihatku penuh amarah. "Mbak aku juga mau di creambath ya ?" Kata anak ayu satu lagi padaku. "Iya dek. Sama mbak Meti ya." Jawabku sambil menunjuk pada mbak Meti. "Oke." Sekarang tinggal aku, Bintang, dan pria berwajah dingin yang biasa dipanggil Bintang papa yang masih berdiri di depan pintu salon. Jujur aku gugup banget dan gak tau harus ngomong apa. "Bintang mau nyalon ? Mau di creambath juga ?" Tanyaku menghapus dingin diantara kami. "Enggak mau. Bintang mau duduk aja sama mama." Jawab Bintang polos. "Hah ? Tapi kan kakak harus kerja. Nanti bisa dimarahin sama bos kakak." "Papa .......... " Bintang melihat ke arah papanya mengisyaratkan sesuatu. "Mmmmm mbak ...... " "Senja. Nama saya Senja om." Kataku mengerti kebingungan papa Bintang. "Oke Senja, perkenalkan saya Langit, orang tua dari Mentari, Bulan, dan Bintang. Saya minta maaf sebelumnya jika anak saya membuatmu tidak nyaman, nanti saya akan coba jelasin semua sama dia kalau di rumah. Tapi untuk sementara selama disini sambil menunggu kakaknya creambath bisa kamu bantu menuruti keinginan anak saya ?" "Tapi om, saya ..... " "Kebetulan saya kenal sama mbak Intan bos kamu. Nanti biar saya yang ngomong sama dia." "Oh begitu, baik om." "Bintang sekarang mau apa ? Biar kakak temenin." "Papa ambilin boneka sama jajan aku di mobil dong, Bintang mau main dan disuapin sama mama." Pinta Bintang. "Iya sayang. Papa ambilin dulu di mobil. Sekalian papa telpon tante Intan dulu ya." Kata om Langit sambip beranjak pergi. "Yuk kita masuk Bintang." Ajakku pada Bintang duduk di kursi tunggu. "Mama kerja disini ?" Tanya Bintang. "Iya Bintang kakak kerja disini. Kenapa ?" "Jangan kakak dong, bisakah aku panggil kamu mama dan kamu jadi mamaku ?" Deg ! Jantungku serasa mau copot mendengar permintaan Bintang. Bagaimana bisa aku menurutinya untuk menjadi mamanya, dan mengijinkan dia terus-terusan memanggilku mama ?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD