Kinan menekan pedal gas dengan sekuat tenaga, wajahnya di banjiri air mata.
Bayangan Hansel yang memeluk erat wanita lain kembali melintas di pikirannya. Terlebih lagi, wanita lain itu adalah orang dekatnya.
Belum lagi kalimat kejam Hansel yang terus menerus menggema di otaknya berulang kali.
"Aku telah menikahi seorang i***t, apa kau pikir anak di dalam kandunganmu berharga bagiku?! Aku akan pastikan kau dan anak itu hidup tenang bergelimang kemewahan tapi jangan pernah berpikir kalau aku akan mengakuinya."
Air mata semakin deras keluar tanpa mampu ditahannya lagi. Selama ini, pria itu adalah pusat kehidupannya, harapannya satu-satunya.
Menikah dengan Hansel adalah hal paling membahagiakan dalam hidup Kinan. Tidak perduli meskipun saat itu usianya masih termasuk sangat muda sementara Hansel sendiri sudah tergolong dewasa.
Di saat gadis-gadis muda seusianya bermimpi untuk menjadi pegawai kantoran atau mencoba mengejar karir di berbagai bidang. Kinan hanya punya satu cita-cita, menjadi pendamping Hansel, hal yang sudah lama ditetapkannya sejak saat ia bertemu pria itu pertama kali ketika remaja.
Hatinya telah terpaut pada pria itu saat pria itu mengulurkan tangan ke arahnya untuk sekedar mengacak-acak rambutnya dengan gemas atau ketika pria itu membiarkan kemejanya basah oleh air mata Kinan saat ia teringat ibunya.
Tapi sayangnya ketika menikah, sikap Hansel berubah sembilan puluh derajat kepadanya. Hansel hanya menyentuhnya saat mabuk, dan ketika sadar, pria itu selalu akan menatapnya dengan tatapan jijik seakan dia adalah kotoran.
Ia tidak mengerti, kalau memang seperti itu, mengapa Hansel harus setuju untuk menikahinya?
Pria itu memiliki lebih dari sebuah alasan untuk menolak keinginan ayah mereka untuk menikahkan mereka berdua, tapi ia tidak melakukannya.
Karena itu, selama ini Kinan menyangka kalau jauh di dalam hatinya Hansel mungkin memiliki perasaan yang sama dengan dirinya.
Sayangnya ia salah!
Dia telah salah menilai semua perhatian Hansel yang pernah ia terima selama ini.
Satu tahun lebih pernikahan mereka ternyata tidak berarti apa-apa bagi pria itu.
Selama ini dia sendiri yang hidup dalam mimpi, menolak untuk menerima kenyataan kalau Hansel tidak pernah memiliki perasaan yang istimewa untuk dirinya.
Kinan menarik nafas panjang, ia menghapus air matanya. Perlahan ia menyentuh perutnya, tempat dimana buah hatinya berada saat ini. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana harus membesarkan anak ini seorang diri, tapi tampaknya ia tidak memiliki pilihan lain.
Kinan tersenyum pahit mengingat kenyataan itu.
Berusaha menenangkan dirinya sendiri, Kinan mencoba memperlambat laju kendaraan yang tengah ia kemudikan. Namun jangankan berhenti, mobil mewah itu malah melaju semakin kencang.
Wajah Kinan kini pucat pasi, rem mobilnya tidak berfungsi. Rasa panik kembali menyusup ke dalam hatinya.
"Han..sel."
Mobil mewah berwarna putih itu melesat menembus jalanan yang sepi tanpa terkendali, sebuah truk melintas tiba-tiba di depannya.
Kinan membanting kemudi, berusaha menghindari tabrakkan tapi mobilnya malah menghantam pembatas jalan dan terjun bebas dari jalan layang.
Kinan memejamkan matanya sekuat tenaga, kedua tangannya tanpa sadar memeluk perutnya erat sebelum akhirnya ia kehilangan kesadarannya.
#
Berita pagi menayangkan siaran tentang sebuah kecelakaan tunggal yang melibatkan istri dari seorang pengusaha terkenal.
Seorang pria tua duduk termangu di depan Tv. Menatap layar dengan tatapan hampa.
"Apa....dia masih hidup?"
Suaranya terdengar berat.
Seorang pria lain dengan pakaian formal hitam mendekati pria itu dan menyerahkan sebuah laporan medis.
"Tuan, Nona kehilangan bayinya dan saat ini dia mengalami koma." Ucap pria dengan pakaian hitam tersebut.
Pria itu menatap laporan medis di tangannya untuk sesaat. Ia mendesah pelan.
"Hanya kehilangan bayinya. Lebih baik seperti itu. Bayi itu hanya akan menjadi penghalang nantinya." Ada kelegaan sekaligus kesedihan terkandung di nada suaranya.
"Aku ingin, saat ia kembali kepadaku, dia sudah benar-benar siap menyandang nama yang seharusnya miliknya sejak dulu." Ucapnya lagi.
Pria itu meletakkan laporan medis tersebut di atas meja di depannya dan bangkit berdiri dengan dibantu oleh seorang pelayan, langkah kakinya terlihat pincang dengan ditopang oleh tongkat saat ia meninggalkan ruangan tersebut.