Bab 8 : Cinta Itu Sudah Hilang

1335 Words
# Kinan menatap hasil pemeriksaan di tangannya. Dokter Adam tersenyum lembut. "Jadi, kondisimu tampaknya baik-baik saja sekarang. Untuk sakit kepala, itu adalah reaksi biasa setiap kali otak bekerja keras untuk mengembalikan sebagian ingatanmu." Ucapnya. Kinan mengangguk mengerti. "Aku juga merasa baik-baik saja. Terima kasih dokter." Ucap Kinan seraya bangkit berdiri. Dokter Adam mengikuti gerak tubuh Kinan dengan pandangan yang sulit diartikan. "Apa anda keberatan kalau....saya...maksudnya aku mengajak makan malam? Itu kalau kau tidak keberatan." Ucap Dokter Adam. Kinan mematung di tempatnya, menatap dokter muda di depannya dengan tatapan datar untuk sesaat. Namun kemudian sebuah senyuman terukir di bibirnya. "Aku tidak berpikir kalau itu adalah ide yang bagus dokter. Tapi aku menghargainya. Dokter pantas untuk wanita yang jauh lebih baik." Ucap Kinan. Dokter Adam tersenyum sendu. "Aku mengerti, maaf kalau aku membuatmu merasa tidak nyaman. Kuharap setidaknya kita bisa menjadi teman baik?" Ucapnya. Dalam hati ia menyalahkan dirinya sendiri, kenapa juga hatinya harus memilih wanita yang sudah bersuami. Kinan hanya tersenyum datar sebelum sosoknya akhirnya menghilang di balik pintu. Dokter Adam menghela nafas sambil mengacak rambutnya. "Apa yang sudah kulakukan?" Keluhnya pada diri sendiri. Saat yang sama benda mungil di atas mejanya berbunyi. Dokter Adam terpaku sesaat saat benda itu menampilkan wallpaper wajah Kinan. Dengan gerakan secepat kilat, ia menyambar benda itu dan berlari keluar dari ruangannya. "Wanita yang baru saja keluar dari ruanganku, kemana dia?" Tanyanya pada perawat di bagian informasi. "Tampaknya dia masih menunggu taxi di depan. Kenapa Dok?" Perawat itu balik bertanya. Bukannya menjawab, dokter Adam malah berlari tergesa-gesa ke arah pintu keluar rumah sakit. Kinan baru saja akan masuk ke dalam taxi saat Dokter Adam memanggilnya. "Kinan!" Kinan menoleh. Dokter Adam menghampirinya dengan nafas memburu. "Ini....ketinggalan." Ucapnya. Kinan memandang benda yang disodorkan dokter Adam kepadanya dan tersenyum. "Terima kasih." Kinan meraihnya. Dokter Adam masih berdiri menatapnya. "Boleh....aku minta nomormu?" Tanyanya hati-hati. Kinan terdiam. Dokter Adam menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Jangan salah paham, aku hanya ingin berteman. Aku memang tertarik kepadamu tapi aku benar-benar tidak akan memaksamu, apalagi mengganggu pernikahanmu dan..." Dokter Adam mendadak terdiam saat Kinan malah menyodorkan handphonenya kembali. Kinan tersenyum. "Aku tidak ingat nomorku sendiri. Dokter bisa menyimpan nomor Dokter di dalam dan men-dialnya. Kurasa menambah seorang teman lagi tidak akan menjadi masalah." Ucap Kinan tenang. Dokter Adam tertawa, wajah tampannya seketika terlihat berbinar. Tentu saja ia tidak akan menunggu lama untuk melakukan apa yang dikatakan Kinan. Ia tidak memiliki maksud lain. Ia hanya ingin lebih mengenal Kinan dan cukup menjadi temannya saja. Itu sudah cukup untuknya. # Hansel berdiri diam di depan pintu kamar Kinan. Hari ini ia sengaja pulang lebih cepat. Entah kenapa ia ingin makan malam bersama dengan istrinya lagi meskipun kenyataannya makan malam terakhir mereka tidaklah meninggalkan kesan baik. Sayangnya ia harus kecewa ketika ternyata Kinan sedang keluar, sedikit banyak itu membuatnya kesal. Kinan tidak pernah lagi mengatakan kemana wanita itu pergi. Perlahan tangannya terulur ke arah pintu dan memutar handlenya. Mendesah pelan saat ternyata pintu kamar itu tidak terkunci. Sejak dulu, Kinan memang tidak pernah berubah. Dia selalu lupa mengunci pintu kamarnya. Hansel mendorong pintu kamar Kinan dan masuk kedalamnya kemudian menutupnya lagi. Untuk sesaat pria itu tertegun mendapati betapa kosongnya isi kamar itu. Meski ia jarang masuk ke kamar ini kecuali di saat ia mabuk dan terbangun di kamar ini dengan Kinan di sampingnya, tapi ia ingat betul bagaimana istrinya memenuhi dinding kamarnya dengan foto kenangan mereka dan bahkan foto-foto miliknya. Ini benar-benar seperti bukan Kinan. Hansel melangkah menuju lemari pakaian Kinan dan berakhir dengan mengerutkan dahinya saat melihat isi lemari itu yang menyisakan begitu banyak ruang kosong. Bukannya Kinan juga menyimpan kemeja dan pakaian miliknya di lemari ini? Hansel menarik nafas panjang. Kalimat Adnan beberapa waktu lalu kembali terngiang di kepalanya. "Suatu saat kau akan menyesal kalau dia bersinar dan kau tidak bisa menggapainya lagi." Hansel tersenyum sinis. Hansel baru saja akan keluar saat handle pintu diputar dari luar. Dalam sekejap ia membeku di tempatnya. Dipergoki berada dalam kamar Kinan oleh istrinya itu bukan sesuatu yang ia ingin terjadi saat ini. Jadi ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan itu dan berakhir pada kamar mandi pribadi Kinan. # Kinan baru saja akan masuk ke dalam kamarnya ketika Mbok Asih menghampirinya dan menyampaikan kalau Hansel ingin makan malam bersama. Ia hanya mengangguk malas sebagai balasannya. Hari ini benar-benar hari yang melelahkan untuknya. Seharian ia berkeliling Jakarta, mencoba menawarkan design-nya, namun jangankan tertarik, melirik design yang ia buat dengan susah payah itu saja tidak. Membayangkan harus makan malam dengan Hansel dan memulai pertengkaran yang sama dengan beberapa waktu lalu membuat Kinan merasa semakin pusing. Kinan masuk ke dalam kamarnya dan melemparkan tasnya sembarangan ke atas kasur, beberapa design miliknya ikut berserakan di atas kasur. Ia melangkah menuju kamar mandi, mengisi bathtub dengan air hangat, menambahkan aroma sabun kesukaannya sebelum kemudian menanggalkan pakaiannya begitu saja di lantai kamar mandi dan masuk ke dalam bathtub. Wangi sabun dan air hangat adalah surga tersendiri untuknya. Ini adalah satu-satunya caranya memanjakan diri sendiri di rumah ini. Perlahan Kinan memejamkan. Ia hampir saja terlelap saat perasaan tidak enak itu muncul. Kinan tersentak saat mendapati Hansel tengah menatapnya tajam. "Apa yang kau lakukan disini?!" Wajah Kinan merah padam. Dirinya tidak dalam kondisi siap untuk menerima intimidasi pria itu dalam bentuk apapun. Hansel hanya diam, sorot matanya masih sama. Dengan gerakan perlahan pria itu bergerak mendekat dan berlutut di samping bathtub. Kinan berusaha menenangkan gejolak hatinya, ia jelas merasa terancam dengan kehadiran pria itu. Hansel tersenyum miring. "Katakan padaku, apa ini caramu untuk memancing hasratku? Membuang semua benda yang ada hubungannya denganku? Kalau ya, kau berhasil, aku memang terpancing." Nada suara Hansel terdengar berat. Kinan balas menatap Hansel dengan tatapan mencemooh. "Apa ini? Apa tuan Hansel Adiwarman yang terhormat sedang merasa tertarik padaku? Jadi kau tipe orang yang akan menjilat kembali ludahnya? Kau sendiri yang bilang kalau kau tidak akan pernah menyentuhku lagi. Kau tidak mencintaiku bukan? Apa kau berubah pikiran?" Seulas senyum terukir di bibir mungil Kinan. Raut wajah Hansel mengeras. "Seorang pria tidak membutuhkan cinta untuk sekedar meniduri seorang wanita. Lagipula, jangan bilang kau tidak mencintaiku lagi." Ucap Hansel dingin. Tangannya perlahan masuk ke dalam busa, jemarinya membelai lembut betis hingga paha Kinan. Kinan menahan nafas. Tangannya terkepal, kedua iris hitamnya tampak berkaca-kaca. "Cinta? Sudah berapa kali kubilang kalau aku tidak mencintaimu lagi. Aku bahkan tidak begitu ingat bagaimana aku bisa mencintai pria sepertimu. Aku tidak keberatan melayani hasratmu, namun, pria seperti dirimu, memangnya mau b******a dengan wanita yang sama sekali tidak tertarik lagi kepadamu?" Ucap Kinan tajam. Hansel tertegun. Dalam sekilas, tangannya telah berpindah meraih dagu Kinan dan menekannya kuat, memaksa wanita itu menatapnya. "Kau pikir siapa dirimu? Kau tinggal di rumahku, masa depanmu ada di tanganku." Hansel menggeram marah. "Silahkan lakukan saja. Apa yang menahanmu? Jangan bilang kau kasihan padaku?" Nada suara Kinan terdengar datar. "Kau...!" Hansel tidak jadi meneruskan kata-katanya. "Menjijikkan bukan? Kalau aku menjijikkan, tidak seharusnya kau masih ingin meniduriku." Ucap Kinan. Hansel terdiam. Kinan masih menatapnya tanpa sedikitpun terlihat gentar. Wanita ini, sejak kapan terlihat kuat dan semenarik ini? Matanya menelusuri lekat-lekat fitur wajah istrinya. Ia memang tahu kalau Kinan cantik, tapi baru sekarang ia menyadari, istrinya memiliki kemampuan untuk membuat darahnya berdesir kuat. Disisi lain, Kinan masih mengepalkan tangannya kuat. Ingin rasanya ia berlari dari hadapan pria ini sekarang juga namun ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Hansel. Ia tidak ingin lagi terlihat lemah dan menyedihkan. Hansel tertawa. "Kau masih mencintaiku atau tidak, bukan urusanku. Ini rumahku dan kau masih istriku Kinanta." Ucap Hansel. Sebelum Kinan menyadarinya, Hansel menarik wajahnya mendekat, menekan bahunya dan mencium bibirnya. Kinan terbelalak kaget. Ia mendorong wajah Hansel dengan kedua tangannya namun pria itu menahan kedua tangannya. Ia berusaha melepaskan diri namun berakhir dengan menarik Hansel jatuh menimpa tubuhnya di dalam bathtub. Sayangnya hal itu sama sekali tidak menghentikan aksi suaminya. Hansel menekan tubuhnya kuat, Kinan bisa merasakan baju Hansel yang basah menjadi satu-satunya penghalang di antara mereka. "Hentikan Hansel! Hentikan!" Kinan berseru dengan suara parau. Air mata mengalir di pipinya. Bersambung.....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD