Willow bisa merasakan makhluk melata itu bergerak dari punggung ke pundaknya, sedangkan ujung ekornya melingkar di lengannya.
Rasa takut seketika mencuci bersih kemarahan Willow, dengan mata memerah, dia meminta pertolongan dengan tatapannya. Sangat takut jika dia mengeluarkan suara dan ular itu akan menyerangnya.
Tapi semua orang terlihat takut kecuali Ruby. Mereka yang takut tidak mungkin bisa di harapkan untuk menolong, tapi Ruby...
Willow menggigit bibir dan berusaha keras menahan gataran di tubuhnya, rasa takut dan dingin membuat gigi Willow bergemelatuk.
Baru saja, Willow berupaya untuk mencelakai Ruby, dia benar-benar tidak punya keberanian untuk meminta tolong secara langsung. Jadi dengan air mata yang perlahan jatuh dari pelupuk matanya, dia memejamkan mata dan terbata. "To... Tolong aku... Pleaseee... Aku takut, hiks...
Ruby yang sejak tadi hanya berdiri dengan santai, menyilangkan tangan dan sesekali menguap. "Merepotkan." bisiknya dengan malas.
Kemudian di bawah tatapan horror semua orang, Ruby maju dan menangkap ular sebesar dua jari orang dewasa itu seolah menarik rumput.
Dia menangkap kepala ular itu yang awalnya telah memanjat hingga Puncak kepala Willow dan menariknya lepas dari tubuh willow dengan sangat mudah.
"Bagaimana bisa kau tersasar hingga kesini?" Seolah tidak cukup dengan hanya menangkapnya, kini Ruby melepaskan genggamannya pada ular itu dan membiarkan binatang itu melingkar di lengannya. "Bagaimana jika penjaga menemukanmu? Kau pasti akan mati." Ruby membelai kepala hewan melata itu yang berdiri tegak dan menjilat pipinya.
Seperti binatang terlatih, ular itu mulai menggosok-gosok kepalanya di leher, pipi dan dagu Ruby seolah sedang bertingkah manja. Sedangkan Ruby sama sekali tidak terganggu dan membelah kerumunan untuk meninggalkan tempat itu.
Setelah ancaman ular di tubuhnya menghilang, Willow dengan cepat berdiri dan naik dari atas kolam, takut jika ular lain akan mendekatinya.
Di sisi lain, Tifa untuk sesaat menatap punggung Ruby dengan tatapan rumit sebelum datang dan mulai menghibur Willow yang terlihat masih ketakutan.
Setelah berkeliaran di sekitar pagar untuk menggambar formasi di balik semak belukar dan kadang bebatuan, kemudian mesuk ke dalam kolam untuk menangkap ular. Penampilan Ruby menjadi sangat berantakan.
Rambut panjang yang tersanggul sedikit berantakan dengan beberapa helai daun yang terselip, tanah dan tinta menodai gaun hijau mudanya sedangkan ujung gaunnya basah.
Benar-benar berantakan hingga beberapa pelayan menghindarinya seperti penyakit menular.
Ruby tau semua pelayan itu hanya bertingkah berlebihan untuk mempermalukannya, karena di bandingkan dengan dirinya, beberapa pelayan di taman jauh lebih berantakan karena pekerjaan mereka, apalagi Ruby sama sekali tidak mengeluarkan bau yang tidak enak.
Jadi Ruby hanya bermain dengan ular di tangannya tidak peduli.
Tapi begitu menaiki tangga, Ruby tiba-tiba menghentikan langkahnya, sedangkan beberapa orang yang menuruni tangga juga menghentikan langkah.
Ruby mematung sesaat, lalu cepat menundukkan kepala dan membungkuk hormat. "Yang Mulia." sapanya lalu kembali berdiri tegak dan bergeser ke samping untuk memberi jalan.
Azure yang memimpin gerombolan itu mengerutkan kening dan mengangguk. Dia baru saja ingin mengatakan sesuatu ketika gadis di sisinya tiba-tiba mengeluarkan suara.
"Ya ampun, Nona Ruby. Bagaimana bisa kau masuk ke dalam kastil dengan penampilan seperti itu." Zera melambaikan tangan di depan hidungnya seolah sedang menghalau bau tidak sedap.
Ruby masih menunduk dan membalas. "Maaf jika mengganggu, aku baru saja selesai melakukan tugas." Dia membelai ular yang sejak dia masuk ke kastil telah dia perintahkan untuk bersembunyi di balik lengan bajunya.
Zera mengangguk mengerti lalu menerima sebotol parfum dari Yuyu. "Aku tidak tau tugas apa yang sedang kau lakukan, tapi bukankah kau seharusnya tahu, bahwa muncul di hadapan Yang Mulia dengan penampilan seperti ini sama sekali tidak pantas?" Zera kemudian menyemprotkan parfum miliknya ke arah Ruby dan tempat gadis itu sebelumnya berdiri.
"Maaf." Kali ini Ruby benar-benar menyesal. Tidak ada orang yang paling tidak ingin Azure melihat penampilan berantakannya ini selain dirinya sendiri, biasanya dia selalu bisa merasakan beberapa ratus meter sebelum bertemu Azure dan dengan cepat menghindar. Namun hari ini, Ruby benar-benar kehilangan banyak mana dan sangat lelah, jadi indranya yang biasanya tajam sedikit tumpul dan sama sekali tidak merasakan keberadaan Azure.
Melihat puncak kepala Ruby yang sejak tadi menunduk, Zera tersenyum penuh kepuasan.
Seperti gadis ini sudah tahu tempatnya sebenarnya. Cemoohnya di dalam hati.
"Yang Mulia, ayo kita pergi. Ayahku sedang menunggu di bawah." Zera tiba-tiba memeluk lengan Azure dan memberinya senyum manis. "Jika kita tetap di sini, baunya bisa...
"Diam!" Azure tiba-tiba meninggikan suaranya, matanya yang tenang di penuhi kemarahan. "Jaga omonganmu." Azure berdesis tajam ke arah Zera dan menarik lengannya dengan kasar.
Zera bergetar, matanya yang tadinya menatap bangga kini mulai berkaca-kaca. "Maaf, Yang Mulia."
Azure membuang muka, melepas jubah gelapnya kemudian menghampiri Ruby di sudut tangga. Seolah sama sekali tidak cemas tubuh berantakan Ruby bisa mengotori jubahnya, Azure memasangkannya secara pribadi ke pundak Ruby.
Ruby tersentak, menyentuh jubah di pundaknya dan mendongak. "Tidak, Yang Mulia...
"Bajumu transparan." Azure berbisik tajam. "Ingin memamerkannya sesuatu?"
Ruby yang awalnya ingin menolak jubah itu berbalik mencengkeramnya dengan erat, berharap bisa tenggelam dan menyembunyikan tubuhnya di balik jubah besar itu.
Dulu, dia tidak akan peduli dengan pakai transparan atau sedikit terbuka, asalkan bagian tubuh pribadinya tidak terlihat. Namun, kini Ruby telah mengerti martabat seorang wanita yang perlu menjaga bagian tertentu agar tidak terlihat orang lain sebagai bentuk rasa malu dan untuk menghormati diri sendiri.
Mendengar Azure mengatakan pakaiannya transparan, Ruby menjadi sangat malu hingga memiliki dorongan untuk menyembunyikan wajahnya.
"Terima kasih, Yang Mulia," bisik Ruby pelan.
Azure yang melihat pipi memerah Ruby mengulum senyum, menahan diri sekuat tenaga agar tidak menggosokkan punggung tangannya di sana. "Hum, Kembali dan istirahat," ujarnya lalu lanjut menuruni tangga, di ikuti oleh pelayan dan penjaga di belakangnya.
Ruby menunggu hingga langkah kaki Azure tidak terdengar lalu berjalan dengan cepat menuju kamarnya sembari memeluk jubah mewah di tubuhnya dengan erat.
Setibanya di dalam kamar, Ruby mengunci pintu, berniat melepas penutup matanya, tapi begitu mengingat bahwa ada seekor binatang yang mengikutinya, Ruby membatalkan niatnya dan meletakkan ular itu di atas ranjang sebelum masuk ke dalam kamar mandi.
Di dalam kamar mandi, Ruby melepaskan penutup matanya kemudian berdiri di hadapan cermin panjang, mengamati penampilan berantakannya dengan miris kemudian mengerutkan kening begitu menemukan sesuatu.
Ruby mengamati lagi dan lagi hingga melepas jubahnya dan menyadari sesuatu.
"Pembohong." Ruby berdesis pelan, namun pipi hingga lehernya memerah, sedangkan tangannya yang memegang jubah Azure mengerat.
Transparan? Ruby sama sekali tidak menemukan jejak transparan seperti yang Azure katakan di pakaiannya. Lagi pula, semua pakaian Ruby adalah pilihan Baginda Ratu secara pribadi yang tidak mungkin memiliki kualitas rendah, bahkan jika Ruby mandi dengan pakaiannya, kain di tubuhnya tidak akan menerawang
Bersambung...