"Cinta?" Ruby memiringkan kepala. "Apa itu?"
"Ternyata benar, kau tidak tau perasaan itu." Susan bergumam pelan, namun dengan pendengaran Ruby, dia bisa mendengar setiap kata yang Susan katakan.
"Perasaan seperti apa?" tanya Ruby.
Susan menyilangkan tangan dan bersandar santai pada kusen jendela. Seperti yang dia duga, Ruby benar-benar tidak mengerti tentang perasaannya sendiri. "Kau tidak perlu tahu. Yang jelas, jangan pernah memberikan perasaan seperti itu kepada Yang Mulia, apalagi mengatakannya."
Ruby mengerutkan kening, entah mengapa nada suara Miss Susan semakin terdengar aneh. "Kenapa?"
"Kau tidak pantas." Susan menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga dan melirik Ruby dari ujung matanya dengan sedikit kilatan tajam yang tidak terlihat dengan jelas.
Susan adalah wanita yang anggun dan cerdas, meski tidak memiliki latar belakang bangsawan, dia bisa memanjat ke dalam istana dengan kekuatannya sendiri dan menjadi salah satu teman kepercayaan Baginda Ratu.
Susan telah melewati banyak hal dan melalui banyak rintangan dalam karirnya yang kemudian mengajarkannya bahwa untuk berhadapan dengan keluarga aristokrat, dia harus menekan garis bawahnya serendah mungkin dan menoleransi semua penghinaan dan rasa tidak senang dengan senyuman.
Itulah caranya untuk selamat di dalam istana dengan status awam tanpa dukungan.
Tapi semua orang memiliki batas garis bawah, dan garis bawah Susan adalah Yang Mulia Putra Mahkota, pangeran terfavoritnya.
Sebagai teman yang berharga dari Baginda Ratu, Susan bisa di katakan menyaksikan pertumbuhan Azure secara perlahan, sejak dia baru di lahirkan hingga dewasa. Dia melihat semua perjuangan dan penderitaan Azure untuk melawan penyakit yang menggerogoti tubuhnya.
Susan merasa iba dan sakit hati, namun menganggap penderitaan Azure itu adalah bagian dari proses pertumbuhannya, suatu saat jika Azure berhasil melewati semua rintangan itu, Yang Mulia yang dia gemari pasti akan berdiri di puncak kehidupan, menjadi Raja yang hebat dan di kagumi semua orang.
Jadi, ketika dia mendengar bahwa Azure menemukan seorang tabib yang mungkin bisa menyembuhkan penyakitnya, Susan adalah salah satu orang yang paling bersemangat. Ketika Baginda Ratu datang dan memintanya untuk melatih tabib pribadi itu agar tidak mempermalukan Azure, Susan tentu menyetujuinya dengan senang hati.
Dia tentu akan melakukannya demi sang pangeran favoritnya.
Susan melatih Ruby dengan sangat keras, mengajarinya dengan serius lalu kemudian memperlakukannya seperti penyelamat. Namun, dia tidak pernah menyangka, setelah datang ke kastil dan melihat interaksi mereka, Susan menemukan bahwa Ruby bukan lagi hanya seorang penyelamat, tapi juga seorang pencuri yang sedang mematai pangerannya.
Jika saja Ruby memiliki latar belakang yang jelas dan status tinggi yang bisa membuatnya bersanding di sisi Azure, Susan tidak akan keberatan. Tapi Ruby jelas-jelas tidak memiliki latar belakang yang jelas. Selain wajah dan kemampuannya, Ruby sama sekali tidak memiliki kekuasaan yang bisa membantu Azure naik tahta.
Di mata Susan, Ruby hanyalah batu sandungan di hadapan Azure. Jika di biarkan, Azure akan menghadapi hambatan lain untuk naik tahta.
Susan mengepalkan tangan dan bertekad untuk tidak akan membiarkannya. Ruby hanya boleh menjadi seorang bawahan, tidak bisa masuk ke dalam harem, apalagi memiliki kesempatan untuk menjadi Ratu.
"Aku menasehatimu sebagai seorang mentor." Susan berjalan mendekat ke arah Ruby, berdiri tepat di hadapan gadis itu dan menatap wajah putih tanpa cela yang hingga kini masih membuatnya berdecak kagum. "Jika kau ingin tetap berdiri di sisi Yang Mulia, jalani tugas sesuai status yang kau miliki sekarang." Dia mengangkat tangan dan membelai rambut Ruby dengan pelan. "Jangan serakah, atau kau akan kehilangan segalanya."
Ruby mengepalkan tangan dengan erat. Selain Demien, Boo dan Azure. Tabib Yoga dan Susan adalah beberapa orang yang mulai dia percaya sebagai rekan dan juga temannya.
Tapi hari ini, tiba-tiba aura tenang di sekitar Susan berubah menjadi asing, bukan kebencian juga bukan kemarahan, lebih terasa seperti ketidakpuasan. Seolah Susan mengharapkan sesuatu darinya namun setelah gagal, dia menjadi kecewa dan merasa di khianati.
Tapi apa?
Ruby sama sekali tidak mengerti. Menemukan bahwa orang yang kau anggap sebagai guru sekaligus teman tiba-tiba berubah dan memperlakukanmu seperti produk gagal, sangatlah tidak nyaman. Bahkan Ruby yang biasanya sangat tidak suka orang lain memandang rendah dirinya tidak bisa membalas kata-kata Susan.
"Ruby!"
"Huh?" Ruby tersentak lalu dengan cepat mundur beberapa langkah begitu melihat wajah Azure begitu dekat dengan wajahnya.
"Kau baik-baik saja?" Azure mengulurkan punggung tangannya ke dahi Ruby. "Kau terlihat pucat,"
Dulu, Ruby sangat suka jika Azure menyentuhnya dengan telapak tangannya yang lebar dan hangat. Namun sekarang Ruby menangkap pergelangan tangan itu dan menggeleng pelan. "Aku baik-baik saja," jawabnya pelan lalu melepas pergelangan tangan Azure.
"Sesuatu mengganggu pikiranmu?" Azure mengamati wajah Ruby dengan cemas, pasalnya sejak Ruby masuk ke dalam ruangannya, gadis itu terlihat linglung, bahkan tidak menjawab panggilannya beberapa kali.
Ruby membuka mulut, ingin mengatakan sesuatu namun tidak tahu bagaimana cara mengutarakannya. Azure adalah satu-satunya tempat Ruby biasanya bertanya jika dia merasa kebingungan. Namun jika dia menanyakan tentang masalah Susan, maka dia tentu harus menyinggung tentang pembicaraan mereka siang ini.
Jika Azure tahu Susan adalah salah satu alasan dia ingin menjaga jarak darinya, Azure bisa saja marah kepada Susan. Tapi Susan juga adalah teman baik Baginda Ratu, Ruby tidak ingin memprovokasi hubungannya dengan Ratu yang baru saja stabil.
"Hum. Aku hanya sedang memikirkan tentang penelitianku." Ruby akhirnya memutuskan untuk mencari tahu sendiri dan tidak merepotkan Azure untuk berpikir. "Kau mengatakan apa tadi?"
"Aku membahas tentang hari ulang tahunku beberapa hari lagi, biasanya setiap tahun aku akan mengadakan pesta dan menjamu tamu-tamu bangsawan. Tapi, aku tahu kondisiku sekarang sedikit tidak cocok untuk mengadakan pesta, jadi aku ingin menanyakan bagaimana pendapatmu." Kondisi yang Azure katakan adalah tentang penyerangan yang bisa terjadi kapan saja. Membiarkan terlalu banyak orang masuk ke dalam kastil akan memudahkan para Asassin itu untuk bergabung ke dalam pesta.
Ruby mengangguk, lalu meminta Azure untuk memperlihatkan peta lingkungan kastil dari dalam hingga keluar pagar.
"Aku bisa membuat formasi di sekeliling pagar untuk berjaga-jaga, namun untuk membuat pesta terlalu beresiko." Ruby menandai beberapa titik di dalam peta. "Aku baru menguasai tehnik ini selama beberapa hari, untuk mengenali terlalu banyak orang sekaligus, aku rasa aku masih belum mampu."
Azure mengerti, bahkan jika Ruby menjamin bisa mengawasi semua formasi yang dia buat di sekitar kastil, Azure tidak akan tega membebankan semua itu kepada Ruby. "Lalu jangan membuat pesta."
"Tapi bukankah hal itu akan membuat orang curiga?" Ruby mengerutkan kening.
Penyerangan di istana beberapa saat yang lalu memang tidak di rahasiakan, namun kenyataan bahwa Azure selalu di kejar Asassin selama lebih dari sepuluh tahun masih rahasia, atau para kubu penentang Putra Mahkota akan memanfaatkan kondisi itu untuk mencari kerja sama dan menyerang Azure.
"Kita bisa membuka gerbang dan menjadikan kesehatanku untuk membatasi tamu yang datang membawa hadiah."
"Maksudmu, kau tidak akan membuat pesta, tapi hanya mempersilakan mereka datang untuk mengunjungimu dan memberi ucapan selamat?"
Azure mengangguk. "Dengan menggunakan kesehatanku sebagai alasan, mereka tidak akan terlalu curiga, dan kita juga bisa membatasi pengunjung setiap harinya."
"Baiklah, itu adalah pilihan yang terbaik." Ruby menggulung kembali peta yang selesai dia hafal. "Aku akan mulai menggambar formasi."
"Hum. Jangan memaksakan diri."
"Aku tahu." Ruby tersenyum tipis lalu pamit.
Azure menatap punggung Ruby hingga menghilang di balik pintu kemudian menghela napas berat.
Azure merasa Ruby semakin tertutup padanya, menyembunyikan banyak hal dan tidak lagi bertanya sesuatu yang tidak dia tahu kepadanya, sedikit demi sedikit semakin mendekati karakter orang-orang yang hidup di dalam istana.
Azure bahkan mulai menyesali keputusannya untuk membiarkan Ruby belajar tentang cara berinteraksi dengan orang di dalam kerajaan dengan benar. Jika saja dia tidak pernah melakukannya, Ruby pasti masih akan berjalan di sekelilingnya, bertingkah semaunya tanpa mempedulikan etiket dan tata krama.
Bersambung...