Ruby mengucapkan selamat tinggal kepada semua binatang yang mengantarnya, kemudian mengikuti Azure ke arah desa.
Sebelum memasuki desa, Azure tiba-tiba menghentikan langkahnya dan berkata, "Kau harus mengganti penutup matamu." Dia menegeluarkan sebuah kain putih bersih dari dalam tas kainnya dan menyerahkannya kepada Ruby.
Ruby tidak langsung menerima kain yang Azure tawarkan, dia hanya meraba kain merah di matanya yang enggan dia lepaskan lalu bertanya, "Kenapa aku harus menggantinya.?" Kain merah yang sekarang dipakainya adalah kain yang Luna sobek dari pakaiannya sendiri untuk mengganti kain penutup mata Ruby yang telah usang.
"Orang desa mengenali penyihir merah karena penutup matanya yang berwarna merah. Jika kau datang dengan mata tertutup seperti itu, mereka akan segera mengetahui identitasmu dan ketakutan." Demien menjawab pertanyaan Ruby untuk Azure.
Ruby menggigit bibir, butuh waktu yang cukup lama baginya untuk berpikir sebelum akhirnya melepas penutup matanya dengan enggan, kemudian memakai kain yang Azure berikan. Kain merah sebelumnya Ruby lilitkan di gagang Runa.
Mereka kemudian memasuki desa yang masih seperti biasanya sangat sepi.
Azure tidak langsung ke penginapan namun hanya mengirim seorang prajurit untuk memesan semua kamar yang ada sedangkan mereka menuju restoran terdekat di daerah itu.
Si pemilik restoran, pria paruh baya berperut gembul di meja penerima tamu masih duduk sangat santai sambil mengipasi wajahnya dengan kipas jeraminya. Tidak bergeming meski melihat seratus orang masuk ke dalam restorannya.
Hanya menyerahkan semua tugas untuk melayani tamu kepada gadis mudah yang tubuhnya terlihat ringkih.
"Selamat datang tuan-tuan, silahkan duduk." Gadis itu menyambut dan memberikan meja terbaik kepada Azure yang sangat jelas menjadi pemimpin rombongan mereka.
Beruntunglah meja yang tersedia cukup untuk di pakai oleh semua orang.
Pada hakikatnya, para prajurit dan bawahan lainnya yang tidak memiliki darah bangsawan di nadi mereka sangat tidak di perkenankan untuk duduk semeja dengan Raja, Ratu, Pangeran dan Putri kerajaan. Tapi untuk tetap menyembunyikan status Azure, Demien dan Boo harus tetap duduk bersamanya. Tapi, siapa yang menyangka Ruby akan duduk mendahului Azure di saat orang lain menunggu agar Putra Mahkota mereka duduk lebih dulu.
"Ruby!" Demien berdesis tajam.
"Apa?" Ruby mendongak, memiringkan kepala bingung ketika merasakan gelombang kemarahan dari pria itu dan bertanya-tanya dalam hati, kesalahan apalagi yang telah dia perbuat.
"Peraturan dasar, kau harus membiarkan Pangeran Azure duduk lebih dulu, di mana pun dan kapan pun." Pria itu menjawab pertanyaan Ruby dengan suara yang di tekan.
Ruby terdiam lalu menghela nafas. "Kau harusnya memberitahuku lebih awal." Dia kembali menggeser kursinya dan hendak berdiri. Bagaimana pun Ruby telah memutuskan untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan manusia dan belajar bagaimana hidup mereka, jadi dia harus lebih banyak mendengar perintah meskipun dia masih tak terbiasa.
"Tidak perlu, duduk saja." Azure menekan pundak Ruby agara duduk kembali dan menarik kursi di sisi gadis itu. Setelahnya, prajurit lain juga duduk hampir bersamaan. Hanya menyisakan Boo yang sedang bercakap untuk memesan makanan pada si gadis pelayan.
"Tidakkah kau mencium sedikit bau busuk di sini?" Ruby berbisik ke telinga Azure. Dia kini mempelajari, jika ingin mengatakan sesuatu yang tidak dia tahu apakah boleh atau tidak di katakan, dia hanya perlu berbisik langsung ke arah Azure.
"Aku tidak mencium apapun. Dan..." Azure menatap wajah Ruby yang di perbesar beberapa kali lipat di depan wajahnya. "Jika ingin berbisik, lakukan di samping telinga seseorang bukan di depan wajahnya."
"Oh, aku mengerti." Ruby menarik wajahnya dan mendekatkan bibirnya ke telinga Azure. "Seperti ini?"
Azure menjauh dan menggosok telinganya yang panas. "Ya, tapi tidak perlu sedekat itu."
Ruby mengangguk dan mencatatnya dalam hati, sedangkan Boo dan Demien hanya bisa melihat interaksi mereka dalam diam.
Tak lama kemudian, si gadis pelayan mulai membawa sup daging pesanan mereka satu persatu di mulai dari meja Azure lalu ke meja yang lainnya. Sup itu sangat wangi dan terlihat lezat dengan daging yang di potong kecil-kecil dan pecahan minyak yang mengambang di atas kuahnya.
Perut para prajurit yang selama beberapa hari hanya mencium bau busuk mayat dan melegakan rasa lapar dengan makan buah, berbunyi satu persatu.
Yah, mereka hanya makan buah dan ikan. Salah kan pada Ruby yang tidak mengizinkan mereka terlalu banyak berburu atau katanya para binatang pemangsa di dalam hutan akan mulai marah.
Namun di hadapan makanan lezat seperti itu Ruby mengerutkan hidungnya tak nyaman.
"Jangan lupa, dahulukan pangeran Azure." Demien berbisik pelan.
Ruby tidak menanggapi dan terus menunduk, meneliti sup yang terletak di hadapannya.
Boo mengeluarkan sumpit perak dan mencelupkannya ke dalam sup milik Azure, meletakkannya untuk beberapa saat sebelum mengangkatnya kembali. ketika tidak ada perubahan warna pada perak itu, Boo menganggukkan kepala. "Aman Yang Mulia, anda bisa langsung mencicipinya," katanya.
Azure mengiyakan dan berkata kepada semua perajurit yang menunggunya makan, "Kalian semua boleh makan terlebih dahulu."
Setelah mendengar izin dari putra mahkota, seluruh prajurit serta Boo dan Demien langsung menyantap makanan mereka dengan lahap.
"Kenapa tidak makan?" Azure menoleh ke arah Ruby yang masih menunduk di hadapan supnya. "Kau juga tidak bisa makan makanan yang panas?"
Ruby menggeleng namun masih tidak menjawab, semakin mendekatkan wajahnya ke mangkok dan berpikir.
Azure yang merasakan sup di hadapannya sedikit lebih dingin, mengangkat sendoknya dan membuka mulut untuk makan.
Namun, Ruby tiba-tiba mengungkap tangannya. Terlalu tiba-tiba hingga sendok yang Azure pegang jatuh kembali ke dalam mangkok.
"Kau pernah makan di sini sebelumnya?" tanya Ruby.
"Tidak, ini pertama kalinya." Azure menoleh padanya dan mengerutkan kening begitu melihat Ruby juga mengerutkan kening. "Apakah ada masalah dengan supnya?"
Azure tidak mengecilkan suaranya ketika berbicara sehingga seluruh prajurit yang masih makan segera menghentikan aksi mereka.
"Ya, sup ini tidak beracun. Hanya saja dagingnya bermasalah." Ruby mengaduk sup di hadapannya. "Aku perlu berpikir keras untuk menyadari baunya karena tersamarkan oleh rempah-rempah."
"Bahan apa yang ada di dalamnya?" Demien bertanya waspada. Jika sesuatu yang berbahaya benar-benar di masukkan ke dalam sup, maka mereka semua bisa masuk dalam masalah, bagaimana pun hanya Azure dan Ruby yang belum mencicipi supnya. jika musuh menyerang di saat mereka tak berdaya, maka masalah akan semakin besar.
Ruby menoleh ke arah Demien dan Boo. Dan entah bagaimana keduanya bisa merasakan tatapan simpati dari balik penutup mata gadis itu.
"Daging tikus." Ruby sengaja mengeraskan suaranya agar prajurit lain bisa mendengarnya.
"..."
"Hooekk!" Seorang prajurit wanita tidak bisa menahan diri dan berlari keluar dari restoran.
Setelah Ruby mengatakan itu, semua prajurit yang tadinya makan sangat lahap dan menjadikan Ruby pusat perhatian.
Mereka semua adalah prajurit yang tahu bagaimana rasanya menahan lapar dan makan apa pun yang bisa mereka makan tapi makan daging tikus sedikit...
"Hoeek!" Satu persatu prajurit berlari keluar sambil menutup mulut mereka.
Bahkan Demien dan Boo langsung mendorong mangkok mereka menjauh di saat perut mereka bergejolak geli.
"Aku yakin ini adalah seekor tikus." Ruby memiringkan kepala. "Lebih tepatnya bangkai."
Boo dan Demien menutup mulut mereka bersamaan namun berhasil menahan diri agar tidak mengeluarkan suara apa pun di hadapan Azure.
"Y-yang Mul-lia, Aku akan pamit... Ugh, keluar sebentar," ucap Demien terpatah-patah. Wajah pucatnya hampir berwarna biru, sedangkan keringat dingin telah bercucuran di dahinya.
"Tentu saja."
Boo dan Demien berlari bersamaan keluar dari restoran, di ikuti puluhan prajurit di belakang mereka, hingga hanya menyisakan Ruby dan Azure di dalam restoran.
Ruby memastikan bahwa semua prajurit itu telah tersebar di sekitar restoran untuk mengeluarkan semua apa yang baru saja masuk ke dalam perut mereka menampakkan seringai tipis di bibirnya dan kembali menghirup bau harum dari sup dihadapannya. "Ayo makan," ajaknya.
Azure tercengang. "Kau ....
"Aku membohongi mereka." Ruby menoleh. "Apa kau akan marah?"
"Kenapa kau berbohong?" Azure mengangkat alis.
"Kemarin, beberapa prajurit bodoh itu dengan sengaja menempatkan buah berulat di keranjang buahku, berpikir bahwa aku tidak akan tahu dan memakannya." Ruby mengaduk sup di hadapannya dengan keras sehingga menimbulkan beberapa dentingan kecil.
Azure menghela nafas. "Lalu kau hanya perlu membalas mereka yang bersalah."
"Mereka semua tahu apa yang rekan mereka lakukan, bahkan Boo dan Demien tahu, tapi memilih diam dan menonton." Ruby mendengus. "Mereka yang tahu namun pura-pura tidak tahu, tidak lebih baik dari pelaku sebenarnya."
Azure tersenyum tipis lalu mulai tertawa-tawa kecil. Demien pernah berkata bahwa Ruby cepat atau lambat akan dalam masalah namun Azure justru berpikir, siapa pun yang membuat masalah pada Ruby akan mendapatkan masalah yang lebih besar.
Bersambung...