00 - Prolog
Dimalam yang sama dengan tempat yang berbeda, kedua orang yang sudah tak asing itu menatap langit mendung yang sama dengan tatapan sendu. Merasakan dengan jelas, tamparan angin yang dingin.
ting
Dengan malas, Zia melirik ponsel yang tepat berada di sampingnya dan mengambilnya.
Kenneth :
Bisa bertemu di cafe tempat biasa sebentar?
"aku tak ingin memberikan kenangan buruk di tempat nyamanmu", gumam Kenneth.
Zia :
Boleh di apartementku saja? Aku lebih nyaman disini..
"aku hanya tak ingin memperlihatkan rasa sedihku di tempat terang", gumam Zia.
Dan dengan menit menit penuh cemas, sambil berdiri di balcon, Zia menunggu Kenneth dengan perasaan yang sudah tak menentu, dan dengan coklat panas di genggamannya.
Zia melirik jam digital ditangan kirinya.
Sepuluh lewat tiga puluh sembilan menit. Dan tempat sekali, pergantian tiga puluh sembilan ke empat puluh, Kenneth sudah berada di belakangnya.
Zia membalikkan badannya. Air mata yang sudah ditahannya sejak dari tadi, jatuh tanpa diminta, menyentuh kedua pipinya yang bulat tanpa berhenti.
Zia semakin menggenggam erat gelas panasnya sebagai pelampiasan rasa takut, cemas, dan kuatirnya.
. . .
Tapi kamu tau? Aku menulis ini untuk melampiaskan segala kata yang tak terucap, tapi mampu kulampiaskan dengan bahasa sederhana yang dikemas rapi dalam sebuah cerita yang lebih sederhana.