Bridesmaid - 09

1708 Words
Ragu, Clara membuka pintu ruang ganti di hadapannya. Ia mulai menyeret langkahnya untuk keluar dari ruang ganti. Orang pertama yang ia lihat adalah Simon yang tengah berbincang dengan salah seorang pegawai butik. Clara pun dapat menghela napas lega. Setidaknya, Leon tidak melihatnya dalam kondisi seperti ini. "Cantik." Clara menelan salivanya kasar. Ia menoleh ke belakang dan- WHAT! Ternyata sedari tadi Leon bersandar di pintu tepat di samping ruang ganti Clara? Pipi Clara mulai memerah. Entah mengapa, ia merasa tidak nyaman dengan tatapan Leon yang tampak- entahlah. Bahkan Clara sulit mengartikannya. "Wah, Cla. Cocok banget di kamu gaunnya," ucap Natlyn yang baru saja datang. Gadis itu juga sudah mengenakan gaun yang tak kalah indah dengan yang Clara kenakan. Keduanya pun saling menghampiri. "Ini gaun buat resepsi di hotel, Nat? Bagus banget," puji Clara. Natlyn tersenyum, "gaun yang kamu pakai juga cocok. Pas banget di kamu. Udah, ambil aja, Cla!" ujar Natlyn yang membuat Clara mendelikkan matanya. "Buat apa coba? Ish, nggak deh," tolak Clara. Selain karena tidak tahu mau buat apa, Clara pun tidak punya uang sebanyak itu untuk membelinya. "Gaun ini kamu banget loh, Cla. Sayang kalau nggak diambil. Pasti limited edition juga," ucap Natlyn. Clara menggeleng cepat. Benar, gaun ini benar-benar sesuai dengan tipe Clara. Tapi, ya sudahlah. Mungkin satu-satunya hal yang mungkin ia lakukan hanya mencari barang KW nya suatu hari nanti. "Kalau mau, ambil aja!" Clara melirik sinis Leon yang baru saja bergabung dengan mereka. Benar, Leon kaya. Tapi harusnya ia tahu, dong, tidak semua orang seberuntung dia hingga bisa membeli selembar baju seharga ratusan juta? "Nah kan. Sayang tahu, Cla. Lagian Leon mau bayarin gitu. Iya kan, Leon?" Bukannya senang, Clara malah semakin membulatkan matanya. "Iya. Kalau kamu mau, ambil aja. Aku yang urus," sambung Leon. "Enggak enggak. Aku nggak butuh kok. Udah ya, aku ganti baju lagi." Clara hendak melangkah menjauh dari dua manusia gila itu. Tapi Natlyn sudah lebih dulu menahannya. "Ish. Aku nggak rela banget kamu kehilangan baju ini," oceh Natlyn. "Nat, udahlah. Buat apa juga aku beli baju pengantin? Aku juga belum mau nikah," ujar Clara yang mulai jengah. "Tapi kan kamu pasti akan menikah. Tentu kamu butuh gaun ini dong. Iya kan, Leon?" Lagi, kenapa Natlyn terus membawa-bawa Leon, sih? Sementara pria yang ditanyai itu hanya tersenyum manis sebagai jawaban. "Loh, Cla, bisa pas gitu kamu pakai. Itu gaun eksklusif banget loh. Karena didesain sendiri sama pemilik butiknya. Natlyn aja kemarin mau beli itu nggak boleh, karena ada beberapa titik yang ukurannya nggak pas dan minta diubah," sambar Simon yang baru saja datang bergabung dengan ketiganya. Yang dapat Clara tangkap, intinya gaun itu dibuat bukan untuk menyesuaikan dengan badan pembelinya. Tapi, pembelinya lah yang harus punya badan yang sesuai dengan gaun itu. Gaun itu tidak boleh diubah. Harus terjual dalam kondisi seperti itu. Kalau begitu, benar dong, gaun ini sangat eksklusif? Clara menghela napas lega. Untung saja Simon datang dan mengatakan hal melegakan yang bisa menjadi alasan Clara untuk kabur itu. "Nah kan. Udah deh, aku ganti baju dulu, ya! Nggak enak juga kalau sampai ketahuan yang punya butik kalau gaunnya aku pakai sembarangan," ujar Clara kemudian segera berlari ke ruang ganti. 'Tak' 'Brakkk' Clara meringis saat merasakan lututnya membentur lantai marmer yang keras. "Cla!" itu suara Leon. Laki-laki itu langsung menghampirinya dan memperhatikannya lamat-lamat untuk memastikan keadaan gadisnya. "Kamu nggak apa-apa? Apanya yang sakit?" tanya Leon. "Aku nggak ap-" "Oh my God, Cla! Gaunnya!" seru Natlyn. Clara menoleh, lalu mengikuti arah pandangan sepupunya. Tampak ujung gaunnya yang sobek karena sempat menyangkut dan ditarik paksa saat tubuh Clara jatuh. Mata Clara membulat sempurna. Bagaimana bisa ia menyobekannya sesaat setelah ia tahu betapa eksklusifnya gaun itu? Apa lagi ketika ia teringat angka yang tertera di bandrolnya. Seketika, rasanya ia seperti akan menangis. "Leon, ini nggak akan jadi masalah besar kan, ya?" tanya Natlyn yang baru saja sampai, dan ikut bersimpuh di samping Clara. "Cla," Leon enggan menjawab pertanyaan Natlyn. Ia memilih fokus pada Clara yang matanya sudah berkaca-kaca. Perhatian mereka sedikit teralih saat melihat para pegawai yang tampak beramai-ramai menuju pintu utama. Dari sana, tampak seorang wanita paruh baya berjalan masuk dan mendapat sambutan hangat dari para pegawai. "Ya ampun, ujian macam apa lagi ini? Cla, dia.. d.. dia.. dia pemilik butik sekaligus desainer gaun itu," ujar Natlyn yang membuat Clara semakin kelabakan. "Nat, aku harus gimana, Nak? Leon, gimana dong ini? Tolongin aku dong!" Clara benar-benar bisa gila jika begini terus. Ia harus memutar otaknya. Bagaimana cara ia menyelesaikan masalah ini dengan pemilik butik, setelah wanita paruh baya itu tahu kalau gaun eksklusif yang ia desain sendiri sudah Clara rusak begini? Bahkan katanya, mengubah ukurannya saja tidak boleh. Bagaimana bisa Clara selamat setelah membuatnya sobek seperti ini? Tidak! Wanita itu benar-benar mengarah ke sini. Clara juga dapat merasakan jika wanita itu tengah menatap ke arah Clara dengan alis menyerit. O o you're in danger, Clara! Alarm bahaya itu terus berbunyi, membuat wajah Clara seketika menjadi pucar. "Cla, ayo berdiri!" ajak Leon sembari merangkul lengan Clara untuk membantunya. "Mati aku, Leon," ringis Clara. "Kalian datang? Apa yang terjadi di sini?" tanya wanita pemilik butik itu, membuat Clara menelan salivanya kasar. "Selamat siang, Tante. Senang bisa bertemu Tante di sini. Tante kapan sampai?" sapa Simon. Apa dia bilang? Senang? Bisa-bisanya Simon berkata demikian saat kondisi Clara seperti ini. "Ah iya. Tante baru pagi ini datang. Apa kabar, Simon? Hmm... yang mana calon istri kamu?" "Saya, Tan." Natlyn segera bangkit berdiri dan menyalami ibu-ibu itu. Begitu pula dengan Leon, meski pria itu masih bungkam. Jadi, Simon kenal dengan pemilik butik ini? Sepertinya hubungan mereka cukup baik. Bisakah nanti Clara menggunakan kesempatan itu untuk mendapat ampunan atas kesalahannya? "Lalu- astaga! Gaunnya!" pekik wanita paruh baya itu sembari menghampiri bagian gaun Clara yang sobek. Clara sudah ketakutan setengah mati sekarang. Apa yang akan terjadi padanya setelah ini? Apa ia akan mendapat tamparan? Atau malah dilaporkan ke polisi? "M- m- maaf, Bu. Saya-" "Apa yang terjadi pada gaunnya?" tanya wanita itu dengan nada putus asa. Tidak! Clara merasa sangat bersalah sekarang. Pasti gaun ini sangat istimewa bagi Beliau. Dan ia sudah merusaknya. "Maaf, Bu. Sa- saya-" "Aku yang menyuruh dia untuk mencobanya." Clara, serta wanita patuh baya itu menoleh ke arah Leon yang baru saja buka suara. "Apa?" kaget wanita itu. Selanjutnya, ia mengamati wajah memelas gadis muda di hadapannya. Clara tak dapat mengartikan tatapan wanita itu. Namun, sejurus kemudian wanita itu bangkit dan... 'Plakkk' Semua yang ada di sana cukup terkejut saat melihat wanita itu memukul lengan Leon dengan cukup keras. Jujur, Clara menjadi serba salah. "Bu, tapi saya yang salah. Saya yang sudah-" "Apa yang kamu lakukan, hah? Kenapa kamu diam saja! Bantu dia! Bisa-bisanya anak laki-laki Mama cuma diam saja melihat gadisnya jatuh seperti itu!" bentak wanita paruh baya itu. Clara dan Natlyn melongo tak percaya. Apa mereka tidak salah dengar? Mama? Anak laki-laki? Jadi, wanita ini adalah ibunya Leon? "Kenapa diam saja? Cepat bawa dia ke ruangan Mama! Siapa tahu ada yang luka," imbuh wanita paruh baya itu. Nasya Ratrina Dewi, atau yang kerap disapa Nyonya Nasya Ariswara itu kembali menoleh ke arah Clara dengan tatapan iba. Setelah itu, Clara merasakan tubuhnya melayang saat Leon mengangkatnya dan mulai mengikuti langkah wanita itu. Natlyn hendak menyusul, tapi Simon segera menahannya. "Aku khawatir Clara akan terkena masalah," ujar Natlyn yang diliputi kekhawatiran. "Setidaknya ada Leon di sana," balas Simon berusaha menenangkan. * Clara hanya menurut saat Leon mendudukkannya di atas sofa panjang berwarna maroon. "Mama akan teleponkan dokter." "Eh, nggak usah, Bu. Saya tidak apa-apa, kok," cegah Clara cepat. Wanita itu menoleh ke arah Clara, lalu berjalan ke arahnya. "Maaf ya, Bu. Saya sudah merusak gaunnya. Tapi saya janji saya akan tang-" "Kok 'Bu' sih, Nak? Panggil Mama, dong!" Clara membulatkan matanya saat mendengar ucapan Nasya yang menginterupsinya. "Ap-apa?" kagetnya. "Ma-" Leon hampir saja melayangkan protes. Namun sudah lebih dulu dipotong ibunya. "Mama masih kesal sama kamu ya, Leon! Pokoknya Mama akan aduin ke Papa kalau kamu merahasiakan pacar kamu dari kami!" kesal Nasya. Nasya bukanlah orang yang jahat. Ia juga bukan ibu tiri Leon. Ia adalah ibu kandung pria tampan itu, sekaligus satu-satunya istri dari pengusaha ternama bernama Bara Ariswara. "Mama ini apa-apa diadukan ke Papa. Nanti Leon juga yang diomelin," keluh Leon. "Ya memang harus seperti itu. Kamu kan salah. Bisa-bisanya sudah punya calon nggak dikenalin ke kami," balas Nasya sengit. Tunggu! Clara baru sadar. Sepertinya Ny.Nasya yang terhormat ini salah sangka terhadapnya. "Maaf, Bu. Tapi-" "Mama, Sayang. Biasakan memanggil Mama dengan panggilan 'Mama'! Mama kan calon mama kamu juga!" tegas Clara. Eh! Tapi kan bukan seperti itu kenyataannya. "Tapi saya-" "Kaki kamu ada yang luka? Kalau iya, nggak apa-apa ya, Mama panggilkan dokter biar diobati," potong Nasya lagi "Saya tidak apa-apa Tan- Ma. Cuma gaunnya jadi rusak. Maaf ya, Tan. Tapi saya janji saya akan bertanggung jawab kok bagaimana pun caranya," ungkap Clara. Ia tadi cepat-cepat merevisi panggilannya ketika mendapat pelototan dari Nasya. "Ya ampun, bukan masalah besar, sayang. Nanti biar Tante perbaiki dengan tangan Tante sendiri gaunnya. Tante malah senang kamu mau memakainya. Oh iya, nama kamu siapa?" tanya Nasya. "Clara, Tante," jawab Clara seadanya. Ia jadi bingung sendiri. Bagaimana cara ia meluruskan kesalahpahaman ini tanpa membuat Naysa kecewa? Ia sudah merusak gaun ekslusif buatan Nasya. Dan kini, masa iya ia harus mengecewakan hati Nasya dengan mengatakan kalau putra tunggal wanita itu masih jomlo? Clara melirik Leon. Tapi pria itu berpura-pura sibuk dengan ponselnya. Seakan tak mau membantu Clara yang terjebak di dalam situasi sulit ini. Padahal jelas-jelas tadi laki-laki itu juga turut berdebat dan tampak memperhatikan Clara sebelum Clara menoleh ke arahnya. Clara mendengus kesal. Lalu, apa yang harus ia lakukan sekarang? *** Bersambung ... Nahloh ketemu calon mertua. Kalo jadi :D Kira-kira gimana tuh cara Clara mau menyelesaikan masalahnya yang datang bertubi-tubi? Ada yang masih ingat Nasya dan Bara? Atau ada yang kelewat belum baca? Kisah mereka ada di judul "Belum Jodoh". Genre komedi romantis dan sudah tamat, barang kali mau mampir :) Yang mau tahu update terbaru cerita-ceritaku, juga bisa follow ige riskandria06 dan efbe Andriani Riska, ya! Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa pastikan cerita ini sudah masuk ke pustakamu. Dan silakan ramaikan kolom komentar biar aku semangat nulisnya :)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD