1. Perjanjian Pernikahan
"Aku tidak menginginkan anak. Jangan lupa untuk minum pilnya."
Serra membenamkan wajahnya ke bantal menahan rasa sakit di beberapa titik tubuhnya. Dia bahkan tidak bisa mendengar dengan jelas perkataan pria itu. Namun, tanpa menyimak sekalipun Serra tahu jelas apa yang ingin disampaikannya.
Pria itu tak lain adalah suaminya, Max Ricard.
Setelah berhubungan Max langsung mengambil pakaiannya dan berjalan ke kamar mandi. Tidak begitu lama dia keluar dengan setelan jas mewahnya berniat pergi.
"Hari ini tidak menginap?"
Serra mendudukkan tubuhnya sambil melilitkan selimut. Dia sungguh bodoh karena menanyakan suatu yang sudah jelas jawabannya.
Tidak!
Max hanya berhenti di ambang pintu tanpa mengatakan sepatah kata pun. Satu menit kemudian dia mengeluarkan ponselnya, selang beberapa saat terdengar notifikasi dari ponsel Serra di atas nakas.
"Aku sudah mentransfernya." Hanya itu. Setelah mengatakannya dia pergi. Punggungnya menghilang dari balik pintu hanya menyisakan jejak aroma maskulinnya yang tertinggal.
Serra melihat pesan e-banking di ponselnya dan tertera jelas nominal yang banyak di sana.
Dibandingkan dengan istri. Dia merasa seperti partner tidur yang akan dibayar setelah melakukan pekerjaannya.
Namun Serra tidak bisa marah untuk perlakuan seperti ini. Hubungan pernikahan mereka berbeda dengan pernikahan pada umumnya.
Pernikahan antara Serra William dan Max Ricard tak lebih hanya sebuah kontrak perjanjian.
...
Satu tahun yang lalu.
"Nona William, adik Anda mengidap penyakit jantung koroner."
Perkataan dokter seperti bazoka yang ditembak tepat di samping telinganya. Setelah kehilangan orang tuanya sembilan tahun yang lalu, kini adiknya, keluarga satu-satunya yang tersisa divonis penyakit mematikan.
Serra melihat laporan medis yang baru saja diberikan dokter. Tangannya gemetar saat membaca informasi keadaan Reina, adiknya.
"Dokter, apa ada harapan untuk Reina selamat?"
Sekilas terlihat dokter mengambil nafas besar. Ini membuat jantung Serra berhenti beberapa detik untuk menunggu jawaban darinya.
"Selain mengidap penyakit jantung koroner Nona Reina juga memiliki riwayat penyakit autoimun. Ini membuat keadaan Nona Reina semakin parah. Namun Nona Serra jangan terlalu cepat bersedih ...." Melihat wajah sedih Serra, dokter itu cepat-cepat menyambung kalimatnya.
"Harapan masih ada. Perkembangan medis beberapa tahun ini semakin pesat. Selama dapat membuat Nona Reina bertahan beberapa tahun lagi, kemungkinan untuk sembuh masih ada."
Serra senang mendengar kabar dari dokter. Bahkan jika kemungkinan yang tersisa hanya satu persen. Dia tetap harus percaya Reina akan sembuh dan kembali ke pelukannya.
Namun yang harus dipikirkan sekarang adalah biaya perawatan Reina. Termasuk ruangan, obat, infus dan beberapa tambahan lain. Diperkirakan itu berada di angkat seratus juta.
Mungkin jika dulu seratus juta bukan apa-apa bagi keluarganya. Ayahnya--Adam William--adalah seorang pengusaha sukses yang menempati posisi orang terkaya di Kota A. Sementara ibunya--Clara Romana--adalah musisi terkenal dan memiliki banyak karya.
Dia hidup bak putri yang tinggal di istana dengan puluhan pelayan melayaninya. Setiap ucapannya selalu di dengar dan menjadi perintah mutlak yang tidak dapat dipatahkan.
Namun, kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tuanya membuat hidupnya berubah. Perusahaan bangkrut, rumah disita. Serra berubah dari seorang putri menjadi gadis biasa. Luntang-lantung tak jelas mencari makan untuk dirinya dan Reina--adik yang tiga tahun lebih muda darinya.
"Nona Serra. Saya tahu situasi keuangan Anda. Jadi saya akan membantu agar Anda dapat membayarnya di akhir setiap bulan."
Serra tidak bisa mengatakan apa-apa selain terima kasih pada dokter. Baginya yang terpenting adalah Reina. Untuk masalah biaya, dia akan berusaha mencarinya.
"Dokter, saya permisi terlebih dahulu." Serra meninggalkan ruangan dokter dan pergi dari rumah sakit.
Karena telah bertekad mencari uang. Serra harus mencari pekerjaan tambahan karena gajinya tidak akan cukup untuk membayar biaya perawatan.
Serra mencari di beberapa situs tentang pekerjaan dengan bayaran tinggi. Kemudian menemukan sebuah bar bernama Bar Silver Stone yang sedang mencari karyawan dengan deskripsi upah yang lumayan.
"Aku harus mencoba datang ke sana." Tanpa banyak berpikir Serra pergi ke Bar Silver Stone. Siapa yang mengira setelah interview singkat Serra bisa langsung bekerja.
"Serra, ini adalah pakaian kamu. Cepat ganti dan datang ke ruangan saya."
Serra melihat pakaian yang diberikan manajer bar. Begitu minim dan seksi. Dia merasa ingin mundur saat ini juga. Tapi dia tidak bisa menyerah. Dia membutuhkan uang untuk biaya perawatan Reina.
Setelah diam cukup lama di ruang ganti. Serra pergi menemui manajer bar dengan costum pelayan yang diberikan.
"Permisi Pak!"
Begitu masuk ke ruangan, manajer melongo melihat penampilan Serra yang cantik. Dia bangkit dari kursinya dan berjalan mendekat sambil terus menelisik dengan matanya.
"Serra, saya ingin bertanya sekali lagi. Kamu benar-benar ingin bekerja di sini?"
"Saya membutuhkan pekerjaan yang bisa menghasilkan uang dengan cepat."
Mendengar jawaban Serra, manajer bar tersenyum puas. Dia lalu memanggil seorang pelayan yang kemudian datang membawa troli berisikan botol-botol minuman beralkohol.
"Tugas pertama kamu adalah pergi ke ruangan nomor sebelas dan temani tamu minum. Semakin banyak mereka memesan, semakin banyak bonus yang kamu dapatkan."
Serra membawa troli itu ke ruangan nomor sebelas yang dimaksud. Saat pertama kali menginjakkan kaki ke dalam, asap rokok memenuhi ruangan. Lampu utama tidak menyala, hanya beberapa lampu kecil di dinding membuat keadaan agak gelap.
Meski begitu Serra mencoba mengabaikannya. Dia mendorong troli ke meja.
Pada saat yang sama, dua tamu pria yang sedari tadi duduk tiba-tiba berdiri. Mereka mengitari troli juga sesekali memperhatikan Serra.
Tak ayal jantung Serra berdegup kencang karena takut.
"Apa yang kau bawa?" tanya dua pria itu. Mereka bertanya tentang botol-botol minuman di atas troli, tapi mata terus tertuju pada Serra.
"Saya membawa ...." Dengan menekan rasa takut dalam dirinya Serra menjelaskan tentang minuman itu sesuai catatan di tangannya.
Terlihat dua pria itu mengangguk-angguk dan mereka memesan beberapa botol. Mereka menambahkan jika Serra mau menemani mereka minum, mereka akan memesan lebih banyak.
Serra sejenak ragu. Dia lalu bertanya pada mereka untuk memastikan. "Ha-hanya minum?"
Dua pria itu mengangguk setelah saling melirik.
Malam itu untuk pertama kalinya Serra menghabiskan lika sampai enam gelas wine. Dia keluar dari ruangan itu dengan kondisi kepala pusing sambil mendorong troli yang kosong.
Ruangan manajer.
"Itu adalah upah dan bonus kamu hari ini. Besok saya harap kamu datang lagi karena saya sangat menyukai kinerja kamu, Serra."
Serra melihat uang satu juta di tangannya. Itu jumlah yang cukup banyak mengingat dia hanya bekerja enam jam. Namun jika setiap hari hanya mendapat satu juta, itu masih tidak cukup untuk menutup biaya perawatan Reina.
Serra meninggalkan ruangan menejer. Dia duduk di meja bar sambil menakup wajahnya dengan bingung.
Jika biaya perawatan tidak dilunasi, perawatan Reina akan dihentikan. Secara otomatis itu akan membuat kondisi Reina memburuk dan ia akan kehilangan satu-satunya keluarga yang tersisa.
Tidak! Itu tidak boleh terjadi!
Pada saat ini, seorang wanita yang mengenakan pakaian pelayan datang dan duduk di samping Serra. Dia menepuk pundak Serra pelan lalu bertanya dengan perhatian. "Ada apa denganmu Serra? Aku dengar menejer sangat suka dengan kinerjamu. Kenapa kamu sedih?"
Dia adalah Julia. Dia termasuk pelayan bar senior yang ditugaskan manajer untuk menjadi mentor Serra.
"Kak Julia, sejak kapan kau di sini?"
Julia tersenyum.
"Bahkan kau tidak menyadari kedatanganku. Apakah masalahnya begitu besar?"
Serra sangat menghargai Julia yang perhatian. Namun demikian mereka tetap adalah dua orang asing yang baru kenal.
"Minggir minggir!"
Sepuluh orang berpakaian hitam memasuki bar dengan begitu heboh. Di belakang mereka tampak sosok pria tampan bertubuh tegap dengan balutan jas mewah.
Ketika kelompok ini berjalan, tidak satu pun yang berani menghalangi. Aura kekuasaan terpancar nyata dari tatapan matanya yang menyorot lurus begitu angkuh.
"Max Ricard!"
Bibir Julia bergumam mengenali sosok pria itu.
"Serra, apa kau tidak mau mencoba melayaninya? Dia adalah Max Ricard. CEO Blue Diamond yang terkenal. Dia pria terkaya di Kota A."
Mendengar Julia berbicara begitu antusias membahas Max Ricard, Serra tak sadar mulai ikut memperhatikannya.
Tentu saja dia tahu siapa Max Ricard. Pria itu adalah orang terkaya di kota. Dia pria tampan yang menjadi bintang di mata setiap wanita.
"Serra, kau harus mencoba melayaninya. Dengan kecantikanmu, aku yakin tidak ada pria yang tidak tertarik denganmu. Siapa tahu kamu beruntung dan dapat membuatnya tertarik Sungguh suatu yang didambakan seluruh wanita di kota bisa menjadi wanita Max Ricard. Tidak perlu lelah bekerja, hanya mengarahkan telunjuk semua keinginan pasti akan terwujud."
Untuk yang kesekian kalinya Serra melirik ke arah Max. Memikirkan kembali ucapan Julia tentang usaha mendekati Max.
"Kak Julia, aku harus pergi."
"Kamu akan kemana?" tanya Julia. Tapi Serra melangkahkan kakinya dengan mantap.
…
Ruangan vvip nomor satu.
"Kamu siapa? Tidak ada yang boleh masuk ke ruangan ini." Pria-pria bertubuh kekar menghentikan Serra ketika akan membuka pintu ruangan.
Punggung Serra langsung berkeringat karena takut. Dia menenangkan dirinya sambil menarik nafas dalam, lalu berkata kepada mereka dengan tenang.
"Saya diminta manajer untuk datang ke ruangan ini untuk membersihkan ruangan. Ini adalah keinginan langsung Presdir Max."
Mendengar itu adalah perintah sang tuan, dua bodyguard yang menginterogasi langsung menurunkan tangan dan tak lagi menghalangi jalan.
Serra masuk ke dalam setelah menarik nafas. Dia menutup pintu perlahan sambil membalikkan badan untuk meminimalisir suara. Akan tetapi tepat saat akan melangkahkan kakinya, sosok pria bertubuh tegap berdiri tiga langkah di depannya.
"Kamu siapa?" tanya suara berat itu.
Serra mengangkat wajahnya. Dia ingin mengatakan sesuatu, tapi mulutnya seperti kelu. "Aku …."
Di saat yang sama Serra dapat melihat mata pria ini yang berkabut. Wajahnya tampak memerah padam dan dia seperti orang setengah sadar.
"Aku tidak pernah menghubungi menejermu. Siapa yang mengirimmu datang?" Bersama dengan kalimatnya, Max melangkah mendekat hingga memaksa Serra mundur.
Serra merasa tertekan dan panik ketika Max curiga terhadapnya. Namun karena dirinya telah dicap sebagai orang yang datang dengan tujuan, dia tidak perlu lagi bersembunyi.
Serra memberanikan diri mendekatkan wajahnya lalu meniup telinga Max dengan nafasnya yang hangat. Mengetahui dari internet hal semacam itu dapat membangkitkan hasrat pria.
Dia bertaruh demi perawatan Reina. Bahkan jika harus mengorbankan suatu yang sangat berharga, dia rela melakukannya.
Usaha itu berhasil. Tubuh Max menjadi tegang saat nafas hangat menjamah telinganya. Dia memejamkan mata, lalu perlahan mendekatkan wajahnya membisikkan sesuatu tepat di telinga Serra.
"Tidak ada jalan mundur setelah kau melakukan ini. Kau tahu siapa aku, bukan?"
Jujur, ada perasaan takut saat mendengar kalimat Max. Pria di depannya ini terkenal dengan arogansinya dan kejam. Berurusan dengannya adalah suatu yang sangat dihindari semua orang. Namun sekali lagi Serra mengingatkan dirinya sendiri tentang kondisi Reina.
"Saya tahu. Anda adalah Max Ricard, CEO Blue Diamond. Orang terkaya di Kota A. Itu juga alasan kenapa saya datang mencari Anda."
"Baiklah! Kamu sendiri yang datang. Jangan pernah menyesal."
Max yang sudah dipengaruhi alkohol pun tak bisa menahan hasratnya ketika seorang wanita cantik datang ke ruangannya.
Malam itu, mereka menghabiskan malam bersama. Di sebuah kamar yang gelap, bersatu dalam kehangatan.
Pagi harinya Serra terbangun langsung disuguhkan penampakan kamar yang berantakan. Pakaian berserakan di lantai dan ada noda merah di kasur.
Tidak perlu mencari tahu asal noda itu Serra sudah mengetahuinya. Tak lain adalah darah keperawanan.
Tentu saja Serra sedih saat memikirkan suatu yang ia jaga selama ini diambil oleh pria asing. Namun kembali lagi pada tujuan awalnya. Semua ini adalah keputusannya dan demi biaya perawatan Reina. Tidak ada yang harus disesali.
Serra perlahan mengedarkan pandangannya ke sekitar. Dia baru sadar tidak ada orang di sampingnya.
Kening Serra bertahap mengerut. Tapi setelah mendengar suara gemericik air dia bernafas dengan lega.
Dirinya telah mengorbankan suatu yang sangat berharga baginya. Jangan sampai Max meninggalkannya sendirian karena tidak mau bertanggung jawab.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Max keluar dengan balutan jubah mandi. Dia mengeringkan rambutnya yang basah sambil berjalan ke arahnya.
"Tanda tangani kontrak itu. Setelah ini kita pergi ke biro catatan sipil."
Kepala Serra mendadak kosong mendengar ucapan pria di depannya.
Kontrak? Biro catatan sipil?
Sebenarnya apa yang pria ini bicarakan?
Serra mengambil lembaran kertas di atas nakas. Pupil hitamnya bergerak ke kiri dan kanan membaca setiap kata demi kata.
Satu menit kemudian dia mengangkat wajahnya sambil menenggelamkan kertas kontrak di atas kasur.
"Aku tidak ingin kau bertanggung jawab seperti ini. Cukup berikan aku uang dan kita tidak lagi saling berhubungan."
Serra tidak pernah berharap Max akan mengajaknya menikah setelah malam yang mereka lalui. Bahkan dalam mimpi sekalipun ia terlalu takut untuk membayangkannya.
Jawaban Serra tentu saja membuat Max menaikkan alisnya. Di saat semua wanita berusaha menarik perhatiannya dan ingin menjadi wanitanya, tapi wanita ini malah terang-terangan menolaknya. Apa otak wanita ini kemasukan air?
"Dengar, Serra William. Kita akan menikah selama dua tahun. Aku akan memenuhi segala kebutuhanmu dalam kurun waktu itu. Tempat tinggal, uang bulanan, dan lain-lain. Detailnya ada di halaman dua kontrak itu."
Serra terkejut saat Max mengetahui siapa dirinya. Akan tetapi keterkejutannya perlahan menghilang setelah ingat siapa sosok di hadapannya.
Dia mengangkat lembaran kontrak, membaca halaman dua yang dimaksud. Di sana dijelaskan tentang kewajibannya selama kontrak berlangsung.
Tidak boleh membantah perintah pihak A. Pihak B akan tinggal di vila milik pihak A dan pihak B memiliki hak penuh atas kepemilikan selama kontrak berlangsung. Selain itu pihak A akan mengirim uang bulanan sebesar seratus juta kepada pihak B (Tidak termasuk uang makan atau kebutuhan pokok lain yang akan ditanggung pihak A)
Pihak B tidak perlu melakukan apapun untuk pihak A. Tetapi ketika Pihak A datang Pihak B harus melayani dengan baik (Pihak B boleh menolak untuk melakukan kontak seksual dalam keadaan tertentu. Tapi tidak terbatas pada alasan tidak masuk akal lainnya)
"Aku pikir semua sudah jelas. Segeralah bersiap karena satu jam lagi kita akan pergi ke biro catatan sipil."