PROLOG

1714 Words
Sissy sedang berada di rumah salah satu sahabatnya, Morin, yang mengundang dia dan sahabatnya yang lain, Rose, Jenny dan Jisoo, untuk mencicipi masakan buatan Diego Marazzi, chef tampan berkebangsaan Italia yang berhasil dibawa sahabatnya itu dari London, Inggris. Diego Marazzi adalah teman Darius Hartadi, Paman Morin yang tinggal di London. Dia dan para sahabatnya yang memang pencinta pria tampan tentu saja tidak akan melewatkan momen ini, dimana mereka seakan menjadi pelanggan VIP koki tampan yang menyajikan dessert yang rasanya luar biasa nikmat. Rasanya, kue itu semakin lezat saat dimakan sambil melihat senyum pria tampan yang menyajikannya. Ternyata keberuntungan sedang berpihak pada mereka. Seorang tamu datang saat mereka sedang menikmati makanan mereka, pria bule yang tidak kalah ganteng dari Diego Marazzi. Diego memperkenalkan pria itu sebagai asistennya. Dia langsung terpesona pada Garry Kean sejak pertama kali mereka diperkenalkan. Wajah tampan dengan mata berwarna abu-abu dan alis tebal, hidung mancung dan bibir seksi, apalagi lesung pipit di kedua pipi pria itu saat tersenyum, dan masih ditambah dengan janggut tipis yang menghiasi rahang persegi pria itu hingga ke dagu belahnya yang menambah kesan macho. Rasanya dia bisa meleleh jika terus ditatap oleh iris abu misterius itu. “Ladies, kenalkan ini asistenku. Garry Kean,” Diego memperkenalkan pria disampingnya dengan bahasa Inggris yang juga dia gunakan untuk berkomunikasi dengan teman-teman pemilik rumah ini tadi. “Hai Garry, aku Sissy,” sapanya memperkenalkan diri sambil tersenyum lebar. Dia yang memang sudah menunggu untuk diperkenalkan langsung maju untuk menjabat tangan Garry Kean. Dia tidak mau keduluan teman-temannya. “Garry,” jawab Garry sambil menjabat tangan Sissy. Setelah beberapa detik, dia agak bingung karena wanita di depannya tidak melepaskan tangannya, dan tiba-tiba ada wanita cantik yang menyikut wanita di depannya dan bicara dengan bahasa lokal yang tidak dia mengerti. “Ih Sissy, gantian dong!” komplain Jenny sambil menyikut temannya hingga tangan Sissy terlepas dan dia langsung menyambar tangan Garry. “Jenny,” sapa Jenny memperkenalkan diri. Dia tersenyum manis dan mengerjapkan bulu matanya menggoda. “Garry” jawab Garry kembali tersenyum. Namun sekali lagi dia bingung karena tangannya tidak dilepas lagi. Apakah budaya disini kalau berjabat tangan sangat lama? “Gantian!” sekarang Rose yang menyenggol Jenny yang langsung melepaskan tangannya. “Rose,” kata Rose dengan wajah datar sambil mengulurkan tangan. Saat Garry menyalaminya, wanita itu memajukan tubuhnya dan berbisik di telinga Garry. “Jangan mendekati teman-temanku atau aku yang akan membunuhmu!” desis Rose. Garry mengangkat alisnya mendengar perkataan yang dia pikir tidak akan dia dengar di rumah Darius Hartadi. Dia melirik wanita yang sekarang sudah melepaskan tangannya dan masih menatapnya tajam. Dia tersenyum saat menyadari kalau wanita itu mengetahui siapa dirinya. Wanita ini pasti memiliki hubungan dengan dunia hitam, karena tidak mungkin orang biasa bisa mengenalinya. Garry lalu menghampiri dua wanita yang dikenalnya dan tidak menghampirinya, “Selamat siang, Nyonya Lucas,” sapa Garry sambil mengulurkan tangannya pada Jisoo. “Anda mengenal saya?” tanya Jisoo menatap bingung pada pria tampan di depannya. Dia mengulurkan tangannya untuk balas menjabat tangan pria itu. “Suami anda teman bos saya. Tentu saja saya mengetahui siapa anda,” jawab Garry. “Selamat siang, Nona Morin,” sapa Garry kemudian pada Morin yang memang sejak tadi memperhatikannya. “Selamat datang di rumahku, Garry. Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Morin yang merasa pernah melihat Garry. Kalau pria itu adalah asisten Diego, mungkin dia pernah melihat pria itu di London. “Belum, tapi anda sekarang sangat terkenal di London. Sebentar lagi anda mungkin membutuhkan bodyguard jika keluar rumah. Saya bersedia mengisi posisi itu jika anda tidak keberatan,” jawab Garry sambil bergurau dan dia mengulurkan tangan. Tangan Morin tidak jadi menyentuh tangan Garry karena tubuhnya ditarik ke belakang. Dia menoleh dan melihat kalau om tercintanya yang merangkul pinggangnya mundur. Apakah si om cemburu? Setelahnya pria itu melepas pinggangnya tanpa penjelasan apapun dan meminta Diego Marazzi beserta Garry Kean ikut dengan pria itu untuk membahas pekerjaan. Begitu juga Morin dan para sahabatnya berangkat untuk pergi karaoke seperti rencana awal mereka. Sissy dan para sahabatnya sudah lama tidak berkumpul bersama dikarenakan Morin yang pergi mengunjungi Om Darius di London selama tiga minggu. Jadi begitu sahabatnya itu pulang, mereka langsung membuat rencana bertemu untuk saling bertukar kabar dan cerita. Hari ini seharusnya menjadi hari yang sempurna untuk mereka berkumpul dan begosip, namun ternyata hari indah itu ternyata berakhir dengan buruk, malam itu menjadi malam paling mengerikan dalam hidup mereka semua. Sissy tidak pernah menyangka kalau dia dan para sahabatnya akan terseret dalam konflik antar mafia. Malam itu Morin hampir saja terkena tembakan dari musuh Diego Marazzi yang berniat untuk merusak pertemanan Darius Hartadi, pemilik perusahaan multinasional terbesar di dunia, dengan Diego Marazzi alias Justin Ludovic, Bos Mafia terbesar di dunia yang menyamar sebagai koki. Sekarang mereka sedang berada di rumah sakit untuk menunggui Diego yang baru saja selesai menjalani operasi. Pria itu terluka karena melindungi Morin dari peluru yang ditargetkan pada gadis itu. Semua anggota mafia Diego yang masih hidup, termasuk Garry Kean, juga menunggu disana bersama mereka. Setelah operasi selesai dengan baik, Diego dipindahkan ke ruang perawatan. “Ayo, Sissy. Om akan mengantarmu pulang,” panggil Donny, Ayah Morin yang berniat mengantarkan Sissy pulang. “Aku pulang dengan Garry saja.” jawab Sissy yang membuat Garry menoleh karena mendengar namanya disebut, namun dia tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Sissy. “Hanya Tante Monika yang membawa mobil. Dan kasihan Morin sudah lelah, apalagi rumah kami tidak searah. Akan menyusahkan kalau mereka mengantarku pulang dulu. Maukah kau mengantarkanku pulang?” tanya Sissy yang sekalian menjelaskan pada Garry dalam bahasa Inggris. Garry masih bingung dengan informasi dari Sissy dan kenapa dia yang diminta mengantarkan gadis itu? “Sissy,” panggil Donny sambil menyipitkan matanya curiga. Pasti gadis itu memiliki rencana absurd lagi. Bagi Donny, Sissy dan teman-temannya tetaplah gadis nakal yang selalu membuat ulah. Sulit baginya menganggap para gadis itu sudah dewasa walau usia mereka sudah dewasa. “Aku sudah lelah, Papa. Aku mau langsung pulang.” keluh Morin sambil menguap dan berjalan menghampiri ayahnya. “Papa, gendong,” kata Morin manja yang membuat semua orang disana memperhatikannya. “Morin,” panggil Monika cemas saat melihat raut wajah Darius. Sedangkan Donny tidak menyadarinya karena sedang membelai sayang kepala putrinya angkatnya. “Hari ini memang berat. Ayo kita pulang,” kata Donny lembut. “Gendong punggung. Kakiku pegal!” rajuk Morin masih dengan suara manjanya sambil menarik baju ayahnya. Dia benar-benar bersikap seperti anak berusia delapan tahun, walau usianya sudah tujuh belas tahun. “Ayo pulang!” kata Darius kaku sambil menarik pergelangan tangan Morin dan menyeret gadis itu berjalan keluar dari kamar perawatan itu. Donny dan Monika berjalan mengikuti pasangan itu dari belakang tanpa mengatakan apapun. Morin masih sempat membalik tubuhnya sebentar dan memberi kode OK dengan jarinya pada Sissy sambil menyeringai, yang dibalas dengan acungan jempol dari Sissy. Morin memang selalu satu frekuensi dengan Sissy. Donny dan Monika berpura-pura tidak melihat kelakuan Morin, sekarang mereka tahu kalau putri mereka tadi sengaja mengalihkan perhatian orang pada dirinya agar Sissy bisa pulang dengan Garry. Jika Kak Darius membiarkan Garry mengantar Sissy pulang, berarti pria itu tidak berbahaya untuk Sissy. Garry hanya diam saat melihat dua wanita yang sedang bertukar kode di depannya sambil berpikir kalau mungkin Darius Hartadi tertarik pada Morin karena keunikan wanita itu? Dia tidak mengerti perbincangan mereka, tapi melihat kode-kodean mereka dan senyum licik wanita itu, memberitahunya kalau kedua wanita ini pasti sedang merencanakan sesuatu. Tidak perlu waktu lama untuk mengetahui kalau dirinyalah hasil perencanaan dua wanita itu. “Bisa tolong antar aku pulang?” tanya Sissy pada Garry dengan senyum lebarnya. Sekarang dia bisa kencan berdua di dalam mobil dengan Garry. Idenya memang selalu cemerlang, apalagi ditambah Morin yang selalu membantunya. Garry yang tidak memiliki pilihan lain akhirnya bersedia mengantar Sissy pulang. Dia tidak terusik dengan tatapan pemujaan yang diarahkan Sissy padanya. Dia sudah sering melihat tatapan seperti itu dari wanita di sekitarnya selama ini. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya setelah hampir lima belas tahun menjadi pembunuh bayaran, Garry berada di mobil untuk mengantar seorang wanita pulang tanpa tujuan khusus. Bukan untuk menginap di rumah wanita itu ataupun membunuh wanita itu. Perjalanan selama satu jam lebih itu tidak terasa karena gadis itu selalu mengajaknya mengobrol santai dan topiknya merupakan hal-hal umum, obrolan itu sama sekali tidak memiliki tujuan menggoda ataupun maksud terselubung. Dia baru menyadari kalau hal itu ternyata menyenangkan, apalagi Sissy memang orang yang pandai membawa suasana dan suka tertawa, dan ternyata tawanya menular. Tawa itu juga terlihat tulus dan tidak dibuat buat. Suara gadis itu juga semanis wajahnya. Selama ini baginya hanya ada dua jenis wanita, teman tidur atau musuh. Jika bertemu wanita yang menarik, pasti mereka akan saling menggoda dan setelahnya menyewa kamar hotel, atau terkadang dia bertemu dengan wanita licik yang memiliki maksud terselubung dan biasa berakhir dengan kematian wanita itu. Tidak pernah dia bertemu wanita seperti Sissy, yang memiliki aura positif dan dia bisa melihat ketulusan dari setiap perkataan gadis itu. Dia bisa melihat kalau wanita itu dibesarkan sebagai wanita baik-baik. Terlihat dari tutur katanya dan perilakunya yang sangat berbeda dengan wanita yang biasa ada di sekitar dirinya. Kecuali saat gadis itu bersama teman-temannya, mereka semua tampak seperti gadis belia yang masih suka bermain. Mungkin seperti itulah hidup orang yang dibesarkan secara normal, bukan seperti dirinya yang memang sudah dilatih sejak kecil untuk menjadi pembunuh bayaran. Begitu juga Sissy yang duduk di sebelah Garry sangat senang karena Garry merupakan teman mengobrol yang menyenangkan. Hal itu mengurangi ketakutannya akan peristiwa naas yang hampir saja merenggut nyawanya tadi. Sissy yang selalu berpikir positif malah bisa mengambil sisi positif dari peristiwa itu, yaitu sekarang dia bisa berduaan dengan Garry, dia bisa mengobrol dan tertawa bersama Garry. Walau dalam keremangan mobil, dia masih bisa melihat lesung pipit setiap kali pria itu tertawa, lesung pipit yang selalu membuatnya terpesona dan jantungnya berdebar tidak karuan. Dalam hati dia ingin mengumpat saat melihat gerbang komplek rumahnya, sebentar lagi kebersamaan mereka harus usai dan dia harus berpisah dari Garry. “Terima kasih sudah mengantarku. Kalau kamu mau, aku bisa mengantarmu jalan-jalan disini nanti,” kata Sissy menawarkan diri menemani Garry berwisata. “Tidak perlu. Aku akan menjaga Pak Diego saja,” tolak Garry halus. “Maaf tidak bisa mengajakmu masuk karena sudah terlalu malam. Nanti …,” suara Sissy terputus saat Garry tiba-tiba menghentikan mobil di pinggir jalan, pria itu menarik tengkuknya dan menciumnya. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD