"Paul (42 tahun), Supir pribadi Louis."
Seattle Departments Police.
Alexandra berjalan dengan penuh percaya diri ketika memasuki wilayah kepolisian kota Seattle sore itu. Waktu di jam tangan bermerk Daniel Wellington yang digunakannya saat itu telah mengarah ke angka sepuluh. Yang artinya memang terlalu pagi untuk berkunjung ke kantor polisi. Ia sungguh tidak ingin kembali ke kantor polisi apalagi menemui Noel. Namun pada akhirnya, ia terus kembali ke tempat yang dia benci demi memuaskan rasa penasarannya akan siapa dalang di balik kematian kekasihnya, Louis.
Bagaimanapun juga, dia sudah bertekad pada dirinya sendiri untuk terlibat dan menangkap pelaku dengan tangannya sendiri. Karena kecelakaan itu, Alexandra batal menikah dan menjadi bahan pembicaraan semua orang di kota Seattle. Semua media di kota yang dijuluki sebagai kota zamrud itu benar-benar sibuk mengorek informasi tentang kondisi dan perasaan Alexandra saat ini, seolah situasi ini dapat dimanfaatkan oleh seluruh media sebagai berita 'panas' utama mereka.
Berbalut slip dress marun selutut yang dipadu padankan dengan cardigan hitam panjang dan ankle boots senada, ia melangkah menuju ruangan Noel di ujung koridor lantai satu.
Namun beberapa saat sebelum Alexandra sampai ke ruangan yang dituju, mata birunya yang terang mendapati Smith tengah berjalan dari arah yang berlawanan menuju ke arahnya. Tampaknya pria dengan tinggi 176cm itu baru saja keluar dari ruangan Noel.
Namun rekan Noel itu tampak sibuk dengan ponsel pintar dalam genggamannya sehingga ia tak menyadari bahwa Alexandra kini sedang berlari kecil ke arahnya. Alexandra tersenyum jahil sembari mengendap-ngendap ke arahnya.
"Dapat!" kata Alexandra saat ia berhasil merebut ponsel pintar tersebut dari Smith.
"Hey!" Smith hampir memaki siapapun yang baru saja bersikap lancang kepadanya karena berani mengambil ponselnya tanpa permisi sebelum tahu bahwa pelakunya adalah Alexandra. Namun buru-buru niat itu diurungkan sebelum hal sepele ini menjadi masalah besar baginya. Noel tersenyum sopan pada wanita itu dan menggaruk tengkuk lehernya dengan canggung. "Kau rupanya. Bisakah kau mengembalikan ponselku, Nona?" pintanya dengan sopan. "Aku akan sangat menghargainya."
Bukannya menanggapi permintaan Smith dengan serius, Alexandra justru menyeringai penuh kemenangan dan menatap layar ponsel Smith. Ia berniat jahil pada Smith untuk menggodanya agar suasana penyelidikan tidak terlalu tegang. Ia pun langsung melihat layar ponsel Smith yang sudah ada di tangannya ketika Smith merasa putus asa di tempatnya berdiri sekarang. Alexandra hanya berniat untuk mengambil foto selfie dirinya sebelum akhirnya tangannya yang kurus menyalakan layar dan. "Aku jadi penasaran kau sedang melihat ap--" kalimatnya menggantung di udara begitu saja ketika Alexandra menemukan wajah tak asing di layar ponsel pintar milik Smith. Seorang wanita yang sejauh ini cukup ia kenal dengan dekat dan baik. "Stella? Bukankah ini Stella, Smith?"
Detektif penyuka chicken nugget itu segera menarik ponselnya dari tangan Alexandra secepat mungkin, bahkan sebelum wanita itu menyadarinya. Seperti kilat yang muncul di tengah-tengah hujan. Smith buru-buru menyimpan ponselnya di dalam saku celana untuk kemudian mengalihkan topik pembicaraan di antara mereka. Percayalah, ia sedang tidak ingin wanita di hadapannya ini menghujaninya dengan berbagai macam pertanyaan karena Smith pasti akan merasa tidak enak. "Smith, kenapa diam saja? Itu stella, 'kan? Kenapa ada fotonya di ponselmu? Apa kalian saling mengenal?" tanya Alexandra tak puas.
"Omong-omong apa yang kau lakukan di sini sepagi ini, Alexandra?" Ia tersenyum lebar seolah tak terjadi apa-apa barusan. "Apakah kau ingin menemui Noel? Aku akan mengantarmu, silakan."
Alexandra menatap Smith perlahan. Seperti gerakan yang diperlambat dalam sebuah cuplikan film aksi yang belakangan ini menjadi tontonan kesukaan wanita muda itu. "Ada apa dengan Stella?" Wajah Smith pun berubah panik saat Alexandra menghunuskan pandangan penuh selidik ke arahnya sekarang. Mata biru Alexandra menatap lurus-lurus, seolah mengunci gerakan sang detektif agar tidak bisa kemana-mana."Kenapa dia ... ada di ponselmu, Smith? Kalian dekat? Sejak kapan? Atau ada sesuatu yang tidak aku tahu? Coba katakan, Smith. Kumohon."
Ya. Benar saja firasat Smith. Ia dicecar dengan pertanyaan yang sama sekali tidak ingin ia jawab oleh Alexandra. Kali ini Smith lah yang dibuat bingung, jawaban apa yang sebaiknya pria itu katakan untuk tidak menyakiti hati Alexandra?
"Bukan begitu. Jangan salah paham dulu." Smith menggaruk tengkuk lehernya canggung. Mencoba meredakan situasi panas yang ditimbulkan oleh tatapan Alexandra dan rasa penasarannya akan mengapa Smith memiliki foto Stella di layar ponselnya. Alexandra pasti akan salah paham jika Smith tidak bisa menjelaskannya dengan benar sekarang. "Itu ... sebenarnya--"
"Katakan kepadaku semuanya!" sela Alexandra tegas. Ia tidak ingin ada yang ditutupi lagi. Stella pasti terlibat dalam kematian kekasihnya sampai Smith repot-repot mencari tahu. Karena jika dipikir-pikir lagi, Smith bukanlah tipa pria yang akan menggemari Stella sampai se penasaran itu dan menyimpan sebuah foto di ponselnya. Stella pasti mengetahui sesuatu sampai polisi ini menyelidikinya. "Apa yang sedang kau lakukan dengan Stella? Kau menyelidikinya, bukan? Stella terlibat dalam kasus kecelakaan kekasihku, bukan?"
"Alexandra, tenanglah," pinta Smith gugup. "Kau membuatku tidak nyaman jika kau melihatku dengan tatapan curiga itu kau tahu."
Alexandra kemudian mundur satu langkah dari posisinya dan ia melipat kedua tangannya di d**a. Ia tidak lagi menghunuskan tatapan menusuk dan mengintimidasi kepada Smith, tapi sorot biru itu tidak dapat berbohong. Ia masih sangat penasaran dengan alasan Smith menyimpan foto Stella di ponselnya.
Setelah menimbang-nimbang, sebuah keputusan besar pun dijatuhkan oleh Smith. Detektif berusia 28 tahun itu akhirnya menceritakan semua informasi yang didapatnya dari Christian, Carl dan Nicole kemarin mengenai hubungan gelap yang mungkin telah terjadi antara Louis dan Stella di belakang Alexandra. Smith menjelaskan sedetil-detilnya kronologi perselingkuhan mereka, sesuai dengan cerita ketiga orang yang kemarin ia temui dan tanyai.
Alexandra tampak kesal. Ia menghela napas jengah dan menggeleng tak habis pikir sementara Smith minta maaf untuk semua hal yang sudah ia katakan kepadanya. "Sepertinya ini merupakan salah satu fakta yang belum kau ketahui, Alex."
"Tapi, bagaimana bisa?" Alexandra berkacak pinggang. Menatap Smith tak percaya. "Aku tidak akan memercayaimu sebelum aku benar-benar mendengar sendiri semuanya dari mulut Stella. Aku akan menemuinya dan membuatnya langsung mengaku. Jika semua yang dikatakan oleh orang-orang itu benar, itu artinya Stella sudah bersikap jahat padaku selama ini. Dia harus mendapat balasannya."
"Sebaiknya jangan!" sergah Smith panik. Jika terjadi sesuatu antara Alexandra dan Stella, orang pertama yang disalahkan oleh Noel jelas adalah dirinya. Karena telah membocorkan informasi rahasia ini kepada yang bersangkutan. Astaga. "Ini bisa menjadi tuduhan tanpa bukti yang justru mengancam nama baikmu, Alexandra," katanya mencoba menenangkan.
Namun wanita dengan rambut brunettenya yang berkilau itu hanya terdiam sejenak. Ia menarik napas dan menggelengkan kepalanya perlahan saat tatapan mereka akhirnya beradu. "Aku harus memastikan semuanya dengan mata dan telingaku sendiri. Jadi, jangan coba-coba menghalangiku."