You're Not Sorry | 1

2361 Words
Dave tersadar jika dia melupakan sesuatu saat seorang waiter memberikan pesanannya, seketika hatinya di landa kecemasan luar biasa. “Kate, aku....” ucapan Dave tertahan di tenggorokan, saat melihat tatapan sendu Kate. “Tidak bisakah kau menemaniku sedikit lebih lama lagi Dave?” permintaan Kate yang sarat permohonan membuat Dave tergagap, berbagai pemikiran muncul di kepalanya. “Tidak apa-apa Dave, lebih baik kau temani Kate, lagi pula Lynn di rumah, jadi pasti dia baik-baik saja, kau cukup menyiapkan alasan yang meyakinkan seperti biasa.” “Kau harus pergi Dave Anderson. Ingat janjimu pada Lynn, ingat berapa kali kau membatalkan janjimu pada gadis malang itu, kau benar-benar pengecut jika memilih Kate dan lagi-lagi mengingkari janjimu pada Lynn.” “Tapi kau akan lebih pengecut lagi karena meninggalkan gadis rapuh sendirian.” “Dave,” suara Kate menyentak Dave dari lamunan akan kebimbangan hatinya. “Ahh ya, Kate, aku akan menemanimu hingga suasana hatimu membaik.” Dan Dave hanya bisa merutuki mulutnya yang mengeluarkan kata-kata yang justru membuat hatinya semakin gelisah, ponselnya yang mati membuat Dave juga mengumpat dalam hati. “Maaf ya aku merepotkanmu,” Kate menatap Dave bersalah, namun pria itu justru tersenyum, seolah meyakinkan Kate jika dirinya tidak merasa keberatan menemani Kate. ~***~ Gadis itu masih bertahan di tengah dinginnya udara malam, taman semakin sepi, namun gadis itu masih belum beranjak dari duduknya, sekali lagi ia melirik arloji di tangan kirinya, sudah dua jam ia menunggu kabar dari Dave, namun tidak ada tanda-tanda pria itu akan menghubunginya, Lynn tertawa miris di taman yang semakin sepi itu, menertawai dirinya yang begitu menyedihkan. “Baiklah jika setengah jam lagi kau tidak juga mengabariku, aku akan menyerah,” Dave menatap rumah besar di depannya, setelah mengantar Kate pulang tadi pria itu masih bertahan di sana, memperhatikan kamar di rumah itu yang lampunya masih menyala. “Aku harus menghubungi Lynn secepatnya.” Dave menggumam, menstarter mobilnya, dan meninggalkan komplek elit tersebut, ia ingin secepatnya menghidupkan ponselnya dan menghubungi Lynn. Lima belas menit kemudian Dave tiba di rumahnya, jam sudah menunjukkan pukul dua belas, dengan langkah tergesa ia menuju kamarnya dan langsung mencari charger ponselnya. “Maaf jika aku mengganggmu, tapi aku sangat-sangat tidak tenang Lynn,” Dave menggumam sambil mendial nomor Lynn sesaat setelah ponselnya menyala. Terdengar nada sambung yang cukup lama, beruntung pada nada ke tiga panggilan Dave dijawab oleh Lynn. “Lynn, apa kau sudah tidur?” Dave bertanya cemas-cemas, “Maafkan aku untuk malam ini, sungguh Lynn kejadian tak terduga membuatku harus membatalkan janji kita. Lagi.” Dave menyampaikan permintaan maafnya, cukup lama hanya terdengar deru napas Lynn di sana, membuat Dave menunggu dengan cemas akan jawaban Lynn. “Ahh ya? Apa itu adalah urusan kantor?” Lynn mencoba mencari kejujuran Dave. “Ehmm, ya, Daddy memintaku memimpin rapat darurat tadi,” Dave tanpa sadar menggigit bibir bawahnya. “Ahh begitu, ya sudah, aku juga sudah tidur karena terlalu lama menunggumu,” Lynn terkekeh pelan di sana, membuat Dave bernapas lega. “Ya sudah ya Dave aku sangat mengantuk.” Gadis itu ingin segera mengakhiri sambungan teleponnya saat air matanya kembali berlomba-lomba untuk keluar. “Besok. Besok aku akan menjemputmu jam sembilan pagi, selamat tidur ya sayang, maaf mengecewakanmu lagi.” Dave kemudian mematikan sambungan teleponnya, jantungnya berdetak cepat saat untuk kesekian kalinya ia membohongi Lynn. Sedangkan di kamarnya Lynn hanya mampu membekap mulutnya, dia baru saja kembali dua jam yang lalu, panggilan dari Dave tadi nyatanya semakin membuat luka gadis itu menganga lebar, lagi-lagi pria itu mengingkari janjinya dan membohonginya, sungguh Lynn benar-benar merasa terkhianati oleh kakak dan kekasihnya, walau ia tau belum tentu keduanya memiliki hubungan, tapi Lynn tetap saja merasa terhianati akan kebohongan mereka yang menyembunyikan apa-apa saja yang terjadi antara keduanya. ~***~ Lynn menatap Dave dalam diam dari atas, dengan langkah pelan ia menuruni tangga, kali ini Dave benar-benar menepati janjinya, hanya saja apa yang Lynn rasakan telah berbeda, gadis itu tidak lagi seantusias semalam, yang ada hanya rasa kecewa karena Dave membohonginya. “Aku sudah siap, kita bisa pergi sekarang.” Lynn tersenyum tipis, membuat Dave mengangguk dengan senyuman, ia menggandeng tangan Lynn dan membukakan pintu untuk gadisnya itu. “Apa kau tidak ke kantor hari ini?” Lynn memulai pembicaraan. “Tidak, aku ingin meluangkan waktu untuk kita seharian, sebagai permintaan maafku karena selalu mengingkari janji.” Dengan menyesal Dave harus mengatakannya, pria itu menggenggam tangan Lynn dan menatap Lynn dalam penuh permohonan maaf. Lynn hanya menghembuskan napasnya panjang dan memilih mengalihkan pandangannya ke samping, pagi ini sepertinya langit tidak cukup bersahabat, mendung menyelimuti pagi ini, sama seperti suasana hati Lynn yang belum membaik. “Ya tidak apa-apa, kau sudah berusaha untuk memperbaikinya, aku menghargai itu.” Lynn tersenyum tipis pada Dave. ~***~ Dave benar-benar menepati janjinya kali ini, dia menemani Lynn seharian, di kampus, menunggu gadis itu bimbingan dengan dosennya, menemani Lynn mencari referensi hingga sore menjelang. Dave lalu memutuskan mengajak Lynn untuk mengisi perut, karena gadis itu terlalu sibuk hingga mengabaikan makan siangnya. Dave mengajaknya ke mall terdekat, juga ingin membelikan sesuatu untuk Lynn sebagai permintaan maafnya sebelum nanti malam mengajak Lynn ke Eiffel sebagai ganti kejahatannya kemarin. Melihat bagaimana Dave yang berusaha memperbaiki kesalahannya dengan menemaninya seharian dan sangat memperhatikannya membuat Lynn lagi-lagi lemah. Rasa kecewa dan marahnya yang semalam menggebu-gebu hilang perlahan-lahan dengan Dave yang memperhatikannya begitu manis. ‘Lihatkan? Bagaimana kau bisa begitu lemah, Angelyn? Hanya karena perlakuan pria itu yang lebih baik kau bisa luluh begitu mudahnya. Dia melakukan itu karena rasa bersalahnya. Berhenti menjadi lemah pada seorang Dave Anderson, Lynn.’ Hatinya memberikan peringatan, membuat Angelynn hanya bisa menggigit bibirnya kuat. Dia memang akan selalu kalah dengan perasaannya pada Dave. Pria itu terlalu mendominasi hatinya, hingga membuatnya tak kuasa, dan pada akhirnya selalu mengalah dan memaafkan setiap kesalahannya. *** “Jadi ini pertama kalinya kau ke Eiffel? Kau tinggal di Paris, Lynn! Bagaimana kau baru pernah ke sini?” Dave menatap Lynn tak percaya saat gadis itu mengatakan jika ini pertama kalinya Lynn ke Eiffel. “Ya aku pernah berjanji bahwa aku akan ke sini dengan orang yang kucintai, jadi setiap Mommy dan Daddy mengajakku ke sini, aku selalu menolaknya. Bahkan sejak kecil, karena saat kecil aku membuat keinginan itu. Menikmati indahnya Eiffel bersama orang yang kucintai.” jawaban Lynn membuat Dave tersenyum kikuk, Tapi hanya Kate yang akan aku lamar dengan romantsi di sini, Lynn. agar Eiffel menjadi saksi bagaimana cintaku pada Kate. Batinnya berbicara dengan jahat “Kau memang b******k Dave Andreson.’ Lagi-lagi hatinya mengumpat. “Bolehkan ayo kita mengukir banyak momen di sini, Dave. Aku ingin mengabadikan setiap foto di tempat ini bersamamu?” Lynn bertanya saat melihat wajah Dave yang terlihat biasa saja. “Tentu, sayang. Kita harus membuat kenangan yang sangat indah dan jangan melewatkan satu pun, karena hari ini sangat spesial. ” Dave tersenyum, mengusap puncak kepala gadis itu dan merangkul Lynn. Lynn benar-benar membuktikan ucapannya. Gadis itu terlihat begitu bahagia dengan memotret setiap momennya bersama Dave. Tertawa lepas saat membuat lelucon walau Dave hanya tersenyum ringan dan mengacak rambut gadis itu sebagai respon. Seolah tawa Lynn yang begitu lepas tidak bisa membuat Dave juga melakukan hal yang sama. Lynn hanya mengangguk saat Dave berkata ingin membeli permen kapas. Gadis itu mencoba untuk menutupi kekecewaannya. Sebaik apapun dia membuat Dave tertawa, nyatanya dia tidak bisa. Bahkan saat dirinya bertingkah konyol, respon pria itu sangat jauh dari harapannya. Tidak ada Dave yang tertawa begitu lepas dan bahagia saat bersama Kate kemarin. Lynn tidak tau apa yang membuat pria itu begitu berbeda saat dengannya. Dia merasa tatapan Dave yang menyiratkan seolah memikirkan hal lain dan tidak fokus, pikirannya kembali memutar kejadian tadi malam, yang membuat dirinya seketika menahan tangis, mengingat semua kenangan yang telah ia lalui bersama Dave dan kemungkinan alasan pria itu membohonginya. Semua itu membuat Lynn ingin melihat wajah Dave, ia membalikkan badannya dan melihat Dave yang berjalan ke arahnya dengan dua permen kapas di tangannya, dengan langkah yang sangat pelan Lynn menghampiri Dave, dan begitu ia sudah di depan Dave, Lynn langsung memeluk Dave, membuat Dave terkejut, apalagi saat merasakan kemejanya basah. “Lynn, ada apa? Kenapa menangis hem?” Yang Dave tau ia benar-benar benci saat melihat Lynn menangis, rasanya ada sebagian dari dirinya yang juga merasakan rasa sakit yang Lynn rasakan, berbeda dengan apa yang dirasakan olehnya pada Kate semalam, ia hanya merasa simpati pada gadis itu, tidak ada perasaan yang juga ikut membuatnya sedih seperti yang ia alami pada Lynn. “Bukan apa-apa, aku hanya merindukanmu, rasanya sudah lama kita tidak menghabiskan waktu berdua,” Lynn masih memeluk Dave, bahkan pelukannya semakin erat, Dave yang mendengar itu langsung membuang permen kapasnya dan balas memeluk Lynn begitu erat. “Kau bisa memelukku kapan pun, jangan menangis, aku membecinya.” Dave melepaskan pelukan Lynn dan menangkup wajah gadis itu lalu menghapus air matanya. “Bukankah hari ini kita akan bersenang-senang? Jadi aku tidak ingin melihatmu bersedih apalagi menangis, janji?” Dave mengacungkan jari kelingkingnya dan Lynn menyambutnya dengan senyuman. “Ya, janji.” “Ya sudah ayo, kita harus membeli permen kapasnya lagi,” Dave memungut permen kapas tadi dan membuangnya ke tong sampah, kembali menghampiri pedagang itu untuk membeli yang baru. Dalam diamnya Lynn terus memperhatikan Dave yang kini berjalan di sisinya dengan menggenggam tangannya, dan Lynn berharap tangan itu akan selalu menggenggam tangannya, ia berharap apa-apa yang selama ini menjadi doanya terkabulkan. ‘Sungguh memilikimu adalah hadiah terindah yang Tuhan berikan untukku.’ Lynn membatin, mengamati wajah sempurna Dave yang kini juga tengah tersenyum ke arahnya. ~***~ “Jadi apa yang ingin kau makan siang ini?” Seorang pria menatap dengan bibir yang terus mengukir senyum untuk gadis yang kini duduk di depannya. “Aku ingin spaghetti saja, Dave.” Sang gadis juga ikut tersenyum pada pria di depannya, pria yang dalam satu bulan ini semakin dekat dengannya. “Jadi thesis-mu sudah sampai pada pembahasan?” “Hemm, mungkin tiga atau empat bulan lagi aku akan sidang, bagaimana denganmu?” “Aku akan sidang bulan depan sepertinya,” “Wahh selamat Dave, aku tidak menyangka di usiamu yang cukup muda kau berhasil mendapatkan mastermu.” “Terima kasih Kate, kau juga gadis yang hebat,” Dave tersenyum menatap Kate penuh kelembutan. Keduanya memang semakin dekat karena Kate dan Dave yang selalu bertukar pikiran tentang thesis mereka, bahkan semenjak kencan Dave dan Lynn ke Eiffel satu bulan yang lalu itu, bukannya hubungannya dengan Lynn semakin membaik justru Dave terlihat sedikit demi sedikit menjauhi Lynn dan gencar untuk mendekati Kate. ‘Sebenarnya apa yang kau cari Dave? Bahkan saat kau dekat dengan Kate seperti sekarang kau tidak merasakan degupan hebat pada jantungmu, bukankah lebih bahagia saat dirimu bersama Lynn?” Sisi batin Dave yang selalu berperang akhir-akhir ini kembali bersuara, pria itu mengeyahkan suara-suara yang tak diharapkan dengan terus menatap Kate yang tengah memainkan ponselnya. “Tidak, percayalah kau lebih bahagia bersama Kate, hanya saja kau masih merasa bersalah pada Lynn, maka dari itu segeralah ambil keputusan untuk memutuskan Lynn.” Dave mengangguk dengan suara hati yang lagi-lagi muncul itu, dia harus mengambil tindakan untuk memutuskan Lynn segera, misinya sudah berhasil jadi ia harus memutuskan Lynn agar gadis itu tidak terluka lebih dalam. b******k memang, tapi Dave memutuskan Lynn demi membuat gadis itu tidak semakin patah hati. Iya kan? Sudah tidak terhitung berapa kali dirinya makan bersama Kate selama sebulan ini, keduanya yang memang berada di jurusan yang sama membuat intensitas bertemu lebih sering, keduanya juga sering bertukar pesan sekedar menanyakan thesis hingga hal-hal yang tidak penting layaknya sepasang kekasih. Awalnya Kate meminta Dave untuk membantunya melupakan Andrew yang sudah melukainya di awal saat ia pertama kalinya menyukai seorang pria, dan Dave menyanggupinya, ia selalu ada di saat Kate terluka karena Andrew yang terus menolaknya, sejujurnya di malam Kate menangis karena Andrew lalu bertemu di restoran dengan Dave, gadis itu tidak menyerah akan Andrew, ia masih terus mencoba mendekati Andrew, membuatkan cake, cokelat atau makan siang untuk pria yang memiliki paras bak dewa itu. Namun walau Kate sudah meminta Dave untuk membantunya melupakan Andrew, gadis itu tidak benar-benar berusaha untuk melupakan Andrew, rasa-rasanya sangat berat untuk melupakan pria itu. Kate tidak tau bagaimana hatinya bekerja, selama dua puluh lima tahun dia tidak pernah sekali pun melirik pria bahkan memikirkannya, namun saat melihat Andrew semua prinsip itu musnah, ia menyukai Andrew pada pandangan pertama dan Kate sulit mengenyahkannya, mungkin itu hukum karma untuknya, dirinya yang tidak percaya akan cinta dan selalu mengatakan jika cinta hanya bualan penuh dusta akhirnya terperangkap dalam pesona Andrew hanya dalam hitungan detik. “Dave,” “Ada apa Kate? Kenapa kau terlihat gelisah?” “Tentang Andrew, kenapa aku sulit melupakannya? Aku merasa menjadi bodoh, bahkan aku bisa menghitung berapa kali aku bertemu dengannya, namun kenapa hati ini bekerja dengan tidak terkendali saat otakku memikirkannya, aku tidak tau jenis cinta apa yang kurasakan pada Andrew, apakah ini masuk akal Dave, aku ... aku masih tidak percaya dengan apa yang terjadi denganku, kenapa aku menjadi gila seperti ini? Rasa-rasanya semua usaha yang aku lakukan dan hanya dibalas dengan penolakan-penolakannya tidak membuatku jera, aku menikmati sakit itu dan selalu percaya bahwa sakitku akan terbalas dengan dia yang kelak akan menerimaku, ini... ini aku tidak tau apa yang sebenarnya terjadi padaku Dave.” Kate mengusap wajahnya kasar, selalu Andrew yang menjadi topik pembicaraan wanita itu saat bersama Dave, membuat Dave ikut menghela napasnya panjang, tidak tau juga dengan apa yang terjadi pada Kate yang bisa menggilai Andrew bahkan gadis itu baru mengenalnya tidak lebih dari enam bulan, atau itu semacam obsesi, karena Kate terbiasa mendapatkan apa yang ia inginkan dan saat Andrew menolaknya gadis itu selalu berusaha lagi dan lagi hingga Andrew menerimanya, sama seperti jika gadis itu gagal mencapai tujuannya, ia akan berusaha lagi dan lagi hingga berhasil. “Kau harus melupakannya pelan-pelan, Kate. Kau juga harus mengurangi kebiasaanmu mengantarkan makan siang untuknya, kau harus selalu mengingatkan dirimu jika dia bukan salah satu prestasi yang harus kau raih di mana jika kau gagal kau bisa mencobanya hingga berhasil, dia manusia yang mampu menolak bahkan sekali pun kau berusaha keras.” Dave menggenggam tangan Kate tanpa canggung, hal yang kini sudah biasa ia lakukan saat Kate frustasi akan Andrew, tentang hatinya yang semakin menggila pada pria itu. “Tapi ... tapi kenapa berat sekali rasanya,” Kate menatap Dave dengan wajah putus asanya. “Aku akan membantumu, aku yang akan mengingatkanmu, aku yang mulai sekarang dan besok akan mengambil jatah makan siang yang kau buat untuknya,” Dave tersenyum dan menggenggam erat tangan Kate penuh kelembutan, membuat Kate ikut tersenyum dan berterima kasih lewat tatapan matanya. “Dave, kenapa akhir-akhir ini aku jarang melihatmu ke rumah?” Pertanyaan Kate membuat Dave bungkam, pria itu tersenyum canggung. “Ya, Lynn sedang sibuk dengan skripsinya,” “Bukan dia yang sibuk, kau yang menghindarinya Dave Anderson,” bisikan itu membuat Dave menelan ludahnya, beruntung pesanan mereka datang, hingga pertanyaan yang akan Kate ajukan lagi tertunda. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD