BERTEMU KELUARGA FERO

1155 Words
Hari ini Fero mengajakku untuk datang ke rumahnya, setelah waktu itu tertunda karena aku mendadak harus keluar negeri mengunjungi oma. Mamaku asli Belgia, namun jarang pulang ke negara asalnya. Mama juga berganti nama sebelum menikah dengan papa. Semenjak menikah dengan papa, mama baru 4 kali pulang ke sana, 2 diantaranya bersamaku dan juga papa. Jelas saja omaku begitu merindukan darah dagingnya sendiri. Oma sendiri baru 2 kali datang ke Indonesia. Saat pernikahan mama dan saat aku masih bayi kata mama. Ada sekitar 2 mingguan aku berada di negara orang. Fero bertanya terus kapan aku pulang. Katanya tak sabar ingin segera mendapatkan motor sport keluar terbaru yang diinginkannya. Begitu aku pulang, Fero lah yang menjemputku ke bandara. Dan mengatakan kalau esok harinya akan mengajakku datang ke rumahnya. Awalnya Fero ingin mengenalkan aku dengan Kak Mitha beserta calon suaminya di luar rumah, namun untuk saat ini Kak Mitha tidak boleh sering keluar. Waktu pernikahannya dimajukan. Kata Fero, calon pengantin lelakinya sudah tidak sabar ingin segera mempersunting Kak Mitha. Wajar saja sih, kakaknya Fero itu begitu cantik dan manis. Aku memang belum pernah bertemu langsung dengannya. Baru melihatnya di i********: milik Fero. Di foto saja sudah terlihat cantiknya yang natural, apalagi aslinya? Aku jadi tidak sabar ingin bertemu dengannya. Tadi pagi Fero bilang kalau akan menjemputku siang ini untuk datang ke rumahnya. Dan sekarang, aku baru saja selesai mandi. Mandi di siang bolong. Biasa lah, dari pagi kerjaanku hanya mengukur kasur alias rebahan. Turun ke bawah sebentar hanya untuk sarapan. Memanfaatkan masa pengangguran untuk bermalas-malasan di kamar. Aku tidak mencari kerjaan. Papa sudah memintaku untuk bekerja di kantornya saja. Tidak langsung menempati posisi tertinggi di sana, namun aku bekerja sesuai jurusanku. Nantinya aku akan ditempatkan dibagian legal di perusahaan. Aku belum memutuskan kapan akan mulai bekerja. Ingin istirahat sejenak setelah kuliah hukum yang cukup mengurus otakku dengan buku-buku yang tebal itu. Baru ingin memakai baju, ponselku bergetar. Pasti itu dari pacarku. Pacar pura-pura maksudnya. You know lah siapa dia... Fero Anugraha Udah rapih belum? Gue bentar lagi otw Maudy Ayninda Baru habis mandi Emangnya lo ga krja? Fero Anugraha Engga buat hari ini Panjang ceritanya Maudy Ayninda Yudh. Gue rapih2 dulu Fero Anugraha Dandan yang cantik, honey Eh, tp lo udah cantik sih tnpa dandan jg Aku memilih untuk tidak membalas pesan kunyuk satu itu. Inget, Dy... dilarang keras untuk baper!!! *** "Kenapa nggak sabaran banget mau ngenalin gue sama Kak Mitha?" tanyaku ketika kami berdua sudah berada di dalam mobil. Mobil yang biasa dibawa Fero, setahuku miliknya berdua dengan Kak Mitha. "Calon kakak ipar gue ada-ada aja. Kemarin dia bilang mau majuin acara pernikahannya mereka 2 minggu lagi. Ngebet banget itu orang pengen kawin!!" "Terus apa hubungan sama lo?" "Kalau mereka udah nikah, otomatis Kak Mitha dibawa lakinya dong. Jarang ketemu nanti. Susah lagi nagih janjinya. He-eh bukan dia sih yang janjiin, tapi calonnya." Aku hanya geleng-geleng kepala mendengarnya. "Hari ini gue kenalin elo. Besoknya, si Revan itu bakalan langsung beliin gue motornya. Gitu kata dia waktu itu. Gue bisa dapet motornya sehari setelah ngenalin pacar gue." "Ooh." Kami mengobrol sepanjang perjalanan hingga akhirnya tiba sebuah rumah minimalis yang cukup besar. Aku memang belum pernah ke rumah Fero sebelumnya. Kalau berkumpul, kami lebih sering di rumah Aya atau di indekos Yoga. Aku menahan napas saat tiba-tiba Fero mendekat dan melepas sabuk pengamanku. Kemudian dia mendongak hingga tatapan kami bertemu. "Napas, Dy... napas! Nggak usah tegang gitu kali! Santai aja." Fero tertawa meledek. "Apaan, sih?" Aku mengalihkan pandangan keluar jendela. "Eh, itu siapa, Fer?" Baru saja sebuah mobil mewah berhenti di depanku. Seorang lelaki keluar dari sana. "Itu yang namanya Revan, calonnya Kak Mitha," jawab Fero. "Ganteng juga," ucapku memuji. Tapi lebih gantengan elo, lanjutku di dalam hati. "Ya elah, B aja kali! Gantengan juga gue, ya nggak?" "Yayaya... emang elo deh yang paling ganteng!" "Emang," sahut Fero dengan percaya dirinya. Dia menyugar rambutnya ke belakang. Kenapa aku bisa suka sama yang modelan begini, sih? *** "Jadi, kamu pacarnya bocah tengil satu itu?" tanya Kak Mitha padaku. Dia menunjuk Fero yang tengah duduk di sebelahku lewat gerakan matanya. Ketika mulutku terbuka hendak menjawab, Fero sudah bersuara terlebih dahulu. "Etdah, Kak. Siapa juga yang tengil?" "Lo lah, masa Revan?" Kak Mitha tersenyum manis pada lelaki yang duduk di sebelahnya. Lelaki yang bernama Revan itu membalas senyumannya dan melingkarkan tangan di bahu Kak Mitha. Fero mencebikkan bibirnya. "Mesraan terossss!!! Mentang-mentang bentar lagi mau nikah." "Syirik aja lo!" Kak Mitha menjulurkan lidahnya pada Fero. "Udah... udah," ujar calonnya Kak Mitha menengahi. Aku bingung, mau memanggilnya 'kak' atau namanya saja. Umurnya 2 tahun lebih muda dari Kak Mitha—yang artinya dia seumuran denganku dan Fero. "Kita 'kan lagi interogasi pacarnya si Fero, Yang. Kenapa kalian yang jadi saling ngeledek?" "Tahu tuh. Kak Mitha yang mulai duluan," ujar Fero tak terima. "Jadi, kalian beneran pacaran?" tanya Kak Mitha kembali menatapku. Mengabaikan ucapan Fero barusan. "Iya, Kak," sahutku cepat. Kalau Fero yang menjawab, bisa panjang lagi ceritanya. Dia akan memancing war lagi dengan kakaknya itu. "Udah lama? "Belum begitu, sih. Baru sekitar 3 bulanan." Aku menjawabnya dengan lancar. Sebelumnya aku dan Fero telah membicarakan hal ini waktu dia mengajakku dinner. "Kok mau sama dia?" "Jelas mau lah! Gue ganteng begini," sela Fero sembari menaikkan kerah outer yang dipakainya ke atas "Gue nggak nanya elo, Curut! Gue nanya pacar lo ini. Jadi lo diem aja di situ." Aku tertawa kecil melihat interaksi kedua kakak adik itu. Aku yakin walau sering berdebat, mereka berdua saling peduli dan menyayangi satu sama lain. Fero pernah bercerita padaku dulu[IK1] . *** "Thanks, buat hari ini, Dy... " "Sama-sama. Gue seneng bisa kenal keluarga lo. Salam sama bokap lo, ya!" Saat aku datang, papa Fero sedang tidak berada di rumah. Fero langsung mengantarkanku pulang sehabis dari rumahnya. Tadi, mamanya Fero ingin mengajakku makan malam di sana saja, namun aku menolak. Bfxxxxxxxx                       Malam ini, aku juga ada janji makan malam di luar dengan papa dan mamaku. "Ya udah. Gue mau turun dulu." Fero mengangguk. Tiba di dalam rumah, aku merebahkan diri di atas sofa, lalu memejamkan mata. "Kamu baru pulang?" Aku membuka mata dan mendapati mama duduk di sofa yang berada di seberangku. "Iya, Ma." "Kamu capek, nggak? Kalau iya, kita tunda aja makan malamnya." "Nggak usah, Ma. Aku cuma mau rebahan aja sebentar." Aku melirik jam di ponselku, sudah jam setengah enam. "Mau jalan jam berapa nanti?" "Kata papa jam 7 malam." Aku manggut-manggut. Lalu aku melihat mama yang tampak gelisah di hadapanku. "Dy... Mama mau ngomong sesuatu sama kamu." "Mau ngomong apa, Ma? Ngomong aja." Aku menatap mama dengan wajah serius. "Sebenarnya makan malam hari ini tidak cuma dengan mama dan papa. Tapi dengan sahabatnya papa juga... " Ucapan mama terhenti. "Maksud mama? Aku nggak ngerti." "Waktu kamu di luar negeri, sahabatnya papa nelpon. Dia... dia ingin papa menepati janjinya waktu masih kuliah dulu." Aku semakin tidak mengerti dengan perkataan mama. "Dulu papa kamu pernah berjanji dengan sahabatnya, untuk menjodohkan anak mereka ketika sudah besar nanti."  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD