"Zaky, sudah cukup." Clary terus mencoba menghentikan Zaky menenggak minumannya lebih banyak lagi.
"Menyebalkan," gerutunya, "kenapa aku harus menuruti keinginan laki-laki b******k ini."
Zaky yang sudah terpengaruh alkohol pun mulai meracau bicara ke sana kemari yangg tak dimengerti sama sekali arah dan tujuannya.
"b******k!" Zaky berteriak dan mendorong Clary dengan sangat kasar. Untung saja gadis itu tak terjerembab. Sialan!Rutuk Clary, rasanya gadis itu ingin sekali memukul kepala Zaky. Namun, mengingat Zaky masih dalam pengaruh minuman keras, maka Clary mengurungkan niatnya.
"Sudah berhenti, Zaky" Clary merampas botol minuman dari tangan Zaky lalu dengan terpaksa harus menyeret tubuh pria itu, memaksanya naik ke atas motor sportnya.
Sesaat kemudian, Clary mematung menatap Zaky yang terduduk lemah di atas motor sportnya. "Sial, sial!" rutuk Clary, kesal, "ia tak mungkin bisa membawa motornya, lalu sekarang bagaimana?"
"Ck. Untung saja kakak pernah mengajariku membawa motor sport seperti ini walau pun tak persis sama tapi setidaknya aku tau cara mengendarainya," gumam gadis itu.
Baru saja ia merasa mendapat solusi pemecahan dari masalah itu, sekarang gadis itu kembali mamatung. "Bagaimana kalau dia jatuh? Zaky tak mungkin bisa berpegangan dengan benar, 'kan. Aish, menyebalkan!"
Setelah mematung beberapa saat akhirnya Clary pun memutuskan untuk membonceng Zaky dan mengikat tubuh Zaky dengan tubuhnya sendiri.
Clary menggunakan jaket yang di pakai Zaky untuk menyatukan tubuh mereka berdua dan membiarkan Zaky kedinginan dalam boncengannya.
"Semoga saja dia tak menggerayangiku dari belakang, atau kalau tidak kau akan rasakan akibatnya, Zaky Etrama," gerutu Clary sambil memutar kunci motor Zaky.
Tak pernah sekalipun Clary berpikr pada akhirnya ia akan terjebak dalam situasi seperti itu bersama dengan Zaky, sosok pria yang pernah sangat dibencinya.
Sebenarnya Clary ingin sekali mneghubungi teman-teman Zaky untuk menjemput pria itu, tapi sayang sekali Clary tak punya nomer mereka selain Adrian. Namun, sialnya Adrian sekarang sedang ada di Bali. Katanya ada acara keluarga.
Clary sempat berpikir untuk melihatnya di ponsel Zaky, tapi lagi-lagi keberuntungan tak bersamanya. Ponsel pria itu terkunci dan Clary tak tahu sandinya, begitupun Adrian. Di saat seperti ini yang diandalkannya sungguh jadi tak berguna.
Satu-satunya hal yang bisa diminta Clary pada Tuhan saat ini adalah, agar Zaky tak berbuat macam-macam dengannya. Misalnya memperkosanya, atau menciumnya, karena sekarang pria itu tengah mabuk berat. Jadi bisa saja kemesumannya kambuh dan ia malah memaksa Clary untuk tidur dengannya. Itu pula membuat Clary jadi sangat waspada.
Udara dingin menerpa tubuh keduanya ketika motor sport itu melaju cepat membelah keramaian Jakarta. Clary bisa bersyukur sebab Zaky bersikap sangat tenang ketika mabuk seperti itu.
Sekilas dalam pikirannya Clary bertanya-tanya tentang apa yang dilakukan Zaky hari ini. Rasanya seolah-olah Zaky berubah menjadi sosok yang begitu rapuh. Namun, pria itu tetap berpura-pura tegar dengan menjatuhkan dirinya dalam pengaruh minuman j*****m itu.
"Sebenarnya ada apa dengan pria ini?" gumam Clary sambil memapah tubuh Zaky masuk ke dalam kamarnya. "Padahal rasanya tadi dia baik baik saja. Apa karena wanita di depan gerbang itu? Siapa wanita itu?" Baru saja Clary memikirkan masalah itu. Tiba-tiba saja Zaky memuntahkan isi perutnya tepat mengenai pakaian Clary. Gadis itu menggeram kesal. Ia mendorong Zaky dengan kasar hingga tumbang dan jatuh di atas tempat tidur.
"Dasar b******k! Ck, menjijikan sekali."
Clary mendecak sebal, lalu menggeledah lemari pakaian Zaky dan mengambil satu baju dari sana sebelum beringsut ke kamar mandi guna membersihkan diri dari muntahan Zaky barusan.
Tak berapa lama kemudian, Clary keluar dari kamar mandi dengan memakai pakaian Zaky yang kebesaran di tubuhnnya. Ia mendekati Zaky yang tertidur dengan pakaian kotor dan posisi yang tak beraturan di atas ranjang.
Merasa kasihan Clary pun berniat membersihkan tubuh pria itu dari muntahannya sendiri yang juga mengotori baju, celana juga wajah pria itu.
Sesaat Clary tercekat memandangi wajah tampan Zaky yang tertidur tenang seperti bayi.
"Wajahmu benar benar menipu, Zaky. Untung saja dari awal aku sudah tahu bagaimana kau sebenarnya, kalau tidak aku pun pasti dengan mudah jatuh ke dalam pelukanmu," gumam Clary sambil melepaskan pakaian Zaky satu persatu dan menyisakan boxernya saja.
Clary masih berbaik hati membawa sebaskom air hangat dan membersihkan tubuh pria itu dengan lap basah.
Sesekali napas Clary tertahan, ia harus menelan ludah ketika tangannya meraba d**a bidan dan perut sixpack Zaky yang terlentang di hadapannya. Sial! Jantungnya berdetak kencang. Bagaimanapun sempurnanya bentuk tubuh pria itu mempengaruhi sisi dewasanya.
Tak ingin terjebak dengan imajinasi liarnnya Clary pun beringsut menjauh dari sana. Namun, baru selangkah ia beranjak tiba-tiba saja tubuhnya tertarik mundur dan terjatuh di ranjang yang sama dengan Zaky. Baskom yang akan ia bawa kembali ke dapur pun terjatuh. Airnya muncrat bertebaran di lantai.
Sementara itu tubuh Clary terjebak di bawah Zaky yang menindih dan mengunci kedua tangannya di samping kanan dan kiri kepala gadis itu.
"Za--Zaky ... ap--apa yang akan kau lakukan?" gugup Clary tak bisa berkutik dari tempatnya.
"Jadilah pacarku, Clary," ucap Zaky lalu tanpa aba-aba mencium bibir Clary.
Clary tergugu, terlambat menyadari sesuatu ketika Zaky sudah melumat bibirnya dengan sangat lembut. Gadis itu tercekat. Dadanya bergemuruh. Ini pertama kalinya seorang pria menciumnya dengan cara seperti itu. Tak ada nafsu di sana. Namun, apa yang dilakukan Zaky sangat membuainya, hingga hampir saja ia terjebak dan mengikuti permainan bibir laki-laki itu.
Untung saja Clary bisa cepat menguasai diri. Ia pun melepaskan ciuman itu secara sepihak dan mendorong tubuh Zaky agar menjauhinya. Setelah itu Clary pun bangkit dan berlari meninggalkan Zaky di kamarnya sendirian.
"b******k kau, Zaky, kau harus membayar ganti rugi untuk semua ini," gerutu Clary sambil berlalu meninggalkan rumah Zaky. Tanpa sadar Clary menyentuh bibirnya ketika teringat bagaimana Zaky membuainya tadi. "Sial, aku tak boleh terjebak seperti ini. Aish!" Clary mengacak rambutnya frustasi sebelum kemudian melambaikan tangan memanggil taksi.
***
Zaky tersadar dari tidurnya setelah hampir siang. Kepalannya masih terasa pening meski ia sudah tertidur cukup lama. Sejenak ia terduduk di tepi ranjang, sambil menenangkan dirinya mengumpulkan nyawanya yang terpencar ke alam mimpi.
Setelah beberapa saat barulah ia menyadari kalau tubuhnya tak berbalut busana lain selain boxernya.
"Aku di mana? Dan mana bajuku?" Ia mengdarkan pandangan ke segala arah, kemudian menyadari kalau dirinya sudah ada di kamarnya sendiri. "Kira-kira siapa yang membawaku kemari? Clary, kah?" gumam pria itu.
Ia langsung teringat pada Clary sebab kemarin gadis itulah yang menemaninya minum di cafe.
"Aku tak berbuat macam-macam dengannya, 'kan?" Zaky masih terus bergumam sambil mealngkahkan kaki ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Namun, sampai di sana alangkah terkejutnya Zaky ketika melihat pakaian Clary ada di sana terendam dalam ember.
"Sial, apa yang sudah kulakukan pada gadis itu? Apa aku melakukan itu? Bagaimana ini, aku bahkan tak melakukan persiapan sama sekali," grutunya sambil membasuh diri di bawah air shower yang menyala.
"Apa aku sudah melewatkan satu kesempatan yang berharga? Ah, b******k! Harusnya aku nyalakan kameranya dua puluh empat jam, hingga jika ada kesempatan aku bisa langsung menggabadikannya. Sekarang bagaimana kalau dia menghindariku dan tak mau lagi tidur denganku." Zaky masih terus bergumam sampai acara mandinya selesai.
Setelah itu ia pun keluar dan mengganti pakaiannya. Perutnya yang lapar memaksanya untuk pergi ke luar mencari makanan untuk mengganjal perutnya yang keroncongan itu. Zaky sedang sangat malas untuk memasak makanan. Setidaknya hari ini ia bisa bersyukur sebab kuliahnya sedang libur.
Zaky melangkah dengan sedikit tergesa menuju rumah makan pinggir jalan, ketika dilihatnya Liana ada di sana. Zaky pun memanggil gadis itu dan meminta izin untuk bergabung.
"Liana, apa kau sempat bertemu Clary?"
Liana menggeleng sambil menelan makanannya. "Belum, memang kenapa? Tadi Clary bilang ingin ke kampus, katanya ada urusan dengan Miss Helda."
Sesaat Zaky melihat jam di tangannya yang menunjukkan pukul 11.03. Ia pun memasukkan menyendok nasi di hadapannya sebelum kembali bertanya, "Jam berapa Clary ke sana?"
"Mmm ... sudah tadi, sih. Sekarang dia sudah pulang apa belum aku kurang tahu. Ada apa? Kau sepertinya punya urusan penting sama dia."
"Bukan apa-apa. Hanya ingin mengevaluasi hasil latihan kemarin. Oh ya, apa kau sibuk hari ini? Mau jalan-jalan denganku?"
Liana terperanjat mendengar ajakan Zaky. Ada rona merah muncul di pipinya, sedikit gugup Liana menjawab, bahkan tanpa berani mengangkat wajah. Hatinya berdebar-debar tak karuan.
"Me--memangnya mau jalan-jalan ke mana?"
"Ke mana saja, terserah kau, yang penting hari ini aku ingin menghabiskan waktu denganmu."
Wajah Liana makin merona. Jantungnya berdetak tak karuan. Bahkan saking gugupnya Liana harus berulang kali meneguk minumannya.
"La--lalu urusanmu dengan Clary?"
"Itu bisa kuurus belakangan kau tenang saja."
"Ah, mm ... baiklah," sahut Liana dengan terbata. Hatinya begitu bahagia.
"Liana, apa kau mau mampir ke rumahku? Kita mulai hari ini dengan menonton video? Kau mau?" ajak Zaky. Dalam hati pria itu tersenyum senang sebab Liana merespons seperti apa yang ia harapkan.
Liana dengan serta merta langsung mengangguk. "Aku suka drama romance, apa kau punya film seperti itu?"
"Wah, sayang sekali yang seperti itu aku tak punya. Bagaimana kalau kita ke bioskop?" tawar Zaky sambil terus memainkan perannya untuk melumpuhkan satu targetnya.
Gadis lugu itu yang tak menyadari apa pun akhinya mengangguk setuju akan semua ajakan Zaky. Ia bahkan meminta izin untuk mengganti pakaiannya dan membiarkan Zaky mengantarnya pulang.
Zaky merasa begitu puas dengan reaksi Liana. Menaklukkan gadis itu terlalu mudah baginya.
"Kita lihat seberapa hancur dirimu nanti, Clarisa Gerhad," ucap Zaky dalam hatinya yang telah terselimuti kabut iblis.
"Apa kau keberatan jika kita anggap acara hari ini sebagai kencan pertama?"
Pertanyaan Zaky barusan sontak membuat hati Liana membuncah dipenuhi kebahagiaan. Ia hanya bisa mengangguk dengan malu-malu. Dalam hati gadis itu sudah membayangkan sebuah hubungan yang baik akan tercipta antara dirinya dan Zaky.
Berbanding terbalik dengan Zaky yang tersenyum iblis dalam hatinya. Langkah demi langkah yang ia lakukan untuk melancarkan rencananya benar-benar berjalan seperti bayangannya. Pertama Liana dan selanjutnya Clary, setelah itu ia akan menari merayakan kemenangannya dan menikmati kesengsaraan Clary sepanjang hidupnya.
...............