゚☆ 。 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ׂׂૢ་༘࿐
゚☆ 。 ┊ ⋆ ┊ . ┊ ┊ ┊ ⋆ ┊ . ┊ ┊ ┊ ⋆
゚☆ 。 ┊ ┊⋆ ┊ . ┊ ⋆ ┊ . ┊ ┊
゚☆ 。 ┊ ┊ ⋆˚ ┊ ⋆ ┊ . ┊
゚☆ 。 ✧. ┊┊ ⋆ ┊ .┊ ⋆
゚☆ 。 ⋆ ★ ┊ ⋆ ┊ .
゚☆ 。 ┊ ⋆ ┊ .
゚☆ 。 ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ༉‧₊˚.
゚☆ 。 H A P P Y R E A D I N G
゚☆ 。 ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ༉‧₊˚.
Aku mulai berdiri, air mataku sudah mulai menetes. Semua perkatakaan ibu sangat menusuk di hatiku. Kenapa? Apa salah aku bermimpi? Salahkah aku ingin kuliah? Toh aku yang akan memperjuangkan itu sendiri.
Ibu melangkah pergi keluar dari rumah begitu saja dengan membanting pintu begitu kuat. Aku menyeka air mataku.
Tidak, Aurum. Kamu tidak boleh hanya berdiam seperti ini. Kamu harus menjelaskan semuanya kepada ibu.
Aku membulatkan tekadku. Aku melangkah menyusul ibu dengan langkah pasti. Biarlah malam ini aku berbicara semauku. Terserah nantinya jika ibu akan mengusirku pergi. Aku ingin menuntaskan semuanya. Menuntaskan semua kerja kerasku, menuntaskan kejelasan tentang mimpiku.
"Ibu!!" teriakku melihat ibu yang berjalan tak jauh dari rumah. Sepertinya dia hendak ke kedai.
"Aurum Sastrawiguna. Seorang gadis yang memimpikan banyak hal. Seorang gadis yang sedang membutuhkan restu dari ibunya sendiri." Aku berjalan mendekati ibu.
"Sampai kapan? Sampai kapan Ibu akan menentang semua hal yang aku lakukan? Kapan Ibu akan mendukungku? Selama ini aku sudah mencoba menjadi anak baik. Menuruti semua perkataan Ibu, menjalankan semua tugas yang Ibu berikan. Namun, apakah ada di hati Ibu merestui Aurum melakukan suatu hal yang Aurum suka? Sayangnya tidak ada."
"Hentikan, Aurum!"
Aku berhasil membuat Ibu menghentikan langkahnya. Aku menggeleng kuat. Aku tak akan gentar meskipun air mataku sudah mengalir dengan derasnya.
"Aku tidak akan berhenti, Bu. Kali ini Aurum tidak akan nyerah buat bikin Ibu merestui apa yang Aurum lakukan. Soal olimpiade kemarin ibu justru merusak piala yang Aurum berikan, dan kali ini apa? Ibu merusak apa yang Aurum ingin lakukan. Tidak bisakah Ibu mendukungku untuk satu hal saja?"
"Cukup, Aurum!"
"Bahkan Ibu tak pernah tersenyum kepada Aurum. Ibu selalu saja memarahi Aurum. Apa salah Aurum, Bu? Tidak bisakah Aurum merasakan kehangatan Ibu? Tidak bisakah Ibu bahagia karena Aurum?"
Ibu membalikkan badannya menjadi berhadapan denganku. Aku tak peduli dengan air mataku yang belum terhenti. Mungkin, kali ini aku sudah melewati batas. Tapi aku inginkan kejelasan dari ibu.
"Kamu itu anak yang nggak diharapkan di keluarga ini! Kamu muncul waktu bisnis ayah bangkrut! Dari bayi kamu sakit-sakitan dan itu perlukan biaya banyak! Dan semenjak ada kamu, kesialan-kesialan itu terus muncul! Keluarga kita dikucilkan sama keluarga besar! Kita pindah rumah ke sana sini karena kita ngontrak dan waktu nggak mampu bayar, kita diusir. Kamu anak pembawa s**l, Aurum!"
Kepalaku terasa pening lagi. Bahkan lebih sakit kali ini karena mendengar semua penjelasan ibu. Jadi itu semua alasan mengapa ibu berlaku keras terhadapku?
"Dan kamu ingin apa? Kuliah? Jangan mimpi! Yang ada nanti kamu nggak bisa ngurus biayanya. Dan bakal siapa lagi yang nanggung? Pasti Ibu sama ayah, 'kan? Udahlah, Aurum, kamu diterima di keluarga ini sampai sekarang aja harusnya kamu bersyukur. Berhenti jadi anak pembawa s**l!"
Air mataku semakin deras. Berapa kali lagi aku harus merasakan sakit hati seperti ini? Aku terus-terusan merasa sesak. Au tak kuasa menerima semua yang ibu jelaskan.
"Tapi Aurum tetap anak Ibu. Karena Ibu, Aurum ada di dunia ini. Selama ini Aurum udah nyoba jadi anak yang berbakti untuk Ibu. Tapi ... tak bisakah Ibu mencintai Aurum? Tak bisakah Ibu menyayangi Aurum seperti Ibu menyayangi Kak Risa? Aurum juga anak Ibu, bagaimana pun Aurum butuh kasih sayang dari Ibu ...."
Aku mengambil napas sejenak untuk menenangkan diriku untuk menahan amarahku karena aku sadar sedang berhadapan dengan Ibu.
"Dan untuk kuliah, Aurum akan sambil kerja. Aurum akan cari beasiswa. Aurum lakukan itu juga demi Ibu. Aurum nggak mau lihat Ibu dan Ayah terus-terusan jualan bakso. Aurum ingin membahagiakan Ibu dan ayah. Aurum tidak mau ibu terus-terusan dihina oleh keluarga besar. Biarkan Aurum menjadi kebanggaan Ibu, biarkan Aurum membuat semuanya membuka mata bahwa anak pembawa s**l Ibu menjadi orang sukses."
Aku menatap lurus ke netra ibu. Aku tak menyangka ibu sudah mulai berkaca-kaca. "Aurum sayang sama Ibu."
Untuk pertama kalinya, aku melihat ibu meneteskan air mata di depanku.
。・ : * : ・ ゚ ★ , 。 ・ : * : ・ ゚☆ 。 ・ : * : ・ ゚ ★ , 。 ・ : * : ・ ゚ ・ : * : ・ ゚ ★ ,。 ・ : * : ・ ゚ ☆ ・ ゚ ★ , 。 ・ : * : ・ ゚
☆ 。 ・ : * : ・ ゚ ★ ,。 ・ : * : ・ ゚ ☆ ・ ゚ ★ , 。 ・ : * : ・ ゚
゚☆ 。 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ׂׂૢ་༘࿐
゚☆ 。 ┊ ⋆ ┊ . ┊ ┊ ┊ ⋆ ┊ . ┊ ┊ ┊ ⋆
゚☆ 。 ┊ ┊⋆ ┊ . ┊ ⋆ ┊ . ┊ ┊
゚☆ 。 ┊ ┊ ⋆˚ ┊ ⋆ ┊ . ┊
゚☆ 。 ✧. ┊┊ ⋆ ┊ .┊ ⋆
゚☆ 。 ⋆ ★ ┊ ⋆ ┊ .
゚☆ 。 ┊ ⋆ ┊ .
゚☆ 。
゚☆ 。 ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ༉‧₊˚.
゚☆ 。 S E E Y O U I N T H E N E X T C H A P T E R ! ! ! !
゚☆ 。 ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ༉‧₊˚..